Jejak Sunyi Dalem Tjinere: RAA Soeria Diredja dari Pendopo Cirebon ke Buitenzorg
![]() |
Dalem Tjinere |
Di tengah ketenangan kawasan bersejarah di Empang, Bogor, terdapat sebuah pusara tua yang kerap luput dari perhatian. Nisan itu memuat nama yang mungkin asing bagi sebagian peziarah: Dalem Tjinere. Namun, di balik nama itu tersembunyi kisah seorang bangsawan penting dari pesisir utara Jawa, Raden Adipati Aria Soeria Diredja, Bupati Cirebon ke-5 yang jejak hidupnya melintasi batas kekuasaan dan geografis, dari Pendopo Kejaksan hingga Dalem Sholawat.
![]() |
R.AA.Soeria Diredja |
Dari Pendopo ke Pengasingan
RAA Soeria Diredja dikenal sebagai sosok visioner. Ia yang pertama kali menggagas pembangunan Pendopo Bupati Cirebon di Kejaksan pada 1896. Pilihan lokasi itu bukan tanpa makna, dulu wilayah tersebut dikuasai oleh Pangeran Kejaksan atau Syekh Abdurrohim, tokoh yang berjasa mengatur daerah dari utara Sungai Sukalila hingga ke stasiun Cirebon.
Sayangnya, sejarah seringkali berjalan tak seiring dengan niat baik. Pendopo itu baru rampung pada tahun 1900, sedangkan RAA Soeria Diredja telah diberhentikan dari jabatannya sejak 1883. Ia digantikan oleh RAA Soeria Adiningrat, Bupati Majalengka, sebagaimana tercatat dalam De Indische Gids. Meski tak sempat memimpin dari pendopo yang ia rintis, warisan pemikirannya tetap hidup dalam arsitektur dan tata kota Cirebon.
![]() |
Sumber : Pustaha Depok |
![]() |
Sumber : Pustaha Depok |
Dari Bupati Menjadi Tuan Tanah
Pasca-pemberhentian, Soeria Diredja memilih untuk menjauh dari hiruk pikuk kekuasaan. Ia menetap di daerah Cinere, Depok, kawasan partikelir warisan kolonial yang kala itu masih sunyi dan hijau. Di sanalah ia membangun kehidupan baru sebagai tuan tanah dan pengelola perkebunan.
Namanya muncul dalam sebuah iklan di Bataviaasch Nieuwsblad edisi 4 Maret 1899, sebagai pemilik lahan luas yang akan dilelang di Buitenzorg. Dalam iklan itu, ia disebut sebagai “Sergeant van Chirebon,” sebuah gelar kehormatan yang menegaskan status sosialnya di mata pemerintahan kolonial. Dari sinilah lahir julukan Dalem Tjinere, bukan sekadar penanda tempat tinggal, melainkan identitas baru seorang bangsawan yang bertransformasi menjadi elite agraria.
Dikutip dari situs Pustaha Depok disebutkan, Raden Adipati Aria Soeria di Redja, mantan Regent Cirebon yang diketahui pernah menetap di Land Tjinere (Cinere), pada tahun 1886, putrinya yang bernama Raden Aijoe Henriette, janda Regent Batang meninggal dunia di tempat Ia menetap.
Sejak kematian puterinya, karena terlilit utang kepada Said Alie bin Hassan Alatas, sebagian harta milik Soeria di Redja disita dan dilelang. Menurut Bataviaasch Nieuwsblad edisi 5 Juli 1889, lelang digelar pada Jumat, 26 Juli 1889 di Buitenzorg. Barang-barang yang dilelang meliputi perabot rumah tangga seperti meja, kursi, lemari, ternak (kerbau, kuda, sapi), pedati, penggilingan padi, satu set lengkap gamelan, dan lebih dari 1.800 pikol padi.
Setelah lelang itulah, kepemilikan lahan di Cinere berpindah tangan kepada seorang Eropa bernama J. Schoutendorp.
Dalem Sholawat: Perhentian Terakhir
RAA Soeria Diredja menghembuskan napas terakhirnya di Bogor pada tahun 1904. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman Dalem Sholawat, Empang, sebuah tempat sakral yang menyimpan banyak jejak tokoh lintas zaman. Tak banyak yang tahu mengapa beliau dimakamkan di sini. Mungkin karena kedekatan kultural dengan masyarakat setempat, atau mungkin karena ia memang menghabiskan masa tuanya di Bogor, kota sejuk nan strategis pada masa kolonial.
Namun yang pasti, makamnya kini menjadi bagian dari lanskap sejarah Empang, menambah lapisan narasi tentang bagaimana kota ini menjadi ruang singgah, pengasingan, hingga peristirahatan terakhir bagi banyak tokoh dari berbagai penjuru.
Merangkai Ulang Jejak yang Tercecer
Kisah Dalem Tjinere bukan hanya cerita tentang seorang bupati yang tergeser dari panggung kekuasaan. Ini adalah kisah tentang bagaimana seseorang membangun kembali kehidupannya di tengah arus zaman yang berubah. Tentang warisan yang tidak selalu hadir dalam bentuk kejayaan politik, tetapi dalam jejak arsitektur, tanah, dan nisan yang tenang namun bermakna.
Dengan menggali kembali narasi ini, kita bukan sekadar mengenang sosok yang nyaris terlupakan. Kita merangkai ulang benang merah sejarah yang menghubungkan Cirebon, Cinere, dan Bogor, tiga simpul yang merekam perjalanan hidup RAA Soeria Diredja, sang Dalem Tjinere.
Bogor, 21 Mei 2024
Abdullah Abubakar Batarfie
Posting Komentar untuk "Jejak Sunyi Dalem Tjinere: RAA Soeria Diredja dari Pendopo Cirebon ke Buitenzorg"
Posting Komentar