Sjaich Hasan Al-Anshary, Ayah mertua Syaikh Ahmad Surkati
Sjaich Hasan bin Hamid bin Muhammad Al-Anshary
Sjaich Hassan bin Hamid bin Muhammad Al-Anshary adalah bapak mertua Syeikh Ahmad Surkati yang menikah dengan Fatimah puteri sulung beliau. Fatimah dinikahi Syaikh Ahmad Surkati setelah istri pertamanya Siti Jaenab Al-Makawiyah asal Bandung wafat. Baik Fatimah maupun Siti Jaenab dari keduanya beliau (Surkati) tidak dikaruniai anak.
Sjaich Hasan merupakan teman sejawat Syeikh Ahmad Surkati yang datang ke Indonesia untuk menjadi tenaga pengajar di Perguruan Jamiatul Khair bersamaan setelah sejak kedatangan beliau (Surkati) menjadi kepala, guru dan mentor (penilik) di lembaga tersebut selepas tahun 1911.
Masih dalam kawasan Pekojan di Batavia (Jakarta) tempat dimana lokasi madrasah Jamiatul Khair berada, Syaikh Hasan Juga pernah menjadi salah seorang tenaga pengajar di masjid Az-Zawiyah yang keberadaannya sudah lama ada di kawasan itu sejak tahun 1812 didirikan oleh Sayyid Ahmad bin Hamzah Alatas, seorang ulama asal Hadramaut, Yaman yang memperkenalkan kitab Fathul Mu’in yang terkenal sebagai kitab kuning rujukan hampir semua pondok pesantren tradisional di Nusantara.
Madrasah Jamiatul Khair yang keberadaan cabangnya dibatasi oleh pemerintah penjajah Belanda dan hanya ada di Tanah Abang dan di Bogor, di lembaga itu Sjaich Hasan ditugaskan menjadi kepala sekaligus merangkap guru di Madrasah itu sejak pembukaan cabangnya di kota Bogor. Tapi tidak lama kemudian masa penugasannya Ia akhiri seiring dengan pembukaan Madrasah Al-Irsyad yang untuk pertama kalinya dibuka secara resmi di kawasan Jati Petamburan Batavia, pada 6 September 1914.
Beliau (Sjaich Hasan) menggabungkan diri dan menjadi pengajar pada madrasah yang didirikan oleh rekannya Syaikh Ahmad Surkati tersebut bersama guru-guru lainnya keluaran (lulusan) Universitas Islam ternama di dunia seperti dari Al-Azhar (Mesir), Azzaitun (Tunisia) dan dari Universitas Khortoum (Sudan) yang kesemuanya memang sengaja di datangkan oleh Syaikh Ahmad Surkati ke Indonesia. Meski tidak sedikit ada diantaranya yang memilih kembali pulang ke negeri asalnya masing-masing.
Sjaich Hasan Hamid yang merupakan alumnus universitas Al-Azhar di Cairo, juga merupakan lulusan Kuliah Syariah Wad Din di tempat kelahirannya Sudan dan selepas itu menjadi guru di Ma'hadul Ilmi Sudan pada tahun 1908. Sejak usianya 16 tahun, beliau sudah dapat menghafal diluar kepalanya 30 juz Al-Qur'an.
Dalam memberikan fatwa berbagai permasalahan agama yang ditanyakan kepadanya, sebagaimana halnya rekan seperjuangan dan sahabatnya Surkati yang kelak menjadi menantunya itu, ia (Sjaich Hasan) selalu menunjukan kitab-kitab yang menjadi rujukannya yang penuh dengan dalil-dalil dan hujjah yang diperlukan atas semua pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Selain di Madrasah Al-Irsyad, pada masa-masa pergerakan untuk menyebarkan faham pembaharuan Islam yang dianut dan dibawa oleh Syaikh Ahmad Surkati dalam rangka dakwahnya untuk pemurnian ajaran Islam dengan mengusung azas-azas moderenisasi model pembaharuan pendidikan Islam yang diusung oleh Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridho. Sjaich Hasan juga ikut berperan aktif dalam mendirikan beberapa lembaga pendidikan bercorak yang sama yaitu Madrasah Al-Hidayatul Islamiyyah yang lokasinya berada di kawasan Cicendo Kota Bandung.
Sjaich Hasan bersama kedua putranya Muhammad (kiri) dan Hamid (tengah) di Bandung
Di kota (Bandung) yang sama ini pula, beliau pernah menjadi guru dan kepala Madrasah Al-Ittihadul Islami yang berada dalam naungan jumiyyah Persatuan Islam yang salah seorang tokoh penggeraknya adalah Ustadz A.Hasan atau yang ketika itu dikenal sebagai Hasan Bandung. Di bumi periangan ini pulalah beliau (Sjaich Hasan) berhubungan erat dengan ulama-ulama di Jawa Barat seperti para pemuka Persatuan Islam (PERSIS) dan juga dengan KH. Abdul Halim Iskandar, ulama dan pejuang asal Majalengka yang bersama-sama dengan KH Sanusi dari Gunung Puyuh (Sukabumi) memfusikan organisasi-organisasi pergerakan yang mereka bentuk dengan mendirikan Persatuan Umat Islam atau disingkat P.U.I.
Sjaich Hasan Guru dan Kepala Madrasah Darul Falah Kesultanan Pontianak di Tepian Sungai Bakau Besar Kota Pontianak Kal-Bar
Pada masa kejayaan dan kemasyhuran Kesultanan Al-Kadiriyah Al-Hadramiyah di Kota Pontinak Kalimantan Selatan, beliau pernah diangkat sebagai kepala sekolah Madrasah Darul Falah yang berada dalam lingkungan istana tersebut ditepian sungai Bakau Besar Pontianak. Pada tahun 1929, di kota itu pula beliau mengajar di Madrasah Al-Chairiyah. Banyak diantara murid-murid beliau di bumi Khatulistiwa Pontianak itu yang kelak menjadi ulama dan pemuka umat Islam (ulama) di Pontianak, salah seorang diantaranya ialah Sultan Hamid II atau Syarif Abdul Hamid Alkadrie, Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila.
Di Kota Pontianak ini pula, Sjaich Hasan menikah dengan Maemunah puteri Haji Ali salah seorang bangsawan dari kekerabatan Kesultanan Pontianak asal Melayu. Dari pernikahannya itu Ia dikaruniai dua orang anak perempuan yaitu Hasibah dan Nurulhuda.
Istrinya yang pertama adalah Siti Rahmah yang berasal dari kota Bogor, dari istri pertamanya inilah kemudian beroleh putera-puteri yaitu yang pertama (sulung) bernama Fatimah yang kelak dinikahi oleh Syaikh Ahmad Surkati, kemudian berikutnya adalah Muhammad Hasan, Laila, Zainab, Aisyah, Zaitun dan terakhir Hamid Hasan.
Kedua anak lelakinya Muhammad Hasan dan Hamid Hasan mewarisi keilmuan dan profesi ayahanya Sjaich Hasan sebagai pendidik. Muhammad pernah menjadi guru dan kepala madrasah Al-Hidayatul Islamiyyah yang dirintis oleh ayahnya di Cicendo Bandung. Sedangkan Hamid Hasan yang alumni Madrasah Raudhotul Atfhal (TK) Persis di kota Bandung adalah guru di SR Al-Irsyad Bogor.
Baik Muhammad maupun Hamid keduanya adalah aktivis Al-Irsyad Cabang Bogor. Hamid adalah inisiator pembentukan Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah kota Bogor yang terbentuk pada tahun 1958. Disamping aktivitasnya sebagai pengurus cabang Al-Irsyad hampir sepanjang hidupnya. Hamid dikenal pula sebagai guru di beberapa tempat dan seorang jurnalis dan penulis yang produktif.
Sjaich Hasan Hamid wafat di kota Bogor pada tanggal 4 Shafar, atau tahun 1953 masehi. Sepanjang hidupnya hingga wafatnya menjadi pendidik, tokoh dan ulama Al-Irsyad Bogor. Selain pernah memimpin Madrasah Al-Irsyad Cabang Bogor, beliau pernah memimpin dan mengajar pada madrasah Al-Irsyad di beberapa cabang yaitu di kota Bumiayu dan Brebes.
Bogor 9 Juni 2021, Abdullah Abubakar Batarfie
Posting Komentar untuk "Sjaich Hasan Al-Anshary, Ayah mertua Syaikh Ahmad Surkati"
Posting Komentar