Al-Irsyad, Setelah Lebih Seabad Berkiprah

Al-Irsyad, Setelah Lebih Seabad Berkiprah, Oleh: Hamid Abud Attamimi

Al-Irsyad sebagai Museum Besar

Seratus sebelas tahun seharusnya bukan sekadar deretan angka, apalagi hanya tampilan logo. Sebab sekalipun itu menjelaskan rentang waktu yang telah dijalani, dari kelahiran hingga saat ini, sekalipun itu menyimpan cerita sebuah dinamika, tetapi ia tidak menguraikan sebuah pencapaian.

Al-Irsyad Al-Islamiyyah sebagai sebuah organisasi kemasyarakatan berbasis anggota lahir bukan tanpa misi besar yang mengiringi kelahirannya. Ada pikiran, cita-cita, harapan, juga hal-hal di luar sana yang menggumpalkan keyakinan bahwa pendidikan adalah pilihan logis dan mutlak untuk menyadarkan umat, bahwa perubahan hanya lahir jika diperjuangkan.

"Jika hanya ini misi dan makna Al-Irsyad, yaitu sebagai 'museum', maka telah memadai untuk dieksplorasi".

Ada puluhan, bahkan mungkin ratusan dosen, mahasiswa, serta peneliti dalam dan luar negeri yang bergelut untuk mencari tahu tentang siapa Syaikh Ahmad Surkati, ide-idenya, pemikirannya, kiprahnya, bahkan pernak-pernik kedatangannya, konflik batinnya, serta sahabat dan orang-orang yang kurang menyukainya.

Ada banyak tulisan ilmiah tentang Syekh Ahmad, baik itu skripsi, tesis, maupun disertasi. Apakah ini semua menjadi bukti pencapaian Al-Irsyad?.

Insyaa Allaah kita semua sepakat, sama sekali bukan itu yang menjadi parameter pencapaian atau prestasi Al-Irsyad. Memang tidak banyak organisasi di Indonesia ini yang bertahan lebih dari seabad, dan itu menjadi bukti bahwa Al-Irsyad Al-Islamiyyah punya kekuatan. Semua ini harus kita syukuri sebagai rahmat Allaah Subhanahu wa Ta'ala.

Banyak peneliti mengakui, faktor penentu yang membuat Al-Irsyad tetap eksis adalah karena Syaikh Ahmad Surkati membangun organisasi ini dengan bertumpu pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tanpa menafikan perkembangan dan kemajuan zaman. Bahkan, beliau merekomendasikan agar mengambil faedah dari segala alat dan cara teknis, organisasi, dan administrasi modern yang bermanfaat bagi pribadi dan umat, selama tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini semua termaktub dalam butir-butir Mabadi’ Al-Irsyad.

Al-Irsyad sebagai Wadah Perjuangan

Sesungguhnya masalah organisasi atau lembaga masih dan akan terus menjadi hal besar yang tanpanya akan sulit bahkan mustahil bagi manusia untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar dan tujuan-tujuan mulia. (Syaikh Ahmad Surkati)

Perjuangan bukan teriakan-teriakan heroik menggelegar, apalagi sekadar pidato dari podium ke podium. Menjadi narasumber dari seminar ke podcast, atau menulis di setiap koran serta media sosial.

Bahwa berpidato, menjadi narasumber, serta menulis bisa menjadi sarana menjelaskan dan memotivasi orang untuk sama-sama berjuang, itu tak boleh kita tolak. Tetapi yang amat naif adalah jika perjuangan tak menyentuh sama sekali akar masalah dan problem utama: mengapa organisasi ini tak menampilkan performanya sebagai organisasi yang telah berusia lebih dari satu abad.

Pengurus, baik di Pusat, Wilayah, maupun Cabang, tidak melulu dipilih karena memiliki basis suara, tetapi karena dianggap punya kapasitas serta kapabilitas dalam mengemban amanah. Kompetensi tentu jelas memadai, tetapi niat tulus untuk menjalankan organisasi, menunaikan harapan anggota, serta menuntaskan amar Muktamar, Musyawarah Wilayah, dan Musyawarah Cabang hanya terwujud jika ada rencana serta program yang dijalankan.

Mengapa Muktamar yang setiap lima tahun diselenggarakan dan kini sudah melampaui angka 40, sering berhenti pada ketukan palu dan tumpukan bundel keputusan serta ketetapan?

Tanpa bermaksud mencari siapa dan apa yang salah, hal yang mutlak adalah setiap pengurus harus memahami sejarah dan misi utama Al-Irsyad, sebab Al-Irsyad bukan rumah kosong. Dari pemahaman yang utuh, kita bisa berharap kesamaan gerak serta langkah, juga ketepatan solusi yang diberikan.

Belajar dari pengalaman adalah bukti kebijakan serta kedalaman pemikiran dan perasaan seseorang. Itu hanya mungkin dijalankan oleh pribadi-pribadi yang rendah hati, yang tidak memandang perbedaan sebagai sekat pemisah.

Organisasi memang kumpulan pribadi-pribadi, tetapi ia bukanlah sarana untuk menjalankan misi atau kepentingan pribadi maupun kelompok. Lebih dari dua dasawarsa lalu, organisasi ini pernah menghadapi kelompok internal yang menjalankan agenda terselubung.

Alhamdulillaah, pertolongan Allaah membersamai kita. Jangan lupa pada kesetiaan cabang serta yayasan. Para avonturir itu tergilas oleh kesombongan dan keangkuhannya, dan jangan lupa, mereka bahkan lebih fasih daripada kita dalam mengulas ayat dan hadits.

Berkaca dari hal-hal tersebut, dan karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa sejarah tidak akan berulang, maka soliditas internal harus jadi acuan bersama.

Soliditas tidak dibangun semata dalam struktur formal, tetapi dalam kesamaan pikiran dan perasaan: dengan menjalankan program yang memang jadi tumpuan serta harapan bersama.

Wilayah, cabang, dan yayasan bukan statistik untuk memenuhi syarat formal undang-undang keormasan, atau sekadar angka untuk memenuhi quorum musyawarah. Jumlah sekolah, pesantren, perguruan tinggi, rumah sakit, bukan semata objek kuesioner. Inilah rahmat dan karunia Allaah, sekaligus amanah yang kita emban bersama.

Tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai kebaikan, karena kebaikanlah yang terus harus kita bagi kepada umat.

Al-Irsyad telah melewati lebih dari seabad, dan kita berharap seabad mendatang pun Al-Irsyad tetap berkhidmat bagi kemaslahatan. Hanya dengan inilah kita menjadi penerus perjuangan Allaah Yarham Ahmad Surkati.

Maka tak ada jalan lain: kita harus terus bergerak, belajar, bertanya, mendengar. Apalagi jika pendidikan menjadi tumpuan perjuangan, tentu tanpa menafikan dakwah, sosial, dan ekonomi.

Insyaa Allaah dengan penguatan pendidikan, akan lahir anak didik yang berbasis Al-Qur’an dan Sunnah, serta berakhlak karimah. Dengan itu, kita sekaligus menyiapkan kader bagi lahan dakwah serta sosial ekonomi.

Kita wajib melepaskan pakaian malas dan turun ke lapangan pekerjaan, serta terus saling memberi nasihat dalam kebaikan dan kesabaran. (Syaikh Ahmad Surkati)

Tantangan dan hambatan tak pernah hilang dengan memejamkan mata atau menganggapnya tak pernah ada.

Cara atau perilaku seperti itu hanya dilakukan oleh mereka yang picik. Maka hadapilah tantangan apapun, ubahlah tantangan menjadi peluang dan kesempatan.

Sebesar apapun perbedaan dengan cabang serta yayasan, apalagi ia institusi resmi yang bahkan disebut dalam Anggaran Dasar, aspirasinya harus didengar.

Bagaimana jika pilihannya justru sebaliknya?. Setiap pilihan punya konsekuensi, dan setiap pilihan menunjukkan kapasitas yang memilih.

Al-Irsyad memang sampai saat ini belum mempunyai Pimpinan Pusat sekuat Muhammadiyah, tetapi bukan berarti Pimpinan Pusat tak bisa kuat. Kekuatan tidak bisa dibangun sendiri, harus ada kebersamaan melalui sikap saling menghargai.

Menuju Al-Irsyad Kuat yang Menjunjung Tinggi Akhlak!. Ditulis sebagai sumbangsih pikiran untuk menyambut Milad Al-Irsyad Al-Islamiyyah ke-111 (6 September 1914 – 2025).

Cirebon, 05 September 2025


Tanggapan untuk Tulisan Bang Hamid Abud
"Al-Irsyad sebagai Museum Besar"

Tulisan reflektif dari Bang Hamid Abud ini sungguh memberi nafas baru bagi kami, kader-kader yang masih belajar menapak jejak sejarah Al-Irsyad. Cara beliau mengurai peran Al-Irsyad sebagai museum besar sekaligus wadah perjuangan mengingatkan kita bahwa sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin yang harus dijaga dan sekaligus pintu yang harus terus dibuka menuju masa depan.

Bagi saya pribadi, tulisan ini meneguhkan keyakinan bahwa Al-Irsyad berdiri bukan hanya karena jasa Syekh Ahmad Surkati sebagai pendiri, tetapi juga karena kesinambungan perjuangan kader-kadernya dari generasi ke generasi. Itulah sebabnya sejarah harus terus dirawat, dibaca, dan dijadikan pelajaran berharga agar cita-cita awal para pendiri tidak sekadar jadi romantisme, melainkan energi untuk bergerak.

Namun, dalam semangat apresiasi itu, saya pun merasa perlu menambahkan catatan kritis yang sejalan dengan apa yang Bang Hamid sampaikan: bahwa Al-Irsyad hari ini harus benar-benar berani keluar dari jebakan formalitas, sekadar Muktamar, palu sidang, dan bundel ketetapan, menuju organisasi yang benar-benar hidup di tengah umat. Tantangan kita di abad kedua ini bukan lagi sekadar menjaga eksistensi, tetapi memperkuat substansi perjuangan, terutama di bidang pendidikan, dakwah, sosial, dan ekonomi umat.

Kritik Bang Hamid tentang lemahnya tindak lanjut hasil musyawarah adalah cermin yang tajam, dan memang harus kita akui dengan jujur. Sebab kalau tidak ada keberanian untuk mengakui kelemahan, maka organisasi hanya akan berjalan di tempat. Di sinilah menurut saya pentingnya membangun soliditas substantif, yakni kesamaan visi, langkah, dan aksi nyata, bukan hanya soliditas administratif.

Refleksi Milad ke-111 ini semestinya menjadi momentum kita semua, dari pusat hingga cabang, dari yayasan hingga amal usaha, untuk tidak sekadar menatap ke belakang dengan bangga, tetapi menatap ke depan dengan keberanian. Karena perjuangan, sebagaimana kata Syekh Ahmad Surkati, bukanlah retorika atau gelora sesaat, melainkan kerja panjang, konsisten, dan penuh keikhlasan.

Bersama Bang Hamid Abud Attamimi (kiri)
Pembukaan Muktamar 40 Al-Irsyad Al-Islamiyyah
 di kota Bogor

Terima kasih Bang Hamid, atas renungan yang menohok sekaligus menyemangati ini. Semoga Al-Irsyad terus menjadi rumah yang hidup, kokoh di atas Al-Qur’an dan Sunnah, terbuka terhadap perkembangan zaman, serta teguh dalam memperjuangkan kemaslahatan umat.

Menuju Al-Irsyad yang kuat, yang menjunjung tinggi akhlak karimah dan ukhuwah jama'i.

Bogor, 5 September 2025,
Abdallah Abubakar Batarfie

Posting Komentar untuk "Al-Irsyad, Setelah Lebih Seabad Berkiprah"