Gang Kurupuk, jejak Dalem Bogor yang hilang di Empang dan Legenda Ma Sadiyem

Bupati Sukapura Rd Tumenggung Wiratanuningrat bersama para Bupati Periangan

Kerupuk adalah salah satu teman makan khas Indonesia. Ada banyak jenis kerupuk dan juga aneka bentuk. Jenis Kerupuk yang paling populer dan hampir diberbagai daerah di Nusantara ada ialah jenis kerupuk bulat yang banyak tersedia di warung-warung makan khususnya di warteg. 

Kerupuk bulat di Indonesia popularitasnya semakin melejit setelah dipakai untuk kegiatan lomba agustusan yaitu balap lomba makan kerupuk dalam rangka memperingati dirgahayu kemerdekaan Republik Indonesia setiap bulan Agustus. 

Barack Hussein Obama saat masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, disela kunjungannya ke Indonesia pernah menyebut kerupuk dalam pidatonya di Universitas Indonesia. Bagi Obama makan kerupuk mengingatkannya kembali pada masa kecilnya semasih tinggal di kawasan Menteng Jakarta bersama Ibu dan ayah tirinya yang asli Indonesia.

Geef mij maar nasi goreng, judul lagu keroncong yang dinyanyikan oleh Wieteke Van Dort, orang Belanda yang lahir di Surabaya. Konon lagu ini bercerita tentang kerinduannya pada makanan-makanan Nusantara salah satunya adalah kerupuk. hal itu menunjukan bahwa kerupuk pun disukai oleh orang-orang Belanda saat mereka tinggal negeri jajajahannya Indonesia.

Dahulu di Indonesia para pedagang kerupuk bulat tidak seperti sekarang, yang membawa kerupuk dagangannya lebih praktis dengan menggunakan box yang dirakit di kendaraan bermotor. Pada masa laluvhingga era tahun 80-an, para pedagang kerupuk memikul kerupuk dagangannya menggunakan jemblung. Wadah besar berbahan seng yang ukurannya dua kali lebih besar dimaternya dari gentong. Tentu saja akan jadi masalah apabila jemblung ketemu jemblung jika berpapasan dalam gang yang sempit.

Di Empang hingga tahun 80-an masih terdapat usaha pembuatan kerupuk. Usaha pembuatan krupuk ini biasanya dikelola oleh para pendatang asal Ciamis di Jawa Barat. Lokasi pembuatannya adalah yang sekarang kita kenal dengan nama Gang Kurupuk yang berada dipinggir aliran cibalok, kanal kecil bekas Parit Benteng luar keraton Pakuan Pajajaran yang membentang dari Lolongok sampai ke Cipakancilan.

Cibalok bekas kanal kecil Benteng Pakuan menjadi Landmark Gang Kurupuk. Ada legenda yang merakyat tentang Mak Sadiyem yang diyakini oleh warganya yang sering muncul di malam hari membawa lampu cempor minyak tanah, berjalan menyusuri sepanjang aliran cibalok hingga menghilang di tengah kegelapan malam.

Legenda itu teruji ampuh menakuti bocah di masa lalu untuk tidak keluyuran di malam hari. Kini cerita Mak Sadiyem yang penuh dengan takhayul itu menghilang dan tidak lagi diingat oleh warga Gang Kurupuk.

Dahulu Gang Kurupuk jalannya tertata rapih dengan kontruksi jalan berbeton di tengah-tengah yang diapit oleh balai berbatu, khas jalan setapak dalam Gang pada masa kolonial Belanda.

Gang kurupuk menyimpan banyak cerita dan sejarah masa lalu, tidak hanya pabrik kurupuk dan legenda tentang Mak Sadiyem. Dahulu di Gang Kurupuk ada rumah bekas tempat pengasingan Bupati XI Soekapoera yang belakangan nama Kabupaten itu berubah namanya menjadi Kabupaten Tasikmalaya. Adalah Raden Adipati Tumenggung Wiraadegdana yang diasingkan oleh Pemerintah kolonial Belanda ke Buitenzorg (Bogor) karena dianggap menentang pemberlakuan terhadap kebijakan pajak tanah oleh pejabat Komisaris Jenderal Hindia Belanda yang memimpin tujuh bupati di Periangan, P.K.T. Otto van Rees.

Raden Adipati Tumenggung Wiraadegdana yang dilantik menjadi Bupati Soekapoera pada 11 September 1855 itu diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1875. Selama dalam pengasingannya di Empang, Ia mendapatkan pensiun f.300 dari Pemerintah kolonial.

Tahun 1908 Bupati Soekapoera yang memiliki keterikatan kuat dengan kerajaan Islam Mataram ini diperkenankan kembali ke Manonjaya, hingga beliau wafat di tahun 1912. Jenazahnya dimakamkan di Tanju dan dinisannya tertulis Dalem Bogor, yang merujuk pada nama tempat pembuangannya selama 53 tahun.

Lokasi rumah bekas pengasingan Dalem Bogor di Gang Kurupuk, konon adalah rumah yang pada tahun 80-an masih berbentuk panggung yang dihuni oleh keluarga almarhumah Ibu Tjitjih. Sekarang menjadi kediaman keluarga Al Abdat. Ayah angkat Ibu Tjitjih disebut-sebut sebagai anak Dalem Bogor yang lahir dari seorang Njai (selir) yang dinikahinya selama dipengasingan. Wanita itu belakangan lebih dikenal dengan panggilan Ibu Uwen saudari sekandung Ibu Ukit, pemilik lahan bekas pabrik kerupuk di Gang Kerupuk (wallahu'alam).



Sayyid Alwi bin Muhammad bin ThahirAl-Haddad

Gang Kurupuk memang banyak menyimpan jejak para pelaku sejarah, termasuk antaranya jejak seorang ulama besar yang dikenal alim dan rendah hati yang haus ilmu yaitu Sayyid Alwie bin Muhammmad bin Thahir Al-Haddad. Sebagai seorang ulama pengaruhnya cukup luas dan disegani, termasuk oleh Presiden R.I pertama Ir.Sukarno. Ia sering disebut-sebut sebagai ulama yang selalu menjaga jarak dengan para penguasa. Pamannya Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad yang juga pernah menetap dan mengajar di Empang, pernah menjabat sebagai Mufti Kerajaan Johor selama 27 tahun (1934-1961). K.H Abdullah bin Nuh adalah satu dari banyak ulama yang pernah berguru kepadanya.

Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad 
bekas Mufti Kerajaan Johor 
melancong ke Kebun Raya Bogor

Jejak tokoh lainnya di Gang Kerupuk adalah Almarhum Drs. Anis Thalib, mantan Ketua Parmusi dan Ketua Partai Persatuan Pembangunan di Kota Bogor yang sempat pula menjadi anggota Dewan dari unsur PPP dan Wakil Ketua DPRD Kota Bogor. Sebagai seorang aktivis Ia juga pernah menduduki jabatan Ketua cabang Al-Irsyad Al-Islamiyyah kota Bogor dalam beberapa periode.

Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Gang Kurupuk, jejak Dalem Bogor yang hilang di Empang dan Legenda Ma Sadiyem"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel