Namimah, sifat pemutus tali silaturrahim dan pembawa bencana


Alkisah seseorang membeli budak dan penjualnya berkata, bahwa budak yang dijualnya itu adalah bagus dalam segala hal, kecuali satu, ia suka melakukan Namimah.

Alhasil budak itupun tetap dibelinya dan dibawanya pulang kerumah tuan barunya. Setelah beberapa hari tinggal dirumahnya, budak itu berkata kepada istri tuannya; suamimu sudah tidak mencintaimu lagi, ia (suamimu), bermaksud mengambil wanita lain. Tapi agar supaya ia tetap mencintaimu, ambillah beberapa helai rambut suamimu itu dikala Ia sedang tertidur pulas.

kepada suaminya pun ia berkata; istrimu sudah punya pilihan laki-laki lain yang disukainya dan ia (istrimu) bermaksud akan membunuhmu. Jika kamu ingin membuktikan ucapanku ini, maka berpura-pura-lah tidur.

Malam itu pun tiba dan sang suami  berpura-berpura tidur, dan benarlah kiranya, ia dapati sang istri tengah menghampiri ke sisi pembaringannya dengan datang membawa pisau cukur di tangannya.

Akhirnya sang suami itu pun yakin, bahwa istri yang selama ini dicintainya benar-benar akan membunuhnya, seperti apa yang dikatakan oleh budaknya. 

Karena yakin bahwa istrinya ingin membunuhnya. Maka ia bangun dan membunuh istrinya lebih dahulu. Sejak peristiwa pembunuhan itulah, konflik tidak terhindarkan dan perang kedua keluarga berlangsung.

Al-Ghazali pada bab ini, mengakhiri kisah tersebut dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dan mengatakan bahwa, namimah adalah perbuatan akhlaq yang sangat tercela.

Namimah sudah cukup untuk mendatangkan bencana. Nabi Muhammad Salallahu'alaihi wassalam bersabda; manusia yang paling dibenci oleh Allah, ialah orang yang berjalan kesana kemari dengan menyebarkan Namimah.

Dalam haditsnya yang lain, Rasulullah Salallahu'alaihi wassalam juga bersabda; Tidak akan pernah masuk sorga seorang yang disebut sebagai Nammam

Apa yang dimaksud dengan Namimah? Tak ada kata yang tepat untuk arti namimah. Bisa saja mengandung arti adu domba, tetapi boleh jadi yang disampaikannya itu memang berita benar.

Ada tiga rukun Namimah, yang pertama adalah yang diberitakan, kedua ialah yang menerima berita, dan ketiganya ialah yang menyampaikan atau si pembawa berita

Menurut Al-Ghazali, hakikat dari namimah adalah membuka rahasia seseorang yang seharusnya kita tutupi, karena bagi setiap orang,  tidak akan menyukai bila rahasianya itu tersingkap atau dibuka.

Namimah dapat pula berupa berita benar dan bukan berkenaan dengan cacat atau aib seseorang, tapi pada hakekatnya, sekalipun itu merupakan berita benar, maka Namimah disini sudah bersamaan dengan ghibah. Karena ghibah adalah yang mengandung sifat menggunjingkan orang. Dan yang lebih mengerikan lagi ialah, apabila yang digunjingkannya tersebut tidak mengandung kebenaran, maka tiga sifat tercela akan bertemu menjadi satu, yaitu namimah, ghibah dan fitnah.

Al-Qur'an telah memperingatkan dalam ayatnya; Janganlah kamu ikuti pendusta yang suka bersumpah, yang berpandangan picik, yang suka mencela, dan yang berjalan menyebarkan Namimah. (QS.68 : 10-11)

Lalu apa yang semestinya harus kita lakukan jika mendengar Namimah?. Yang pertama adalah jangan pernah kita menerima berita itu atau bersikap apriori pada berita yang tersampaikan tersebut. Ketahuilah karena man namma ilayka namma anka; siapa-siapa yang melaporkan namimah kepadamu, maka suatu saat ia akan menamimahkanmu.

Kedua, jauhilah Nammam, karena kehadiran mereka telah menyebarkan laknat. Nammam adalah pemutus persaudaraan, kehadirannya dapat menyebabkan Allah tidak akan menurunkan rahmat kepada seluruh kaum ditempat ia berada.

Karena itu akan menjadi paling membahayakan bila kita hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang modus perilakunya dengan berbuat Namimah.

Perilaku namimah bisa terjadi pada semua kalangan manusia, termasuk di antara para politisi. Konon ada orang tidak berhasil memperoleh posisi yang bagus, kecuali dia bersiasat dengan melakukan namimah.

Berhati-hatilah agar kita tidak terjerumus menjadi seorang yang disebut sebagai Nammam, sebagaimana budak belian yang dikisahkan oleh Al-Ghazali.

Jaga dan peliharalah lisan kita dari sifat demikian, betapapun "gatal" untuk membicarakannya, apa lagi jika kita tidak melihatnya, hanya mendengar kabar burung yang tidak jelas asal usulnya, tidak mengandung kebenaran atau fakta yang sebenarnya atas apa yang telah disampaikan. Jika demikian terjadi, bak kata pepatah; mulutmu adalah harimaumu.

Betapa indahnya bila rumah tangga tenteram tanpa ada perselisihan. Betapa bahagianya bila keluarga terjalin silaturahim & kasih sayang. Betapa mulianya bila umat bersatu tanpa ada perpecahan dan perselisihan. Sebagian berkasih sayang terhadap yang lain, terjalin ukhuwah, saling menolong & menguatkan.

Sayangnya, terkadang an-namam merusak itu semua. Hingga silaturahim menjadi terputus, ukhuwah menjadi retak, dan kebersamaanpun tidak lagi bermakna. Yang tersisa hanyalah kecurigaan, ganjelan, sakit hati dan juga dendam. (Wallahu'alam bishowwab)

Belum ada Komentar untuk "Namimah, sifat pemutus tali silaturrahim dan pembawa bencana"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel