Jejak Agung Pasarean Sukaraja: Warisan Leluhur dan Ketokohan Raden Wiradinata
Siapa sangka, di balik nama sebuah tempat yang tampak sederhana, tersimpan jejak sejarah besar yang nyaris terlupakan. Kampung Sukaraja di Bogor, atau yang oleh masyarakat setempat disebut dengan nama Pasarean Sukaraja, bukanlah sekadar perkampungan biasa. Kawasan ini merupakan situs bersejarah yang menyimpan banyak pusara para tokoh terkemuka di zamannya, para pemimpin lokal dari masa lalu yang perannya tak kalah penting dari tokoh-tokoh besar yang lebih sering disebut dalam buku sejarah. Di sinilah dimakamkan dua tokoh sentral dalam sejarah awal Bogor: Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata dan puteranya, Raden Adipati Aria Wiradireja.
Pasarean Sukaraja menjadipenanda penting bagi jejak kekerabatan antara para bangsawan dari Banten dan Pajajaran. Para tokoh yang dimakamkan di kawasan ini, serta di Tanah Baru dan Cimahpar, memiliki hubungan darah yang erat melalui jaringan pernikahan antara trah menak Sunda dan bangsawan Banten. Hubungan ini memperlihatkan betapa eratnya keterkaitan kultural dan politik antara dua wilayah besar di Tatar Sunda, sekaligus mempertegas posisi Sukaraja sebagai salah satu poros peradaban lokal yang memiliki pengaruh luas. Pangeran Sogiri dari Banten dan Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata dari trah Pajajaran adalah contoh nyata dari silsilah yang menyatu dalam satu garis keturunan yang sama, yang jejaknya kini terlacak lewat makam-makam yang tersebar di kawasan Bogor utara.
Nama Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata sendiri telah diabadikan secara resmi oleh pemerintah melalui penamaan sebuah ruas jalan di Kota Bogor. Namun di kalangan masyarakat setempat, nama ‘Sukaraja’ masih begitu kuat dan hidup. Seolah waktu enggan menghapus identitas lokal yang telah mengakar dalam memori kolektif warga. Sebutan "Pasarean Sukaraja" pun tetap digunakan untuk menyebut lokasi pemakaman bersejarah ini, seakan menjadi cara masyarakat menjaga warisan yang tak ternilai.
Dalam sejarah panjang pertumbuhan Bogor, baik sebagai kota maupun wilayah administratif yang kini terbagi menjadi Kota dan Kabupaten, peran Raden Adipati Aria Wiradinata dan puteranya sangat sentral. Bersama saudaranya, Raden Panji, mereka merupakan figur utama dalam pembentukan sistem pemerintahan lokal awal yang menghubungkan elite pribumi dengan struktur kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Ketika Baron Van Imhoff membentuk struktur pemerintahan Buitenzorg dengan menyatukan sembilan distrik pada 1745, peran Wiradinata sebagai pemimpin pribumi menjadi sangat penting. Ia bukan hanya seorang penguasa, tetapi juga pengayom masyarakat, yang mengelola tatanan sosial dan spiritual masyarakat setempat di bawah bayang-bayang pengawasan ketat kolonial.
Sukaraja, yang kala itu menjadi pusat pemerintahan pribumi, diberi nama Kampung Baru oleh Raden Adipati Aria Wiradinata sendiri, dan oleh pemerintah kolonial Belanda ia dikenal sebagai Demang Kampung Baru. Bahkan jauh sebelum itu, tercatat nama Letnan Tanujiwa dalam ekspedisi Adolf Winkler tahun 1690 sebagai salah satu figur awal penguasa lokal, yang turut serta dalam pencarian reruntuhan kerajaan Pajajaran setelah ekspansi Banten. Namun, meskipun nama Tanujiwa mengisi halaman-halaman awal sejarah Bogor, keberadaan fisik pusaranya kini tidak diketahui. Sebaliknya, nama Wiradinata justru lebih hidup dalam ingatan sejarah, karena menyimpan nilai-nilai simbolik yang lebih dalam.
Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata tidak sekadar seorang tokoh birokrasi lokal, ia adalah simbol kesinambungan sejarah antara masa kejayaan Pajajaran dengan periode transisi kekuasaan kolonial. Ia membawa warisan kepemimpinan dari trah menak Sunda, menjadi figur yang dihormati tidak hanya karena kedudukannya, tetapi juga karena kebijaksanaan dan peran sentralnya dalam menjaga stabilitas masyarakat pribumi di tengah tekanan kolonialisme. Ketokohannya tidak hanya dilihat dari jabatan, tetapi dari bagaimana ia mengelola warisan budaya dan spiritual leluhurnya di tengah perubahan zaman yang tidak mudah.
Nasab beliau pun menegaskan keagungan silsilahnya. Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradireja, puteranya, merupakan keturunan langsung dari Pangeran Wiramanggala (H. Rd. Aria Wira Tanu Datar II / Mbah Dalem Tarikolot Cianjur), Bupati Cianjur ke-2. Ia juga merupakan cucu dari Pangeran Ngabehi Jayasasana (Jayalalana / Raja Gagang / H. Rd. Aria Wira Tanu Datar I / Mbah Dalem Cikundul), Bupati pertama Cianjur. Melalui garis keturunan ini, nasabnya bersambung hingga kepada Pangeran Aria Wangsa Goparana, yang dikenal sebagai Sunan Sagalaherang, dan bahkan berujung pada Prabu Pucuk Umum, putera Prabu Siliwangi – raja besar kerajaan Pajajaran. Dengan demikian, garis keturunannya mencerminkan kesinambungan antara kekuasaan spiritual, adat, dan administratif yang menyatu dalam satu figur yang dihormati oleh berbagai kalangan.
Sayangnya, nama besar Raden Wiradinata seolah tenggelam di tengah popularitas tokoh-tokoh Sunda lainnya. Keberadaannya yang penting justru tidak banyak dikenang oleh generasi masa kini, meskipun jejaknya masih begitu kuat dalam sejarah lokal. Dalam konteks inilah, inisiatif budaya seperti "Jalan Pagi Sejarah" (Japas) yang digagas oleh Johnny Pinot menjadi sangat penting. Melalui program ini, masyarakat diajak menyusuri empat situs pemakaman leluhur Bogor, termasuk Pasarean Sukaraja, dalam tajuk “Jejak Pewaris Sejarah”. Dengan kunjungan langsung ke makam Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata dan puteranya, Raden Adipati Aria Wiradireja, generasi kini diharapkan dapat lebih mengenali akar sejarah kotanya sendiri.
Pasarean Sukaraja bukan hanya ruang sunyi tempat dua tokoh besar bersemayam, tetapi juga merupakan ruang narasi yang hidup. Ia berbicara tentang keberanian para leluhur dalam menjaga jati diri budaya di tengah penjajahan, tentang harmoni antara spiritualitas dan kekuasaan, serta tentang pentingnya sejarah lokal yang selama ini tersisih. Nama Raden Wiradinata kini layak ditempatkan kembali pada posisinya yang terhormat, bukan sekadar sebagai bagian dari masa lalu, tetapi sebagai fondasi moral dan identitas kultural yang perlu terus dihidupkan.
Di tengah gempuran modernitas dan meluruhnya ingatan kolektif, Pasarean Sukaraja berdiri sebagai pengingat: bahwa sejarah bukan hanya soal masa lalu, melainkan juga tentang bagaimana kita memaknai masa kini dan membentuk masa depan. Dan di tengah pusara-pusara itu, nama Raden Tumenggung Adipati Aria Wiradinata terus memanggil, agar kita tak melupakan akar kita sendiri.
Abdullah Abubakar Batarfie
Posting Komentar untuk "Jejak Agung Pasarean Sukaraja: Warisan Leluhur dan Ketokohan Raden Wiradinata"
Posting Komentar