Makna dan Sejarah di Balik Lambang Al-Irsyad Al-Islamiyyah



Logo organisasi merupakan pembeda visual yang esensial antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Sebuah logo yang dirancang dengan baik mencerminkan filosofi dan misi organisasi, menjadi identitas yang kuat. Hal ini berlaku pula untuk logo Al-Irsyad Al-Islamiyyah, atau singkatnya Al-Irsyad. Nama dan logo ini adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, pertama kali dideklarasikan pada 6 September 1914 di Jalan Jatibaru, Tenabang, dekat Petamburan. Awalnya, nama lengkapnya adalah Jam'ijjah Al Ishlaah wal Ersjad al 'Arabijjah, namun kata 'al-Arabijjah' kemudian diganti menjadi 'al-Islamijjah' sebagai tanda keterbukaan organisasi setelah melewati berbagai regulasi ketat yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Tidak hanya nama, logo Al-Irsyad pun tetap konsisten sejak pertama kali diciptakan hingga sekarang. Setiap detail simbol dalam logo bukan sekadar gambar, tetapi memiliki arti dan makna yang mendalam. Oleh karena itu, simbol-simbol dalam logo tersebut memiliki tafsir resmi sejak zaman dahulu kala. Terdapat tujuh simbol dalam logo yang sudah ditafsirkan secara resmi, yaitu: hati, dua sayap di kiri dan kanan, dua kitab dengan huruf ق dan ح, penghubung dua kitab dengan huruf ض di dalamnya, sisir, tangan yang menggenggam sisir, dan obor.

Logo ini bukan hanya sebuah identitas visual, melainkan juga menggambarkan nilai-nilai dan tujuan organisasi yang tetap relevan hingga saat ini. Dengan memahami makna di balik setiap simbol, kita dapat lebih menghargai sejarah dan perjuangan panjang yang telah dilalui oleh Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Al-Ustadz Muhammad Munief Allahyarhamuh adalah salah satu tokoh terpenting dalam sejarah awal Al-Irsyad. Sebagai murid langsung dari Syekh Ahmad Surkati rahimakumullah di Madrasah Al-Irsyad Jakarta, ia kemudian menjadi pencipta logo Al-Irsyad yang monumental.

Menurut keterangan Letnan Kolonel Iskandar Idris (alm.), seorang alumni Al-Irsyad Pekalongan dan murid Ustadz Muhammad Munif, ide merancang lambang Al-Irsyad berasal dari Ustadz Muhammad Munif sendiri. Ia melemparkan ide tersebut kepada murid-muridnya, kemudian menyempurnakannya. Hasilnya adalah logo yang hingga kini masih digunakan sebagai lambang resmi Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Ironisnya, muncul seseorang yang baru kemarin sore tanpa rasa malu mengklaim logo Al-Irsyad sebagai ciptaannya. Namun, klaim ini terbantahkan oleh keputusan Hakim di Pengadilan Tata Niaga Jakarta. Husen Maskati, yang mengaku-ngaku sebagai pencipta logo, kalah di persidangan setelah digugat oleh Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Penulis sendiri hadir dan tidak pernah absen mengikuti jalannya persidangan demi persidangan, bahkan sempat berangkat sejak pagi buta dari Bogor. Saat itu, penulis harus mampir ke kantor pos besar di Pasar Baru untuk mendapatkan "tjap" sebagai syarat legalitas atas kesaksian Ustadz Muhammad Bawazir, yang kala itu masih hidup dan tinggal di kampung Panaragan Kidul di Kota Bogor. Ustadz Muhammad Bawazir adalah alumnus Al-Irsyad Pekalongan, didikan Al-Ustadz Muhammad Munif.

Kisah ini bukan sekadar memuat fakta sejarah, melainkan juga menggambarkan dedikasi dan perjuangan tokoh-tokoh Al-Irsyad dalam mempertahankan integritas dan warisan organisasi. Melalui cerita ini, kita dapat lebih menghargai peran penting Al-Ustadz Muhammad Munif dalam membentuk identitas visual Al-Irsyad yang masih bertahan hingga kini.

Salah satu tokoh yang gigih memperjuangkan hak paten atas logo Al-Irsyad adalah Ridho Baridwan, SH. Secara kebetulan, gedung yang digunakan untuk memperkarakan klaim palsu atas logo Al-Irsyad adalah bekas gedung sekolah Al-Irsyad di Jalan Gajah Mada No.17, yang dahulu bernama Jalan Mangga Besar 17 di tepian kanal Molenvliet West. Dahulu, gedung sekolah tersebut dipinjamkan secara cuma-cuma oleh pemiliknya, Syekh Umar Yusuf Manggusy, tokoh nomor satu di Al-Irsyad. Di gedung sekolah ini pula pernah dilangsungkan Rapat Umum Anggota Al-Irsyad yang bersejarah pada 15 Februari 1920, setelah terjadi kisruh internal yang hampir membuat Al-Irsyad terancam bubar.

Setelah klaim palsu Husen Maskati yang mengaku sebagai pencipta logo Al-Irsyad gagal di pengadilan, muncul plagiator baru. Pada tahun 2007, sekelompok orang membentuk perkumpulan baru dengan nama yang sama dengan organisasi yang telah didirikan sejak 6 September 1914. Tidak hanya nama, mereka juga meniru logo Al-Irsyad. Mereka mencuri elemen-elemen dari logo asli Al-Irsyad, mengubah sisir yang digenggam erat menjadi bulan sabit dan obor menjadi bintang.

Kisah perjuangan mempertahankan hak paten ini tidak hanya menunjukkan dedikasi tokoh-tokoh Al-Irsyad dalam menjaga integritas organisasi, tetapi juga menggambarkan betapa pentingnya warisan sejarah dan identitas visual bagi sebuah organisasi. Perjuangan Ridho Baridwan, SH dan tokoh-tokoh lainnya dalam mempertahankan keaslian logo Al-Irsyad adalah bukti nyata bahwa sejarah dan identitas tidak bisa begitu saja diubah atau diambil alih oleh pihak lain.

Simbol sisir dalam logo Al-Irsyad memiliki makna yang sangat penting, yaitu melambangkan al-musaawaa atau persamaan. Prinsip al-musaawaa inilah yang menjadi salah satu alasan berdirinya jum'iyyah Al-Irsyad, yang berawal dari fatwa Syekh Ahmad Surkati di kota Solo tentang kafaah. Surkati sangat memperhatikan fenomena ketidakadilan sosial yang terjadi pada masa itu. Ketika mulai mengajar di Jamiatul Kher, ia menciptakan sebuah syair yang menjadi hafalan wajib bagi murid-muridnya, berjudul "al-Ummahatul Akhlaq." Salah satu penggalan syair tersebut berbunyi:

ا فخر بالزي ولا بالنسب ولا بجمع ورق أو ذهب

لكنه بالعلم والآداب والدين مصباح أولى الألباب

"Tidak ada kebanggaan pada fisik atau nasab keturunan. Dan bukan pula pada banyaknya harta. Akan tetapi kebanggaan adalah dengan ilmu dan adab. Dan agama adalah lentera orang-orang berakal."

Prinsip musaawaa ini juga dianggap sebagai inspirasi bagi kebangkitan bangsa Indonesia, yang berjuang untuk menjadi sejajar tanpa ada perbedaan dengan bangsa penjajah dan kaum feodal yang dijadikan boneka di negeri jajahan. Berkat jasa dan upaya Syekh Ahmad Surkati dalam mendorong kemerdekaan individu bangsa Indonesia dengan menumbuhkan rasa percaya diri, Bung Karno menjulukinya sebagai "Aba Ruuh Al Jalil."

Cerita ini menggambarkan betapa pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam simbol-simbol Al-Irsyad, serta peran besar Syekh Ahmad Surkati dalam memajukan pemikiran dan semangat perjuangan bangsa Indonesia. Melalui prinsip al-musaawaa, Surkati mengajarkan bahwa kebanggaan sejati tidak terletak pada status sosial atau kekayaan, tetapi pada ilmu, adab, dan agama yang menjadi pencerahan bagi orang-orang yang berakal.

Logo Al-Irsyad dan tafsirnya adalah simbol yang mewakili visi dan misi organisasi ini. Logo tersebut merupakan hasil karya seni murid-murid sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah pada era 1930-an di Pekalongan. Dengan bakat dan kemampuan seni rupa mereka, logo ini kemudian dirancang ulang dan disempurnakan oleh Al Ustadz Muhammad Munif almaghfirlahu. Logo yang resmi digunakan hingga kini ini memaksimalkan pesan-pesan Jum'iyyah Al-Irsyad serta cita-cita dan tujuan para pendirinya dalam bentuk lambang dan gambar.

Karya intelektual seni rupa ini telah menjadi hak paten milik Jum'iyyah Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Ada tujuh simbol dalam logo Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang telah ditafsirkan secara resmi:

1. Bentuk Hati

Melambangkan ikatan jum'iyyah, persatuan kelompok orang yang memiliki cita-cita dan aqidah yang sama, yakni Islam.

2. Dua Sayap di Kiri dan Kanan

Melambangkan bahwa perhimpunan Al-Irsyad ditopang oleh kekuatan kaum muslimin maupun muslimat (pria dan wanita).

3. Dua Kitab

Kitab yang di atas dengan huruf ق (QOF) dan kitab yang di bawah dengan huruf ح (HA), dengan punggung kitab di sebelah kanan untuk yang atas dan di sebelah kiri untuk yang bawah, melambangkan Al-Qur'an dan Al-Hadits (Sunnah Rasulullah) sebagai dua sumber pokok hukum Islam yang menjadi dasar pegangan perhimpunan.

4. Perangkai Dua Kitab dengan Huruf ض (DHAD)

Melambangkan spesifikasi bahasa Arab yang tidak dimiliki ejaan bahasa lainnya, sebagai bahasa utama untuk menggali Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta sebagai bahasa persatuan umat Islam.

5. Sisir

Melambangkan al-Musaawaa atau persamaan derajat antara manusia sebagaimana diajarkan oleh Islam. Sisir, meski panjang gigi-giginya berbeda-beda, namun tingginya tetap sama. Prinsip ini bertolak dari Hadits Nabi Muhammad saw.:

   "Al muslimuuna sawaasiyyatun ka asnaanil musyut"

   "Orang-orang Islam itu mempunyai kedudukan yang sama antar sesama seperti ratanya gigi-gigi sisir."

Sisir ini memaknai kesamaan dan kebersamaan.

6. Tangan yang Menggenggam Tangkai Penopang Sisir

Melambangkan bahwa seluruh Irsyadiyyin dan irsyadiyyat berkewajiban untuk memegang teguh dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip persamaan tersebut di manapun mereka berada.

7. Obor

Melambangkan pelita yang memberi penerangan. Bahwa perhimpunan ini memiliki misi dan tujuan untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang ajaran Islam yang benar sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur'an dan Al-Hadits.

Logo ini tidak hanya sekadar simbol visual, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai inti dan tujuan luhur Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Setiap elemen dalam logo membawa pesan mendalam yang telah ditafsirkan dan dihormati oleh para anggotanya sepanjang sejarah.

ARTI KESELURUHAN LAMBANG

Lambang Al-Irsyad Al-Islamiyyah memberikan makna yang mendalam dan komprehensif. Lambang ini menggambarkan bahwa Al-Irsyad Al-Islamiyyah merupakan sebuah jum'iyyah yang ditopang oleh seluruh kaum muslimin dan muslimat. Perhimpunan ini senantiasa berpegang teguh dan menjunjung tinggi prinsip al-Musaawaa atau persamaan derajat, sebagaimana diajarkan oleh Islam.

Prinsip al-Musaawaa menjadi fondasi yang kuat dalam organisasi ini, menekankan bahwa setiap individu memiliki derajat yang sama di hadapan Allah SWT, tanpa memandang status sosial, keturunan, atau kekayaan. Prinsip ini tercermin dalam elemen sisir dalam logo, di mana gigi-gigi sisir yang berbeda panjang namun sama tinggi melambangkan kesetaraan dan kebersamaan.

Selain itu, lambang ini juga mencerminkan tujuan Al-Irsyad Al-Islamiyyah untuk memberikan penyuluhan dan penerangan kepada seluruh masyarakat tentang ajaran Islam yang benar, sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah (Al-Hadits). Al-Qur'an dan Al-Hadits, yang keduanya menggunakan bahasa Arab, menjadi sumber pokok hukum Islam dan dasar pegangan perhimpunan ini.

Melalui lambang ini, Al-Irsyad Al-Islamiyyah menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan kebenaran dalam ajaran Islam. Lambang ini bukan hanya sebuah identitas visual, tetapi juga simbol dari nilai-nilai luhur yang menjadi panduan bagi seluruh anggota Al-Irsyad Al-Islamiyyah dalam menjalankan misi dan visinya.

Dengan memahami makna di balik lambang ini, kita dapat lebih menghargai dan memahami sejarah, tujuan, serta perjuangan panjang yang telah dilalui oleh Al-Irsyad Al-Islamiyyah dalam membentuk identitas dan kontribusinya bagi umat Islam dan masyarakat luas.
 

Bogor, 5 Ramadhan 1439H
Abdullah Abubakar Batarfie


 Al ustadz Muhammad Munif


Posting Komentar untuk "Makna dan Sejarah di Balik Lambang Al-Irsyad Al-Islamiyyah"