Kelezatan Nastar & Ka'aq: Mengulik Asal-usul Kue Klasik di Meja Lebaran

 


Iedul Fitri selalu menjadi momen kebahagiaan yang disambut dengan sukacita oleh umat Islam Indonesia, dengan ragam tradisi dan ekspresi yang khas. Budaya yang berbeda-beda di setiap tempat menjadi ciri khasnya, termasuk deretan stoples di atas meja dan amben. Di daerah Sunda, stoples atau toples memiliki nama sendiri, yaitu keller. Meskipun istilah "stoples" atau keller terdengar asing, namun keduanya menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Lebaran.

Dalam setiap stoples saat lebaran, kue nastar selalu menjadi yang paling mencolok dan tidak pernah terlewatkan. Sebagian orang bahkan berpendapat bahwa Lebaran tanpa kue Nastar tidaklah afdhol. Nastar sendiri merupakan salah satu kue yang berasal dari Belanda, yang kemudian dimodifikasi sesuai dengan kreativitas masyarakat Indonesia. Kata Nastar sendiri berasal dari bahasa Belanda, yakni Ananas yang berarti Nanas sebagai bahan utama kue, dan Taartjes yang berarti kue.

Sejarah kue nastar dimulai saat Belanda menjajah Indonesia. Awalnya, kue nastar berasal dari kue pai khas Belanda yang berisi stroberi, apel, dan bluberi. Namun, di zaman penjajahan Belanda, Indonesia kesulitan untuk mendapatkan buah-buahan tersebut. Sebagai solusinya, nanas dipilih sebagai penggantinya karena memiliki rasa asam yang mirip dengan buah-buahan tersebut. Dari sinilah, kue nastar dengan rasa nanas menjadi salah satu ikon khas lebaran di Indonesia.

Jika Nastar adalah warisan dari resep kolonial, maka kue ka'ak menjadi warisan berharga dari leluhur peranakan Arab yang berasal dari Hadramaut-Yaman. Kue ka'ak memiliki cita rasa manis yang khas seperti kue-kue kering lainnya, namun aroma dan sensasi rasanya di dominasi oleh campuran rempah-rempah, seperti kayu manis, kapulaga, jinten, dan cengkeh, yang memberikan sentuhan khas yang tak terlupakan. 

Kue dalam budaya Eropa umumnya dikenal sebagai cake. Namun, dalam bahasa Belanda, istilah yang khusus untuk biskuit adalah koekjes. Meskipun demikian, kedua istilah ini saling berkaitan, keduanya berasal dari kata "kue kering" yang dalam bahasa Arab disebut Ka'aq. Kemungkinan, kedua akar kata kue dalam bahasa Inggris dan Belanda itu merupakan serapan dari bahasa Arab, karena cara pembuatan kue Ka'ak dan kue kering di Eropa adalah serupa. Demikian juga halnya pada bahasa Indonesia, kata kue adalah diadopsi dari bahasa Belanda, yaitu koe.

Wanginya aroma secangkir kopi Bah Sipit yang disajikan bersama kue Nastar dan Ka'aq, telah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan di atas meja Lebaran warga peranakan Arab di Bogor, terlebih lagi akan menjadi semakin syahdu dengan iringan lantuan merdu samar melayu dan gambus. Semua itu menggambarkan potret akulturasi dan keragaman budaya yang kaya di Nusantara.

Bogor, 2 April 2024


Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Kelezatan Nastar & Ka'aq: Mengulik Asal-usul Kue Klasik di Meja Lebaran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel