Tanggapan atas Opini Hamid Nabhan: “100 Tahun Reuni Akbar Perguruan Al-Irsyad Surabaya
Baru-baru ini, sebuah opini yang ditulis oleh Hamid Nabhan di laman Metro Global News menarik perhatian, terkait peringatan Reuni Akbar Perguruan Al-Irsyad Surabaya yang disebut menandai seratus tahun pendirian sekolah tersebut. Hamid Nabhan menyandarkan klaimnya pada tanggal berdirinya Yayasan Al-Irsyad Surabaya, yaitu 15 Januari 1924, seolah-olah itulah awal mula pendidikan Al-Irsyad di kota ini.
Namun, ada sebuah kekeliruan dalam penyampaian sejarah tersebut yang tampaknya luput dari perhatian. Meskipun Hamid menyebutkan tahun 1919 sebagai tahun pendirian cabang Surabaya, ia malah mengabaikan fakta bahwa cabang sekaligus sekolah Al-Irsyad telah berdiri pada tahun tersebut. Artinya, yang seharusnya dirayakan adalah 105 tahun perjalanan, bukan 100 tahun.
Penting untuk diingat, tahun 1919 bukan sekadar angka. Dalam bukunya Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, Husein Bajerei menjelaskan bahwa pendirian cabang Al-Irsyad di Surabaya pada 21 Januari 1919 merupakan peristiwa bersejarah. Surabaya, yang pada masa itu menjadi pusat gerakan kebangkitan nasional, menjadi lahan subur bagi berkembangnya pemikiran Al-Irsyad. Di sinilah Syaikh Abu Fadhel Sati Al-Anshari, saudara kandung Syaikh Ahmad Surkati, memimpin Madrasah Al-Irsyad untuk pertama kalinya. Ini bukan hanya sebuah pendirian sekolah, melainkan tonggak awal penyebaran pendidikan modern yang berbasis pada nilai-nilai Islam dan kebangsaan.
Menafikan tahun 1919 sama saja dengan mengabaikan peran besar para pelopor pendidikan Al-Irsyad di Surabaya sebelum 1924. Tokoh-tokoh penting seperti Ustadz Abdullah Salim Al-Attas, Muhammad Al-Mursyidi dari Mesir, dan Ustadz Umar Salim Hubeis dari Batavia, yang memimpin sekolah ini di tahun-tahun awal, seolah-olah dihilangkan dari sejarah. Padahal, mereka telah meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan Al-Irsyad di kota ini.
Reuni bukan hanya ajang untuk mengenang masa lalu, tetapi juga kesempatan bagi para alumni untuk menjaga keaslian sejarah almamater mereka. Kecintaan terhadap sekolah yang telah membentuk mereka seharusnya diiringi dengan tanggung jawab untuk menjaga agar warisan sejarah tidak dikaburkan oleh penafsiran yang keliru. Mengabaikan lima tahun awal sejarah Madrasah Al-Irsyad berarti menghapus perjuangan dan dedikasi para pendiri yang telah berjuang membangun institusi ini.
Kepada para alumni Perguruan Al-Irsyad Surabaya yang akan menyelenggarakan Reuni Akbar, saya ucapkan selamat. Semoga Al-Irsyad Al-Islamiyyah tetap terus berkiprah sebagaimana mestinya, dengan menghormati sejarah sejak pendirian cabang Surabaya pada 21 Januari 1919. Mari kita jaga warisan ini dengan penuh rasa hormat dan kebanggaan, sebagaimana Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama kali berdiri di Batavia pada 6 September 1914 sebagai salah satu pelopor pendidikan Islam modern di Indonesia.
Bogor, 21 September 2024
Abdullah Abubakar Batarfie
Posting Komentar untuk "Tanggapan atas Opini Hamid Nabhan: “100 Tahun Reuni Akbar Perguruan Al-Irsyad Surabaya"
Posting Komentar