Melestarikan Sejarah, Menghormati Para Pendiri Bangsa

Dalam perjalanan bersama founder Jalan Pagi Sejarah (JAPAS) Bapak Johnny Pinot dan peserta trip Jejak Sang Proklamator, komik Syaikh Ahmad Surkati yang ditulis oleh Artawijaya bersama komikus Handi Satria dan diterbitkan oleh Pustaka Alkautsar, komik sebagai cindera mata Japas, diserahkan langsung oleh Bapak Johnny Pinot kepada Bapak Lukas Budiono, pemilik Rumah Cikini 82. Rumah ini dulunya adalah kediaman Achmad Soebardjo, tokoh perjuangan kemerdekaan dan Menteri Luar Negeri pertama RI.




Rumah Cikini 82 adalah saksi bisu sejarah perjuangan bangsa. Bangunan ini pernah menjadi kantor Kementerian Luar Negeri di awal kemerdekaan, tempat berbagai diplomasi penting digerakkan oleh tokoh-tokoh seperti Haji Agus Salim, M. Natsir, A.R. Baswedan, dan H.M. Rasjidi. Kini, rumah ini tetap berdiri tegak sebagai monumen yang menjaga ingatan bangsa.

Bapak Lukas Budiono, SH, CN, LLM (Mleb), dikenal sebagai salah satu pengacara terkemuka di Indonesia, memberikan inspirasi mendalam kepada para peserta JAPAS saat ditemui di rumah bersejarah tersebut. Sosoknya yang humble dan religius memperlihatkan bahwa kesuksesan dapat berjalan beriringan dengan dedikasi pada sejarah bangsa.

Sebagai pengusaha yang memiliki visi jauh ke depan, beliau rela menginvestasikan dana besar untuk membeli dan merawat rumah bersejarah ini tanpa memprioritaskan keuntungan materi. Baginya, pelestarian sejarah adalah bentuk penghormatan terhadap jasa para pendiri bangsa sekaligus warisan berharga bagi generasi mendatang.

Langkah Bapak Lukas ini adalah contoh nyata yang perlu diteladani oleh para pengusaha lainnya. Semoga semakin banyak “mutiara tersembunyi” seperti beliau yang terpanggil untuk menjaga warisan sejarah bangsa.

Rumah Cikini 82: Mutiara Berkilau di Tengah Hiruk Pikuk Kota

Rumah Cikini 82, yang kini dimiliki oleh Bapak Lukas Budiono, telah melalui proses revitalisasi yang cermat dan penuh rasa hormat. Tanpa mengubah bentuk aslinya yang telah bertahan selama ratusan tahun, rumah bersejarah ini kini tampil menawan, tetap setia pada keasliannya sejak dibangun pada masa kolonial Hindia Belanda.

Setiap sudut rumah ini memancarkan keindahan seni yang memikat. Bapak Lukas telah memperkaya interiornya dengan dekorasi berupa karya-karya luar biasa dari para maestro seni rupa Indonesia. Nama-nama besar seperti Li Man Fong, Affandi, Abdullah Sr., Walter Spies, Hendra Gunawan, Djufriyani, Widayat, Srihadi, dan seniman lainnya hadir memperindah ruangan. Koleksi seni ini berpadu harmonis dengan furnitur antik peninggalan masa lampau, menciptakan suasana yang begitu memikat dan sarat sejarah.





Salah satu ruangan paling istimewa adalah ruang kerja yang dahulu digunakan oleh tokoh besar, Bapak Achmad Soebardjo. Ruang ini tetap dijaga dengan seksama, lengkap dengan meja tulis, lemari buku, dan koleksi buku-buku miliknya. Di dalamnya, terdapat pula lukisan Achmad Soebardjo dan istrinya, yang menjadi pengingat akan peran penting beliau dalam sejarah bangsa.

Rumah ini merupakan contoh sempurna gaya arsitektur Indies, sebuah perpaduan elegan antara tradisi kolonial dan lokal. Di tengah hiruk-pikuk Jalan Raya Cikini, rumah ini berdiri sebagai mutiara berkilau yang memikat perhatian. Keindahan dan nilai sejarahnya menjadikannya bukan sekadar bangunan, melainkan saksi bisu perjalanan zaman dan inspirasi bagi siapa saja yang mengaguminya.

"Sejarah adalah jembatan emas antara masa lalu dan masa depan. Terima kasih kepada mereka yang terus menjaganya."

Jakarta. 16 November 2024

Abdullah Abubakar Batarfie




Posting Komentar untuk "Melestarikan Sejarah, Menghormati Para Pendiri Bangsa"