Mengenal Penyakit Hati



Alkisah, ada seorang kaya membeli seorang budak yang dia rawat layaknya anak sendiri. Memberinya makan dan diberinya pakaian terbaik, serta uang berlebih.

Tetapi, budak itu senantiasa memperhatikan dan menyadari  majikannya yang selalu berada dalam kegelisahan. Hingga pada akhirnya, majikan itu pun membebaskan budak miliknya, dan memberinya sejumlah modal untuk bekal hidup kepadanya.

Pada malam esoknya dia akan di bebaskan, keduanya duduk bersama dan majikan itu berkata padanya;  Tahukah engkau, mengapa aku memperlakukanmu sebaik ini?.

Budak itu malah balik bertanya; alasan apa yang membuat Tuan tanyakan hal itu. Majikan pun memberinya jawaban; Aku ada satu permintaan yang apabila kau penuhi, maka sepatutnya kamu menikmati semua yang akan kuberikan kepadamu. Tapi bila kau menolaknya, maka aku akan sangat kecewa. Dijawab oleh budaknya tersebut; Saya menta'ati apa saja yg Tuan akan minta, karena tuan telah berjasa dengan memberi saya kehidupan yang layak.

Mendengar jawaban yang demikian, majikan itu lalu berkata; kau pun harus berjanji setia kepadaku untuk melakukannya, karena aku khawatir kau akan menolaknya!.

Budak itu menjawab; Tentu saya akan senantiasa berjanji setia, melaksanakan apa-apa yang Tuan kehendaki.

Permintaanku ialah, lanjut majikan; Kau harus memotong leherku di waktu dan tempat yang akan aku tentukan nanti! Dengan terperanjatnya budak itupun berseru serak! Apa!? Bagaimanakah mungkin aku bisa melakukannya.

Itulah yang ku-inginkan, ujar tuannya kembali menegaskan! menanggapi penolakan dari budaknya, karena hal yang mustahil baginya. Tapi ia (majikan), tetap berserikeras atas keinginannya, karena budaknya itu sudah berjanji, dan ia harus mau melakukannya.

Di saat tiba waktunya, di keheningan pada tengah malam gelap gulita, budak yang sedang tertidur lelap itu dibangunkannya, diberinya sebilah pisau tajam dan sekantung uang berpundi-pundi. Diajaknya memanjat ke atas atap rumah tetangganya, lalu diperintahkannya untuk menggorok lehernya, hingga dirinya akan mati bersimbah darah.

Budak yang tak kuasa karena terdesak oleh perintah Tuannya, dalam terhipit pada keadaan disituasi yang tidak diinginkannya, kembali ia mempertanyakan alasan, hal yang membuat semuanya itu, harus dia lakukan kepadanya.

Aku benci orang ini, dan aku lebih suka mati dari pada harus melihat muka tetanggaku. Kami saingan dalam usaha, tapi tetanggaku jauh lebih maju melebihi aku dalam segala hal

Kebenciannya padanya terbakar oleh api dendam kesumat yang berkobar-kobar.

Aku menginginkan ia terpenjara atas pembunuhan tipuan muslihat ini, karena setiap orang mengenalnya sebagai pesaingku, dan dengan begitu, ia akan dihukum akibat perbuatannya ini.

Dari itulah aku perintahkan kamu untuk membunuhku dengan menggorok leherku menggunakan sebilah pisau ini. Matinya aku dapat melegakan hatiku yang menaruh kedengkian kepadanya, dan kau (budak) dapat lari meninggalkan jasadku di atas atap tetanggaku ini, agar orang-orang mengira, dialah (tetangga) yang telah membunuhku.

Mendengar penjelasan dan perintah dari tuannya, budak itu pun mengatakan;  Tuan nampak seorang yang bodoh dan pantas memperoleh kematian ini. Dipotongnya leher tuannya, dan budak itu pun pergi melarikan diri.

Benar saja, akibat dari peristiwa itu, tetangga yang dianggap sebagai pesaingnya ditahan dan dihukumi atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Tetapi tak seorangpun percaya, karena mana mungkin tetangganya membunuh saingannya di atas atap rumahnya sendiri.

Peristiwa Ini akhirnya menjadi misteri yang tabirnya tersingkap dikemudian hari, hati nurani si budak tergugah, ia datang menghadap kadi dan mengakui semua perbuatannya dan menceritakan semuanya itu dihadapan kadi yang menjadi tahkim.

Kadi yang menjadi tahkim, bertindak dan bersikap bijak dalam memutuskan perkaranya, pesaing (tetangga) yang semula menjadi tersangka, dan budak yang mengakui perbuatannya, keduanya sama-sama di bebaskan tanpa mendapatkan hukuman.

Kisah di atas, "kematian akibat pembunuhan yang terekayasa", ada hikmah yang dikandung dan pelajaran yang dapat kita petik, terutama "perbuatan hati" dari akibat perbuatan kisah tersebut.

Sayidina Ali pernah berkata;  Tubuh kita selalu melewati enam keadaan, yaitu; sehat, sakit, mati, hidup, tidur dan bangun

Demikian pula dengan ruh dan hidupnya hati adalah bertambahnya ilmu. Sehatnya hati adalah keyakinan, sakitnya hati adalah keragu-raguan, dan tidurnya hati adalah akibat kelalaian. Bangunnya hati berasal dari zikir yang dilakukan.

Beliau (Sayidina Ali Radhiallahu'anhu) juga pernah berkata; Ahli dunia membesar-besarkan kematian jasad, sedangkan ahli makrifat sangat membesar-besarkan kematian hati mereka.

Ada hal menarik yang termaktub dalam surah al-Baqarah ketika Allah menggambarkan orang-orang Munafik. Di dalam surah itu pada ayat yang ke-10, Allah gambarkan tentang azab yang di dahului dengan kalimat "Fī qulụbihim maraḍun" yang artinya: Dalam hati mereka ada penyakit.

Disebutkan dalam Al-Qur'an, bahwa fungsi hati adalah untuk Tafakkur. Menurut para ulama, tafakkur dapat mengantarkan manusia kepada tingkat yang tinggi, karena dengan ber-tafakkur orang akan senantiasa berada dekat dengan Allah Azza Wa Jalla.

Al-Qur'an al-Karim, melukiskan ciri orang yang sering tafakur disebut sebagai Ulul Albab. Oleh karena itu, kalau hati seseorang sakit, maka tafakurnya juga sakit, hal ini ditandai dengan gelisah, perasaan tidak tentram, perasaan tidak khusuk, dan selalu ada perasaan was was dalam dirinya.

Sebagai bentuk pertanggung jawaban atas perbuatan hati, dalam salah satu untaian pada kalam Ilahi, Allah berfirman; Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati akan dimintai  pertanggung jawabannya. (QS 17 : 36)

Getaran hati berupa niat dan prasangka yang tidak baik terhadap kaum muslim, disebabkan karena perbedaan dan hal lainnya yang menyebakan saling membenci, perseteruan dan perpecahan, juga merupakan termasuk penyakit hati yang akan dimintai pertanggung jawabannya. 

Niat yang jelek atau kebimbangan hati akibat syak wasangka, di dalam kitabullah pada ayatnya, niat yang demikian akan di Azab. Firman-Nya;  "Allah tidak menghukum kamu karena sumpahmu yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu" (QS 2 : 225).

Semoga Allah menjadikan kita manusia-manusia yang memiliki hati sebening embun, dijauhkan dari penyakit hati dan menjadi pribadi yang senantiasa bersyukur, dan terlepas dari segala penyakit hati yang menyebabkan terjermusnya kita ke dalam api neraka jahannam. (Walllahu A'lam Bissawab)

Belum ada Komentar untuk "Mengenal Penyakit Hati"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel