Kisah Inspiratif ; "Peran Sentral Tiga Tokoh Penting Asal Bogor Dalam Sejarah Kota Purwakarta"

Masjid Agung Baing Yusuf Tempo Dulu

Akhir-akhir ini, kita tidak bisa membicarakan Kabupaten Purwakarta tanpa menyebut dua tokoh asal Bogor yang legendaris, yaitu Rd. Adipati Wanayasa dan Mbah Dalem Sholawat. Mereka berdua, yang lebih dikenal sebagai Raden Adipati Surianata dan Raden Adipati Suriawinata, memiliki akar kekeluargaan yang menarik. Mereka adalah kakak beradik anak dari Raden Wiranata, yang biasa disapa Dalem Sepuh, Bupati Bogor pada masa itu. Raden Wiranata yang bergelar Raden Toemenggoeng, pernah menjabat sebagai Bupati Bogor ke-15 dari tahun 1815 hingga 1849. Ibunya adalah Ratu Syarifah, putri Pangeran Sogiri anak Sultan Ageng Tirtayasa, sedangkan ayahandanya bernama Raden Haji Muhammad Thohir, Penghoeloe Kampong Baroe dan pendiri Masjid Agung Empang Bogor, yang kelak dikemudian hari terkenal dengan sebutan Auliya Thohir Al-Bughuri.

Selama pemerintahan Van Der Capellen sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Raden Adipati Surianata ditunjuk sebagai Bupati Karawang ke-9 (1820-1827) yang dikenal dengan sebutan Dalem Santri. Atas idenya, Raden Adipati Surianata memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahannya dari Karawang ke Wanayasa. Kematiannya telah menjadi titik penting dalam sejarah Purwakarta yang karena itu beliau dimakamkan dengan penuh khidmat dan penghormatan oleh segenap rakyatnya di Nusa Situ Wanayasa, Purwakarta.

Sejarah nama Purwakarta dimulai ketika H. Rd. Adipati Suriawinata, yang dikenal sebagai Mbah Dalem Sholawat, menjabat sebagai Bupati Karawang ke-10 dari tahun 1827 hingga 1849. Pada masa pemerintahannya, beliau mengambil langkah berani dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Wanayasa ke Sindangkasih. Tidak hanya itu, beliau juga mengubah nama tempat tersebut menjadi Purwakarta. Pemilihan nama ini memiliki makna yang dalam, di mana "Purwa" mengartikan "Pertama" sementara "Karta" merujuk pada "Ramai". Dengan demikian, Purwakarta menjadi simbol pertama kali kehidupan dan kesibukan yang berkembang di daerah tersebut.

Perubahan ini menjadi awal dari pertumbuhan pesat Purwakarta sebagai pusat pemerintahan yang berpengaruh. Dari waktu ke waktu, Purwakarta terus berkembang menjadi daerah yang semakin ramai dan makmur. Akhirnya, pada tanggal 29 Januari 1949, Purwakarta resmi memisahkan diri dari Karawang dan menjadi sebuah kota yang mandiri dengan status Kabupaten Purwakarta.

Selain Rd. Adipati Wanayasa dan Mbah Dalem Sholawat, ada satu lagi tokoh asal Bogor yang memiliki hubungan erat dengan keduanya, yaitu Syekh Baing Yusuf. Ulama yang terkenal sebagai penyebar agama Islam di Purwakarta ini memiliki ikatan kekerabatan yang kuat dengan Dalem Santri dan Dalem Sholawat. Beliau, yang juga dikenal sebagai KH. Rd. Yusuf, adalah seorang ulama besar yang berasal dari Bogor. Alumni dari beberapa perguruan Islam di Mekah dan Madagaskar ini dianggap sebagai murid dan pengikut Pangeran Diponegoro, tokoh yang memimpin perlawanan pada perang Jawa terhadap penjajah Belanda.

Kisah hidup Syekh Baing Yusuf begitu menginspirasi, beliau adalah guru dari ulama besar yang terkenal, antaranya adalah Syekh Nawawi Al-Bantani, ulama asal Banten yang pernah menjadi Imam Masjidil Haram dan penulis yang sangat produktif, lebih dari 115 kitab tentang fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Dua adik Syaikh Nawawi Al-Bantani, yaitu Syaikh Tamim dan Ahmad Syihabuddin, keduanya pun pernah berguru kepada Syaikh Baing Yusuf.

Syaikh Baing Yusuf dilahirkan di Bogor, saat ayahnya, Raden Aria Djajanagara menjabat sebagai Bupati Bogor sekitar tahun 1796-1801. Syekh  Baing Yusuf sudah teruji menunjukkan bakatnya sejak dini yang pada usia 6 tahun, beliau sudah menguasai bahasa Arab, dan pada usia 12 tahun, sudah menghafal Al-Qur'an. Ketika berusia 13 tahun, Syekh Baing Yusuf memulai perjalanan pendidikannya di Mekah, di mana beliau tinggal selama 11 tahun. Kisahnya tidak berhenti di sana; beliau bahkan berlayar sampai ke Madagaskar bersama para pelaut untuk menuntut ilmu.

Dikutip dari pencatatan nasab Bapak Endang Suhendar alias Idang, disebutkan bahwa Raden Djajanagara ayah dari Syekh Baing Yusuf adalah saudari Nyi Raden Ayu Kendran, putera dan puteri dari Raden Adipati Wira Tanu Datar V yang pernah menjabat sebagai Bupati Cianjur kelima, memerintah pada 1761 s.d 1776. Nyi Raden Ayu Kendran juga merupakan ibu dari Dalem Wanayasa dan Dalem Sholawat, dengan demikian keduanya, Syaikh Baing Yusuf bersama kedua orang tokoh penting di Purwakarta itu adalah saudara sepupuan dan sama-sama meruapakan cucu kandung dari Raden Adipati Wira Tanu Datar V atau Ki Muhiddin.


Masjid Agung Baing Yusuf

Jejak peninggalan Syekh Baing Yusuf masih dapat kita jumpai hingga hari ini, salah satunya adalah Masjid Agung Baing Yusuf Purwakarta yang beliau dirikan dengan penuh dedikasi. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi simbol kebesaran dan warisan spiritual yang ditinggalkan oleh ulama besar ini. Lokasi dimana beliau dimakamkan juga menjadi saksi bisu dari perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan dan keikhlasan.

Syekh Baing Yusuf wafat pada hari Sabtu, tanggal 26 Safar 1271 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1854 M. Meskipun telah berpulang ke rahmatullah, warisannya tetap hidup dan memberikan inspirasi bagi banyak orang. Kehidupan dan ajarannya yang penuh keilmuan dan ketakwaan terus dikenang dan diwarisi oleh generasi-generasi selanjutnya, sebagai cahaya dan petunjuk dalam menjalani kehidupan.

Bogor, 27 Febuari 2024, Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Kisah Inspiratif ; "Peran Sentral Tiga Tokoh Penting Asal Bogor Dalam Sejarah Kota Purwakarta""

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel