Syaikh Umar Manggusy, pembela Al-Irsyad nomor wahid


Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy 
(baris ketiga dari arah kiri) 

kapten diambil dari bahasa Belanda, yaitu kapitein. Dalam dunia militer, kapten adalah pangkat perwira pertama yang tertinggi, satu tingkat di bawah mayor dan satu tingkat di atas letnan satu. Sedangkan dalam dunia pelayaran, kapten adalah Nahkoda dalam sebuah kapal. 

Pangkat serupa pada zaman dahulu, sejak Belanda menguasai nusantara sebagai negeri jajahan, istilah Kapten dengan penyebutan Kapitan, adalah gelar (sebutan) kepala daerah pada zaman pemerintahan raja-raja di daerah nusa tenggara timur dan maluku. Gambaran seorang kapiten di maluku, kelak menjadi sebuah lirik dalam lagu anak Indonesia yang melegenda. Dari lirik lagu itu dapat disimpulkan bahwa seorang anak dapat dengan bangganya mengakui diri sebagai seorang Kapiten yang lengkap dengan sebilah pedang panjang terselip dipinggang serta berjalan dengan tegaknya.

Arti lainnya dari kapitan adalah kepala golongan penduduk dalam sebuah etnis yang diberlakukan pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pemberlakuan itu terkait erat dengan hukum tata negaranya yang hanya mengakui tiga kategori individu di negeri jajahannya, yaitu Europeanen, Vreemde Oosterlingen dan Inlanders. 

Banyaknya imigran asal Hadramaut terutama di Batavia, yang penyebutan orangnya disebut dengan istilah hadrami, hukum tata negara kolonial Hindia Belanda kemudian memulai pemberlakuan undang-undang kependudukan yang disebut dengan wijkenstelsel pada tahun 1844, dalam rangka memberikan pengawasan yang ketat dan memisahkan mereka dari Inlanders dan etnis lainnya. Meski pada akhirnya, pemberlakuan undang-undang ini tidak teruji berhasil memisahkan golongan Arab dengan Inlanders (pribumi), karena sejatinya, golongan Arab telah menjadi bagian dari pribumi, dan Inlanders yang berkonotasi rendah dimata orang eropa, justru bagi golongan Arab mereka adalah saudara, baik saudara seiman (satu agama yaitu; Islam) maupun saudara senasab dengan memunculkan istilah ahwal (jamak; saudara seibu). Karena para pendatang hadrami yang menetap untuk selama-lamanya di al-mahjar (tempatnya berhijrah), mereka beristrikan wanita-wanita pribumi.

Adanya pemberlakuan wijkenstelsel, pemerintah kolonial Hindia Belanda lantas memberinya kedudukan sebagai Kapitein Hooofd der Arabieren yang resmi ditunjuk sebagai kepala Golongan Arab. Diantara periodisasi yang telah diberi tugas untuk mengepalai Golongan Arab dengan sebutan Kapten itu antaranya ialah Syaikh Umar bin Yusuf Mangusy (periode 1902-1931).

Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy merupakan tokoh dan aktor utama dibalik lahirnya Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada 6 September 1914 di Batavia, namun demikian, namanya tak pernah tercatat satu kalipun sebagai pengurus, saat untuk pertama kalinya organisasi itu didirikan, dan tidak pernah pula duduk dalam kepengurusan yang dibidaninya tersebut, hingga di akhir hayatnya. 

Batavia adalah nama lain dari Jakarta yang resmi dipakai pada masa kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda, nama itu kemudian berubah setelah kemerdekaan menjadi Jakarta. Tapi warga setempat lebih memilih nama Betawi sebagai nama rumpun masyarakatnya.

Sebagai kepala orang-orang arab di Betawi, Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy adalah Kapitein Hofd der Arabieren yang paling tanggap dan cepat dalam mengambil tindakan disetiap permasalahan yang muncul pada warga koloninya. Demikian pula ketika ada angin berhembus yang mengisyaratkan adanya isu tak sedap tentang posisi Syaikh Ahmad Surkati di Jamiat Khair, lembaga yang mengundangnya datang ke Betawi pada bulan oktober tahun 1911.

Karena itu saat Surkati sowan kepada Manggoesy, kedatangannya bukan sekedar untuk berpamitan karena mutung, atau akan memberinya ucapan ma'assalamah sebagai ucapan selamat tinggal. Tapi ia datang menemuinya karena adab dan etika. Bukan seperti yang dikatakan oleh seorang da'i yang "sok tau" dengan entengnya berkoar-koar, bahwa Surkati yang sempat dicegah oleh Manggoesy sebelum berangkat ke Mekah, sudah angkat koper di salah satu stasiun kereta api di Batavia.

Syaikh Ahmad Surkati datang menemui Manggusy dikediamannya adalah untuk menjelaskan tentang perlakuan yang dilakukan pihak jamiatul kher kepadanya. Inti persoalan yang dianggap sebagai sumber masalah tentang "fatwanya" di solo, kemudian disimak dan dicermatinya dengan baik oleh Manggusy.

Atas daya usahanyalah, Manggusy kemudian mengundang sahabatnya para pemuka Arab di Batavia untuk mendengarkan keluh kesah yang dialami oleh Surkati. Rekaman peristiwa pertemuan tersebut dimuat dalam notulensi yang kelak menjadi dokumentasi terpenting tentang asas pendirian Al-Irsyad dikemudian hari.

Peristiwa ini menjadi kesempatan emas untuk tidak disia-siakannya. Bagi Manggusy, dengan membiarkan Surkati kembali pulang, maka akan menyia-nyiakan diri dan anak keturunannya dari perbaikan dan pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat, sebagaimana kebenaran asas-asas yang telah diuraikan dengan gamblang oleh Surkati. Layaknya seorang dokter, Surkati mendiagnosa suatu penyakit, lantas memberinya obat paten untuk penyembuhan.

Manggusy pun mengeluarkan jurus dan bujuk rayunya untuk mencegah kepulangan Surkati dan kawan-kawannya kembali pulang ke Mekkah. Bujuk yang bukan sekedar tepuk pundak belaka itu akhirnya disambut oleh Surkati, karena sejak sebelum keberangkatannya ke Jawa, niatnya memang sudah bulat untuk berdakwah dan berjuang di negeri yang menjadi tujuannya berhijrah dan berjihad. 

Manggusy : "Wahai saudara-saudaraku, bagaimana menurut kalian? Sesungguhnya ini adalah kesempatan emas, jangan kalian sia-siakan. Pasti kalian akan menyesal apabila Syaikh Ahmad dan saudara-saudaranya pulang kembali ke negara mereka. Ini artinya kita menyia-nyiakan diri kita dan anak keturunan kita dari perbaikan dan pendidikan yang bermanfaat".

Sholih Ubaid : "Benar! Ini adalah kesempatan berharga yang telah disiapkan Alloh untuk kita, maka tidak selayaknya kita menyia-nyiakan kesempatan ini. Justru kita berharap mereka bisa tinggal (di negeri ini) untuk memberi manfaat kepada kita dari ilmu-ilmu mereka dan untuk membuka sekolah-sekolah bagi anak-anak kita dan mengajarkan kepada mereka agama yang benar dan bahasa Arab, serta hal-hal yang menunjang dari mereka".

Dua transkrip dialog pemuka Arab di atas, yang secara keseluruhan tercatat itu, menjadi landasan dalam melahirkan kesepakatan. Manggusy dan Surkati, bersama para pemuka lainnya yang hadir di kediaman Manggusy, kemudian melahirkan gagasan untuk mendirikan sekolah yang akan dirintis dan dikembangkan oleh Surkati. Asas yang menjadi dasar pendirian, dan nama lembaga pendidikan yang akan didirikan, diserahkan sepenuhnya kepada Surkati guna menentukan nama yang akan dipilihnya. 

Surkati akhirnya memilih nama Al-Irsyad, terinspirasi dari Madrasah Al-Da'wah wa Al-Irsyad, nama lembaga pendidikan yang didirikan oleh Sayyid Rasyid Ridho tahun 1912 di Cairo - Mesir. Adapun asas yang dirumuskannya itu dinamainya dengan Mabadi' Al-Irsyad, sebuah "sikep dan Toedjoean" yang akan dicapai, yang kemudian hari diterbitkan dan disiarkan secara luas dalam sebuah buku : Mabadiul 'Irsyad mamaqasiduha.

Tepuk pundak Manggusy membuahkan hasil, segala akibat biaya yang akan ditimbulkan berhasil dikumpulkan dari koceknya sendiri dan para sahabatnya. Kesemuanya dikumpulkan dalam satu kas, untuk ongkos bayar Notaris yang terbilang paling mahal dengan ditunjuknya Dirk Johannes Michiel de Hondt, Notaris kesohor langganan Manggusy di Batavia. Kas dari mata uang gulden yang berhasil digalang itu disimpan pada Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij. Adapun sarana yang dipergunakannya untuk kegiatan belajar mengajar adalah rumah yang dipinjamkan secara cuma-cuma oleh Manggusy di jalan Djatibaroe No.12, tidak begitu jauh dengan kediaman pribadinya. Demikian pula tempat tinggal Surkati, disediakan dalam satu komplek yang sama, untuk memindahkan Surkati dari rumah dinasnya yang sebelumnya disediakan oleh pihak Jamiatul Kher di Pekojan zonder mendapatkan pesangon dan ongkos pindah.

Belum satu tahun sekolah pertama dibuka di Djatibaroe 12, karena membuldaknya jumlah murid yang tidak tertampung dari animo besar masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di Al-Irsyad, selama proses perizinan sedang dimohonkan kepada Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg di Batavia, Syaikh Umar Yusuf Manggusy berhasil menyewa gedung bekas Hotel Ort di Molenvliet West, untuk dipergunakan sebagai fasilitas baru kedua yang lebih besar bagi sekolah Al-Irsyad.

Pemilik hotel itu adalah George Anton Ort, seorang pengusaha berkebangsaan Inggris yang disebut-sebut pernah nenikah secara tidak resmi dengan Siti Noer'aini, wanita Betawi, yang dari pernikahannya itu kelak kemudian melahirkan seorang anak lelaki, atau ayah dari Mohammad Hoesni Thamrin 

Perhimpunan Al-Irsyad sebagai Badan hukum akhirnya memperoleh Pengakuan Hukum dari Gouverneur-Generaal van Nederlands Indië pada tanggal 11 Agustus 1915 dengan Keputusan Nomor 47 dan disiarkan kepada publik dalam Javasche Courant, nomor 67 tanggal 20 Agustus 1915.

Sejak itu, Al-Irsyad yang oleh R.J. Gavin dalam bukunya "Aden under British Rule 1839 - 1967 (London: 1936)", meluncur laksana meteor, penuh energi dan vitalitas yang kian hari kian besar. (Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, H. Hussein Badjerei)

Sejak itu pula, meski bukan sebagai pengurus, Syaikh Umar Yusuf Manggusy telah menjadi garda terdepan dalam menjaga, mengawal dan memelihara Al-Irsyad hingga sepanjang hayatnya. Pembela Al-Irsyad nomor wahid  itu ibarat peribahasa Betawi; "kepale jadi kaki, kaki jadi kepale, Al-Irsyad die nyang belain". Dan bisa dikatakan bahwa sejatinya, "Manggusy adalah Bapak Pendiri Al-Irsyad".

Natalie Mobini Kesheh menulis; Manggusy tidak pernah menjadi anggota badan eksekutif sekalipun, tetapi dia telah memainkan peran penting di balik layar, dan membawa sejumlah pengaruh dimana badan eksekutif pusat akan bertemu sesuai dengan permintaannya. Dalam berbagai cara, manggusy merupakan lambang pemimpin generasi pertama Al-Irsyad. Manggusy orang yang berjalan tegak lurus dengan sempurna tanpa sedikitpun ada niat tidak baik. (Hadrami Awakening, Kebangkitan Hadrami di Indonesia, hal.88)

Pada akhir tahun 1919, Al-Irsyad sempat terancam bubar akibat adanya provokasi pihak asing yang secara terselubung diotaki oleh pemerintah Inggris, hingga akhirnya memang keterlibatannya itu benar-benar terbukti. Manggusy yang sejak awal dikenal sangat memusuhi Inggris, kemudian "turun gunung" kembali untuk melakukan antisipasi, mengatur langkah sedemikian cermat agar Al-Irsyad tidak menjadi korban dari otak-otak jahat yang memusuhinya dan tidak menyukainya, dan menghendaki "Al-Irsyad bubar" yang selama itu telah tampil dengan gemilang. 

Bertempat di gedung sekolah Al-Irsyad, yang lokasinya berada di Molenvliet west, pada hari Ahad 15 Februari 1920, Manggusy kemudian berhasil mengerahkan daya usahanya menjaga eksistensi Al-Irsyad dari tangan-tangan kotor. Rapat Umum Anggota Al-Irsyad yang nyaris gagal setelah dihadang badai dari segala arah, berhasil tetap dilaksanakan berkat perjuangan dan pengorbanan yang tertarung atas usaha maksimal dari Syaikh Umar Yusuf Manggusy. 

Dengan kekuatan dan pengaruhnya yang besar di Batavia, baik dalam kalangan para pemuka Arab yang menghormatinya, juga pihak pemerintah Belanda yang segan karena wibawanya. Tidak kurang dari 400 orang menghadiri Jaarlijksche Algemeene Vergadering atau Rapat Umum Anggota yang membludak hingga tumpah ruah keluar gedung, dengan penjagaan yang ketat dari kepolisian pemerintah dan anggota-anggota Al-Irsyad. Sebanyak 350 orang anggota Al-Irsyad dikerahkan dari luar Batavia, 187 orang diantaranya dari cabang Surabaya. 

Baik biaya perjalanan dengan mencarter dua gerbong kereta yang disewanya untuk kedatangan dan kepulangannya, maupun akomodasi penginapan dan konsumsi selama di Batavia, semuanya ditanggung penuh dari kocek pribadi Syaikh Umar bin Yusuf Manggus. 

Selain kehadiran Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy yang dengan wibawanya mengawal jalannya Rapat Umum Anggota. Diantara tamu yang diundang dan datang menyaksikan ialah Sayyid Ismail Al-Attas, anggota Volksraad, Mr. van Dawne, Mr. van Huizen dan tamu-tamu kehormatan lainnya, rekan sejawat yang dikenal dekat dengan Manggusy. Agenda terselubung yang tercium oleh Manggusy terkait erat dengan isu Hoofdbestuur maoe koebraken (ingin membubarkan) telah berhasil dia gagalkan, lewat Rapat Umum Anggota yang sukses digelarnya.

Peristiwa penting dan bersejarah, berkat peranan besarnya yang telah tampil tepat waktu dan strategis, disaat situasi jum'iyyah tengah genting dan kritis, Al-Irsyad berhasil diselamatkan "hidupnya" oleh pembela nomor wahidnya Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy. Dari peristiwa ini pula, Manggusy memiliki pengaruh yang amat besar pada masyarakat Hadharim secara umum dengan menggiringnya kepada sikap anti Inggris. Keberhasilannya tersebut, termasuk menyelematkan eksistensi Al-Irsyad yang mendapatkan dukungan dari mayoritas warga koloninya, sekaligus mematahkan sesumbar sumber dan termasuk ngibul yang mengatakan bahwa "Manggusy merupakan tokoh yang tidak disukai dan tidak banyak mempunyai teman di antara orang-orang Arab".

Menjelang masa akhir hayatnya, ditengah usianya yang sudah semakin uzur, hampir mendekati 81 tahun, pada kondisi usahanya diambang pailit, akibat spekulasi "usaha terakhirnya" yang menjadikannya tak lagi kaya raya semasa jayanya. Meski masih diragukan oleh penulia, konon Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy masih sempat menghadiri Kongres Jubilee dan peringatan 25 tahun Al-Irsyad. (Sumber; "Hikayat Kapitein Arab di Nusantara, Nabiel A.Karim Hayaze", hal 32)

Hari terakhir kehadiran Manggusy di arena akbar Al-Irsyad yang diadakan secara besar-besaran di kota Surabaya dari tanggal 26 September 1939, sampai dengan tanggal 1 Oktober 1939 ini, menjadi dalil yang tidak terbantahkan dan merupakan dasar kesepakatan para ahli tarikh yang mutafako'aleih, bahwa isu Al-Irsyad soeda kubraken itu tidak benar. Bahkan pembuat dalil maudhunya pun tampil sebagai sekretaris committe kongres dan turut andil atas suksesnya pelaksanaan Congres Jubelium atau 25 Tahun Al-Irsyad tersebut.

Syaikh Umar Manggusy, sahabat Syaikh Ahmad Surkati

Saat Syaikh Ahmad Surkati kembali ke tanah air dari perjalanan hajinya di tanah suci Mekkah, kunjungannya kepada Raja Abdul Aziz Ibn Saud, ziarah ke Sudan tanah kelahirannya, serta lawatannya dari Universitas Al-Azhar di Cairo, setibanya di Batavia pada 24 November 1928. Kedatangannya yang disambut oleh seluruh lapisan keluarga Besar Al-Irsyad dan elemen masyarakat serta pihak pemerintah, dijemput langsung oleh Syaikh Umar Yusuf Manggusy, dimana kapal P.C. Hooft yang membawanya dari perjalanan panjang, berakhir berlabuh di Pelabuhan Tandjoeng Priok pada pukul 7 pagi. 

Bagi Manggusy, Surkati adalah seorang alim yang menjadi tambatan hati tempatnya berlabuh, menyandarkan harapan akan masa depan perbaikan warga koloninya di Batavia dan generasi yang dirisaukan masa depannya, baik di tanah leluhurnya maupun di almahjar, yang dalam pandangannya akibat terbelenggu oleh tradisi dan adat istiadat yang menjadikannya jauh dari harapan untuk memberikan kemajuan. Baginya Surkati Laksana lentera, karena itu Manggusy sudah menyatakan tekad selama hayat dikandung badan, akan tetap selalu menjaga agar lentera itu tak akan pernah padam.

Bahkan kepada menantunya, Syaikh Hasan bin Saleh Argoebi, ia berwasiat, agar menjadikan Surkati sebagai orang terpenting dalam hidupnya, untuk selalu diperhatikan dan dijaganya, dalam situasi dan kondisi apapun. 

Surkati pernah mengalami masa yang sulit, terancam akan dipidana karena tuntutan secara sepihak yang tidak berdasar dari pihak yang tidak bertanggung jawab, keadaan itu pun segera teratasi berkat jalan keluar dan bantuan dari Hasan Argubi. Demikian pula saat dimana Surkati harus di rawat akibat operasi matanya, hampir setiap hari Hasan Argubi lah yang menemaninya selama dalam perawatan, hingga masa pemulihan, beristirahat untuk waktu yang cukup lama di daerah Kotabatoe Buitenzorg (Bogor).

Surkati pernah di operasi kedua matanya yang kemudian menyebabkannya buta total di RS.CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis), sekarang dikenal sebagai Rumah Sakit Dr.Tjipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. 

Syaikh Umar Yusuf Manggusy, pengusaha tajir nan dermawan

Kapten Arab di Betawi bernama Syekh Umar bin Yusuf Manggusy, namanya sangat termashyur di Betawi sebagai rajanya para juru lelang. Setiap lelang rumah atau tanah, yang ditangani olehnya selalu berbuah kemenangan. Selain itu beliau juga dikenal sebagai pengusaha yang maju dan sukses. Dalam menjalankan usahanya untuk mengelola asset-asset tanah partikelir yang dimilikinya yang sebagian besar diperolehnya dari hasil lelang, Manggusy mendirikan "NV Petodjo Sawah" pada tahun 1908 dan dia sendiri sebagai direktur utamanya.

Lahan milik Manggusy tidak hanya terdapat di Batavia, terutama banyak tersebar di kawasan Weltevreden dan Molenvliet, Mester, Tjempaka Poetih, Kebon Sirih, Petamburan, Palmerah dan disekitar dekat Pelaboehan Tandjoeng Priok dan dilain tempat. Lahan luas miliknya juga dia miliki hingga keluar Batavia seperti di Buitenzorg, Tjitjoeroeg, bahkah yang terjauh di Soekaboemi dan Garoet. Sebagian diantara lahannya tersebut ada yang dikelolanya untuk membuka usaha berbagai perkebunan. 

Disebutkan dalam berita Bataviaasch nieuwsblad, Manggusy berhasil memenangkan lelang lahan bekas peninggalan Catharina Johanna Kijdsmeir, janda Dr. Geerlof Wassink yang lokasinya berada di dekat Landhuis Tapos - Depok, yang dibelinya senilai f1.587.500 atau terbilang Satu Juta Lima Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Gulden.

Di Buitenzorg (Bogor), Syaikh Manggusy juga memiliki sebuah Landhuis yang berada di Bantar Peteh (Bantar Peuteuy), kawasan sejuk yang berada di kawasan Soekasari, berjarak satu pal dari pusat Buitenzorg, atau sekitar 200 meter dari Jalan Raya Pos (bahasa Belanda: De Groote Postweg), disebut juga Jalan Daendels, adalah jalan pos sepanjang 1.000 kilometer di Jawa yang membentang dari Anyer di Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Jalur lokasi Landhuis yang disewa oleh Manggusy itu merupakan jalur yang menghubungkan antara Buitenzorg menuju kawasan puncak di lereng gunung Gede Pangrango.

Selain orang-orang eropa, sangat sedikit sekali dikala itu, bahkan hampir jarang ada warga pribumi dan warga lainnya yang memiliki Landhuis, atau pesenggrahan yang dalam istilah sekarang disebut dengan villa sebagai tempat penginapan untuk melepas penat, biasanya dipergunakan pada setiap akhir pekan. Landhuis milik Syaikh Umar Yusuf Manggusy itu sering pula dipakai untuk menjamu para kolega bisnisnya dan tamu-tamunya secara cuma-cuma.

Disebutkan pula dalam buku "Hikayat Kapitein Arab di Nusantara, Nabiel A.Karim Hayaze", hal 26; selain sebagai seorang raja lelang, eksportir gula, pemilik properti dan pengusaha perkapalan, Syaikh manggusy bersama dengan Abdurrahman Alaijdroes merintis dan membuka perusahaan Omnibusdienst Soeka Madjoe te Tjitjoeroeg yang bergerak di bidang otomobil dan alat transportasi dengan modal awal sebesar f.10.000 dan Syaikh Manggusy menjadi Direktur dari perusahaan tersebut.

Pada tahun 1874, lewat NV Maatschappij 'de Atlas', sebuah pabrik kontruksi kapal di Amsterdam Belanda, Manggusy memesan pembuatan kapal uap jenis cargo. Kapal yang selesai dan mulai beroperasi sebagai perusahaan ekspedisinya sejak tahun 1904 itu dinamakannya dengan "BILLITON" dan berada dibawah bendera perusahaan miliknya sendiri yaitu NV Billiton Maatschappij. 

Tapi sayangnya, kapal yang panjangnya 137.8 kaki dan tinggi 18.9 kaki (ukuran british) ini, yang mengangkut jasa angkutan cargo Batavia - Singapura dengan mengambil rute melalui kepulauan Natuna dan Anambas, menabrak terumbu karang dan tenggelam di Great Natuna pada 16 Desember 1906.

Sebagai pengusaha tajir, banyak lahan yang dimiliki oleh Manghusy diberikan untuk kepentingan umum, antaranya saat perluasan dan pembangunan stasiun Manggarai pada tahun 1914 - 1918, yang diberikannya kepada Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij. 

Meski disebut bahwa Manggusy telah menjual sebagian kecil dari tanahnya yang luas di Djatibaroe seluas 2.5 hektar untuk pembangunan Rumah Sakit Koninklijke Paketvaart Maatschappj (KPM) "Djati Baroe".Tapi jumlah yang lebih besar dari lahannya tersebut, justru dia hibahkan dan diberikan secara cuma-cuma, yang pendirian rumah sakit ini memang sengaja dibangun sebagai fasilitas perawatan pegawai perusahaan KPM dan buruh kapal, dimana Manggush pernah menjadi bagian dari usahanya dalam dunia pelayaran. Baik sebagai pemilik kapal cargo BILLITON, maupun keikut sertaannya sebagai salah satu pemegang saham di perusahaan kapal angkutan penumpang. 

Dikutip dari profil Rumah Sakit PELNI, sejarah keberadaan Rumah Sakit ini merujuk pada catatan historis yang diambil dari laporan arsitek "Het Nieuws van de Dag van Nederlandsch Indie tanggal 12 Desember 1915", sebagai cikal bakal berdirinya Rumah Sakit tersebut yang pada masa Hindia Belanda masih bernama Koninklijke Paketvaart Maatschappj (KPM) "Djati Baroe". Peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan gedung dilakukan pada pertengahan tahun 1914, dengan kontraktor F. Stoltz, meliputi luas lantai 7.754 M2 di atas area tanah seluas 30.000 M2 (Berdasar verpondings nommer 13891 meliputi areal tanah seluas 28.650 M2 yang didapat dari Sech Oemar bin Joesoef Mangoes tanggal 18 Januari 1913).

Sebagai tokoh yang memiliki sifat kedermawanan untuk tujuan sosial kemasyarakatan, sosok Syaikh Umar bin Yusuf Manggush dilukiskan oleh Nabiel A.Karim Hayaze sebagai berikut; "selain kontribusinya yang sangat luar biasa terhadap kelahiran organisasi Al-Irsyad, ia merupakan salah seorang yang berhasil membeli tanah dengan harga sangat murah untuk pembangunan 'Kali Bandjir Kanal'. Bahkan pada tahun 1920, ia telah mendermakan sejumlah 'sepuluh ribu guilders' untuk pembangunan Klinik Kelahiran dan juga sebuah unit rumah sakit untuk penyakit menular". Hikayat Kapitein Arab di Nusantara" , halaman 32.

Masa kejayaan Syaikh Umar Manggusy, sebagai salah satu orang terkaya di Batavia, usahanya kian menurun dan diambang pailit, konon sejak Ia menjalin kerjasama perdagangan gula dengan seorang pengusaha Tionghoa asal Semarang. Usaha yang belum pernah digeluti sebelumnya itu, sempat diberikan saran dan nasehat oleh sahabatnya Surkati, tapi sayangnya, saran itu tidak digubrisnya, bahkan dengan nada seloroh, dimintanya kepada Surkati untuk fokus pada mengajar.

Beberapa properti miliknya kemudian mulai dijual satu persatu guna menutupi kerugian usahanya, sebagaimana yang telah diberitakan dalam koran Swara Publiek.No.167, 30 Juli 1930, dengan total penjualan f1.103.500.000,-

Meski banyak orang yang tidak percaya, dan menjadi bahan pembicaraan yang ramai dibicarakan orang di Betawi, pada akhirnya sebuah surat kabar yang terbit di Batavia, memberitakan tentang Syaikh Oemar Mangoes yang failliet dalam usahanya. Manggusy telah menderita kerugian yang cukup besar setelah berspekulasi dan berpekara dalam perniagaan gula dengan NV Kian Gwam, bagian anak perusahaan yang dirintis oleh Oei Tiong Ham.

Koran Sin Tit Po yang terbit pada hari kemis, 5 Januari 1931, memuat berita khusus tentang pailitnya Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy. Dalam berita digambarkan pula sosoknya sebagai Kapitein dari bangsa Arab yang terpandang, kaya raya dan berpengaruh, bergaul sangat luas dengan semua kalangan, baik dari golongan Indonesier maupun kulit putih. 

Disebutkan pula jasa-jasanya yang telah banyak memberikan kontribusi positif kepada pemerintah untuk kesejahteraan dan kemajuan warga koloninya. Meski sesulit persoalan yang tengah dihadapi oleh bangsa Arab di Batavia, sebagai seorang kepala koloni, Manggusy dapat berhasil mencarikan jalan keluarnya secara adil dan bijak. Atas jasanya itulah ia pun kemudian mendapatkan penghargaan dari Ratu Wihellmina, yaitu Ridder in de Orde Van Nassau. 

Dalam koran Sin Tit Po itu pula disebut bahwa, pada tahun 1916, Syaikh Umar tercatat pernah memberikan bantuan untuk pekerjaan perbaikan saluran air di Ibu kota Batavia, yang manfaatnya sangat besar bagi kepentingan untuk rakyat banyak. Demikian pula lahannya yang telah dia hibahkan kepada pemerintah untuk relokasi pemukiman padat penduduk seluas 1.5 bouw, atau 10600 m2 di Manggarai dan 10 bouw, atau 71.000 m2 di Petojo. 

Sebagian dari kutipan koran Sin Tit Po 1931


Jabatan Hoofd der Arabieren Syaikh Umar Manggusy 

Syaikh Umar Yusuf Manggusy atau dalam catatan pemerintah Belanda namanya ditulis Sech Oemar bin Joesoef Mangoes, resmi dilantik sebagai Hoofd van der Arabieren en alle andere vremde Oosterlingen van Batavia dengan gelar Kapitein der Arabieren pada 28 Desember 1902, dihadapan Willem Rooseboom yang saat itu menjabat sebagai Gouverneur-Generaal Nederlandche Indie di Batavia. Posisi jabatan tersebut menggantikan Sayyid Omar bin Hasan bin Hassan bin Achmad al-Aidid yang telah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Hoofd der Arabieren di Batavia sejak tahun 1895.

Dalam kedudukannya sebagai kepala Golongan Arab di Batavia, akibat dari kebijakan pemerintah kolonial Belanda dalam rangka memberikan pengawasan yang ketat terhadap orang-orang Arab, Syaikh Umar Yusuf Manggusy dibantu oleh Sech Ali bin Abdoellah bin Asir yang digelari Luitenant der Arabieren. Selama dalam menjalankan masa tugasnya sebagai Hoofd der Arabieren, Manggusy acap kali respect dalam mengurusi segala bentuk persoalan warga koloninya.

"Perkara Weltevreden Antara orang Arab", adalah judul dalam sebuah berita yang dimuat pada koran Sin-Po, dimana dalam koran itu menggambarkan peran seorang Manggusy manakala berusaha menyelesaikan konflik yang terjadi pada warga koloninya di kawasan Tanah Abang. 

Syaikh Umar Yusuf Manggusy bertaburkan medali bintang dan penghargaan selama menduduki jabatannya sebagai Kapitein der Arabieren, antaranya adalah Overige Buitenlandse Orden dan dua kali mendapatkan medali Orde van Oranje-Nassau. Yang terakhir, Ordo Oranye - Nassau merupakan gelar kebangsawanan Belanda atas dasar jasa-jasa khusus terhadap masyarakat.

Sebagai sosok yang anti Inggris, sebagaimana yang telah dilaporkan oleh WN Dunn, Konsul Jenderal Inggris di Batavia, Syaikh Umar Yusuf Manggusy pernah pula menerima penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Pemerintah Turki di Istambul atas kontribusinya saat pembangunan jalan di Hejaz, jalan raya yang dibangun guna kepentinggan kemudahan fasilitas transportasi jamaah haji di Mekkah. 

Syaikh Umar Yusuf Manggusy mengakhiri masa tugasnya sebagai Kapitein Hoofd Arabieren setelah menjalankan tugasnya dengan baik selama kurang lebih 29 tahun. Semua urusan tektek bengek yang menyangkut persoalan perkara yang besar hingga kecil orang-orang di Batavia, telah dia selesaikan dan tunaikan dengan cukup arif dan bijak. Karena itu saat pengunduran dirinya secara terhormat dengan menunjuk menantunya untuk melanjutkan kedudukannya sebagai pejabat Kapitein Arabieren di Batavia, dapat disetujui dan diterima oleh semua pihak. 

Koran Sinar Deli

Syaikh Umar bin Yusuf Manggusy resmi mengundurkan diri secara TERHORMAT sebagai kepala Golongan Arab di Betawi pada tanggal 31 Januari 1931, jabatan itu kemudian diteruskan oleh menantunya Syaikh Hassan Argoebi, murid sahabat seperjuangannya, Syaikh Ahmad Surkati. 

Syaikh Hassan Argoebi adalah alumnus Al-Irsyad di Batavia asal kota Pekalongan yang setia menemani hari-hari Surkati hingga wafatnya, sejak setelah kedua mata Surkati tidak lagi dapat melihat (buta total).

Syaikh Syaikh Umar Yusuf Manggusy wafat pada tahun 1940 dalam usia 81 tahun. Hikayat Kapitein Arab di Nusantara" , halaman 30. Jenazahnya dilepas dengan haru biru di pemakaman wakaf Said Naum di Tanabang yang dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama dari kalangan keturunan Arab di Batavia, tidak terkecuali oleh keluarga besar Al-Irsyad. Bahkan ustadz Abdullah Agil Badjerei yang kala itu masih berkedudukan sebagai Hoofdbestuur (Pengurus Besar) Al-Irsyad, hadir sebagai perwakilan dari keluarga Almarhum.

Sejumlah pejabat Belanda tampak menghadiri pemakamannya, baik yang datang sebagai perwakilan dari Gouverneur-Generaal dan para pejabat lainnya seperti wakil resident Batavia, Patih, hoofd-Djaksa van Batavia dan pimpinan Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij. Berita akan wafatnya juga ditulis dalam berbagai surat kabar dengan ucapan dan ungkapan duka cita, salah satunya dimuat dalam "Soerabaijash Handelsblad 12 April 1940". Itu semua menunjukan bahwa beliau adalah orang yang sangat dihormati dan dibanggakan, sebagaimana pujian dan penghargaan yang selama hayatnya telah ia terima dengan bertaburkan bintang dan penghargaan.

Belum ada Komentar untuk "Syaikh Umar Manggusy, pembela Al-Irsyad nomor wahid"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel