Bangunan Tua bergaya Indische Empire Stijl di Purwakarta


Pada awalnya, nama Purwakarta mengemuka ketika H.Rd.Adipati Suriawinata, atau yang lebih dikenal sebagai H.Rd.Muhammad Sirodz, dengan julukan Mbah Dalem Sholawat, menjabat sebagai Bupati Karawang ke-10 dari tahun 1827 hingga 1849. Di bawah kepemimpinannya, pusat pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih. Langkah ini tidak hanya sekadar perpindahan geografis, tetapi juga menandai awal dari perubahan identitas yang signifikan: Sindangkasih diubah namanya menjadi Purwakarta. 

Makna di balik nama baru ini membawa simbolisme yang dalam. "Purwa", secara harfiah, merujuk pada "Pertama", sementara "Karta" menggambarkan "Ramai" atau "Penuh dengan kehidupan". 

Perjalanan Purwakarta sebagai pusat pemerintahan tidaklah sebentar. Dari keputusan pemindahan pusat pemerintahan hingga pembentukan Kabupaten Purwakarta pada tanggal 29 Januari 1949, wilayah ini mengalami perkembangan yang luar biasa. Seiring dengan proses tersebut, Purwakarta tidak hanya menjadi pusat administratif, tetapi juga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya. Tidak hanya itu, tokoh-tokoh kelahiran Purwakarta juga telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai arena penting di Indonesia, seperti almarhum Bapak Rd.Ipik Gandamanah, Bupati Bogor pertama pada masa revolusi.

Dalam sejarahnya, Purwakarta telah menyimpan berbagai peristiwa penting yang menjadi bagian dari warisan budaya dan politik Jawa Barat. Keberadaan Candi Batujaya, misalnya, menjadi saksi bisu dari masa lalu yang kaya akan peradaban Hindu-Buddha di wilayah ini. Selain itu, Purwakarta juga memiliki tradisi keagamaan yang kuat, tercermin dalam beragam upacara adat dan kegiatan keagamaan yang masih lestari hingga saat ini. 

Purwakarta juga telah menjadi pusat industri penting di Jawa Barat, dengan berbagai sektor mulai dari pertanian hingga keramik. Keberadaan industri keramik lokal  tersebut telah memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi lokal dan nasional. 

Purwakarta tidak hanya kaya akan sejarah dan alamnya yang memikat, tetapi juga terkenal dengan kulinernya yang khas dan legendaris. Salah satu makanan ikonik yang berasal dari Purwakarta adalah Sate Maranggi. Berbeda dengan ditempat lain, sate marangi di Purwakarta umumnya dibuat dari daging domba muda yang dipotong kecil-kecil dan disajikan dengan bumbu khas, sate ini memiliki cita rasa yang unik dan menggugah selera.

Selain itu, Purwakarta juga dikenal karena industri keramiknya yang terkenal di Plered, berbagai macam produk keramik, mulai dari kendi, "parukuyan", celengan, gentong, vas hingga piring, diproduksi secara manual dan natural. Keunikan desainnya yang sederhana membuat keramik dari Plered memiliki ciri khas dan daya pikat tersendiri yang diminati oleh para penggemar kerajinan seni keramik dari tanah liat.




Bangunan peninggalan kolonial yang telah berusia lebih dari satu abad di Purwakarta tidak hanya menjadi saksi bisu dari masa lalu, tetapi juga menggambarkan kejayaan arsitektur zaman dahulu. Salah satu contohnya adalah gedung tua bekas eks Karesidenan yang terletak di pusat kota, kini menjadi bagian dari kawasan Nagari Kidul.

Gedung bergaya Indische ini memiliki akar yang panjang dalam dalam sejarah Purwakarta. Keterlibatan Rd. Sastra Adiningrat I sebagai Bupati Purwakarta pada tahun 1854 menandai awal dari pembangunan gedung tersebut, seiring dengan pembangunan jalur kereta api Batavia-Padalarang.

Menurut berbagai sumber, gedung ini resmi dibangun pada awal tahun 1900, sejalan dengan perkembangan infrastruktur transportasi pada masa itu. Pembangunan jalur kereta api menjadi pendorong utama bagi pembangunan gedung ini, yang kemudian menjadi bagian penting dari sejarah dan kehidupan masyarakat Purwakarta.

Dengan kehadiran gedung tua ini, Purwakarta tidak hanya menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik, tetapi juga memperkaya warisan budaya Jawa Barat. Keberadaannya memberikan penghargaan yang layak atas kejayaan masa lalu sambil tetap menjadi titik fokus dalam upaya pelestarian warisan kolonial di Indonesia.

Bangunan yang mengusung gaya Indische Empire Stijl, yang sering dibandingkan dengan Gedung Pakuan di Bandung, menawarkan pesona arsitektur yang memikat. Dengan halaman yang luas, bangunan utama diapit oleh dua paviliun yang memberikan kesan megah dan elegan. Koridor terbuka (doorloop) yang menghubungkan antara dua paviliun dengan bangunan utama memberikan sentuhan artistik yang khas.



    

Detail-detail arsitektural pada serambi bangunan utama juga tidak kalah menarik. Tiang penyanggah segi delapan dengan motif terawangan yang cantik memberikan nuansa tradisional yang kaya akan keindahan. Pintu masuk ke ruang utama dihiasi dengan daun pintu ganda yang memiliki jelusi atasnya dari besi, dengan motif Indische yang memikat.



Bangunan ini bukan hanya sekadar bangunan fisik, tetapi juga merupakan cerminan dari kekayaan budaya dan sejarah Purwakarta. Kehadirannya menjadi saksi bisu dari masa lalu yang berharga dan menjadi bagian integral dari identitas kota. Melalui pelestarian dan penghargaan terhadap bangunan-bangunan bersejarah seperti ini, kita dapat menjaga warisan budaya kita untuk generasi mendatang.


Purwakarta, 29 Juli 2023, diperbaharui kembali pada 29 Febuari 2024.


Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Bangunan Tua bergaya Indische Empire Stijl di Purwakarta"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel