Kenangan Manis di Al-Irsyad: Cerita Jajanan Sekolah


Sekolah dasar adalah masa penuh kenangan, tempat di mana anak-anak mulai menemukan jati diri mereka. Di Al-Irsyad Bogor, beragam latar belakang sosial berbaur tanpa ada batas. Anak-anak dari keluarga kaya dan sederhana, mustahiq dan muzzaki, duduk bersama dalam satu bangku, bermain penuh keakraban dengan balutan seragam satu warna. Bagi sebagian dari mereka, seragam itu mungkin sudah lusuh, berganti pemakai dari kakak ke adik. Namun, persahabatan mereka tak pernah memudar.

Saat bel istirahat berbunyi, suasana sekolah berubah menjadi lebih hidup. Anak-anak berhamburan menuju kantin dan para penjaja makanan di sekitar sekolah. Ini adalah momen yang paling ditunggu-tunggu. Uang jajan mungkin berbeda, tetapi semangat untuk berburu jajanan favorit sama besarnya. Mereka semua menikmati berbagai makanan dengan rasa dan kenikmatan yang sama.

Salah satu penjaja yang paling terkenal adalah Mang Ugan, penjual es doger. Dengan penampilan khas baju safari hijau muda dan kopiah hitam, Mang Ugan tampak seperti sosok Bung Karno. Mang Ugan sudah eksis sejak era 60-an, menjual es doger dengan resep khasnya. Es doger Mang Ugan terdiri dari peuyeum, ketan hitam, serutan es balok, dan kelapa muda, disiram dengan sirop merah orson yang manis. Setiap gelas es doger adalah sajian kenikmatan yang tak terlupakan bagi anak-anak Al-Irsyad.

Tidak kalah legendaris adalah Pa Enjam, penjual es serut. Dengan teknik mencetak es menggunakan batok kelapa dan menancapkan bilah bambu sebagai pegangan, es serut Pa Enjam memiliki rasa manis yang khas dari sirup merah jingga. Jajanan ini menjadi favorit anak-anak yang menyukai sensasi es dingin di tengah hari yang panas.

Kemudian ada Ceu Piah, penjaja gorengan comro yang selalu ramai diserbu anak-anak. Comro, singkatan dari oncom di jero, adalah makanan dari parutan singkong dengan isian oncom yang gurih. Anak-anak sering menitipkan comro mereka untuk dicelupkan ke dalam baskom sambal, menunggu hingga jam istirahat kedua agar comro mereka meresap sempurna dalam sambal. Ceu Piah, dengan tubuh pendek dan agak gemoy, adalah sosok yang sudah menjadi langganan setia anak-anak Al-Irsyad selama puluhan tahun.

Namun, dari sekian banyak penjaja, yang paling legendaris adalah Ameh atau Ameh Enung. Warung Ameh terletak menempel dengan dinding halaman belakang sekolah. Ameh menjual beragam jajanan kampung seperti buras, bihun, pastel, nasi uduk, dan aneka gorengan lainnya. Sambal di warung Ameh disajikan dalam baskom besar, bebas disiram sepuasnya. Air minum pun tersedia gratis, berapapun tegukan yang diambil. Warung Ameh menjadi tempat berkumpul yang penuh canda tawa, meski sering kali anak-anak nakal "darmaji" (dahar lima ngaku hiji), memakan lebih dari satu tapi membayar satu.

Ameh dikenal ramah, selalu memanggil anak-anak dengan sebutan "Indo". Warungnya bukan hanya tempat membeli jajanan, tetapi juga tempat berkumpul dan berbagi cerita. Meski murid-murid yang sudah lulus tak lagi jajan di sana, warung Ameh tetap menjadi posko nostalgia, tempat para alumni berkumpul, terutama di siang hari selepas Ameh shalat zuhur. Ameh sering meminta mereka menjaga warungnya selama ia beribadah, dan sebagai upah, mereka mendapat seteguk kopi encer di lepek.

Kenangan manis di Al-Irsyad Bogor tak lepas dari kehadiran para penjaja makanan yang setia menemani hari-hari sekolah. Jajanan mereka bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari cerita hidup yang penuh warna. Ameh dan para penjaja lainnya, dengan segala keikhlasan dan kebaikan hati, telah meninggalkan jejak kenangan yang tak terlupakan.

Ameh, namamu melegenda. Kami akan selalu mengingatmu dengan doa, semoga bahagia di syurga karena amal dan kebaikanmu adalah ladang pahala yang tak ternilai. Kenangan ini akan terus hidup, menghangatkan hati setiap murid Al-Irsyad yang pernah merasakan kelezatan dan kasih sayang yang kau berikan.

Abdullah Abubakar Batarfie

Posting Komentar untuk "Kenangan Manis di Al-Irsyad: Cerita Jajanan Sekolah"