Kolonel Iskandar Idries, Ulama dan Pejuang Kota Pekalongan

H.Kolonel Iskandar Idries


Perjalanan napak tilas dari Pusdok Al Irsyad Bogor ke Kota Pekalongan pada tanggal 1 April 2018 menghasilkan temuan menarik: dua orang narasumber berhasil ditemui untuk menelusuri jejak perjuangan dua bersaudara yang pernah dididik langsung oleh Syech Ahmad Surkati, yaitu almarhum Ismail Idries dan K.H (Kolonel) Iskandar Idries. Penelusuran ini tidak terlepas dari bantuan dan usaha Bapak Awod Maretan yang memberikan arahan dan petunjuk, sehingga kami dapat dengan mudah menemui kedua narasumber di Kampung Pekajangan, terletak di sebelah selatan Kota Pekalongan, sekitar 10 km dari pusat kota.



Dua narasumber napak tilas ini adalah kakak beradik, Ibu Muslihah dan Bapak Gozi Agus Gunung. Mereka adalah putra dan putri dari 11 bersaudara yang merupakan anak dari pasangan Ustadz Ismail Idries dan Ibu Juhariyah bt Ma'ruf. Selain membagikan kisah hidup dan perjuangan kedua tokoh di atas, tim napak tilas berhasil mengunjungi bekas rumah KH Soleh Iskandar Idries yang dahulu ditempati bersama istrinya, Siti Rauchah. Rumah itu kini menjadi kantor sekretariat PD Muhammadiyah Pekajangan, tanpa mengubah keaslian bentuknya yang telah dibangun sejak tahun 1925.

Iskandar Idries lahir di "Kedoeng Halang" -  Semplak, Buitenzorg (sekarang Bogor), pada 17 Februari 1901. Ayahnya, Idris, adalah seorang priyayi Jawa dari Rembang yang pernah menjadi mahasiswa di Stovia, Batavia. Sedangkan ibunya, wanita totok Belanda, memeluk agama Islam setelah menikah dengan ayahnya dan diberi nama Siti Marfuah.

Iskandar Idries menimba ilmu di sekolah Jamiyat Kheir dan Al Irsyad. Pada tahun 1921, ia menjadi guru agama di sekolah Al-Irsyad di Pekalongan. Di sana, ia memberikan kesaksian terhadap penciptaan logo Al-Irsyad oleh Ustadz Muhammad Munif yang diilhami oleh kreasi murid-muridnya. Iskandar pernah menjabat sebagai wakil ketua Pengurus Besar Al-Irsyad dan memimpin persidangan Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Di kota tersebut, Iskandar aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Beliau menjabat sebagai Ketua Cabang Pekalongan dua kali, dari tahun 1923 hingga 1931, kemudian lagi pada tahun 1938. Selain itu, beliau juga berperan dalam mendirikan perkumpulan dagang yang memberikan anggotanya pengetahuan tentang manajemen dagang. Iskandar mengajar di DIS Muhammadiyah Tegal dari tahun 1931 hingga 1936. Pada tahun 1936, beliau bekerja di Perusahaan Asuransi Bumi Putra. Selama masa itu, Iskandar menerbitkan buku tafsir Al-Quran dan beberapa buku agama Islam dalam bahasa Melayu Jawa.

Selain mengumpulkan foto dan dokumen penting, tim napak tilas berhasil mendapatkan kembali buku-buku karangan Iskandar Idries dalam berbagai bahasa, seperti Arab, Melayu, dan Jawa. Di antaranya adalah "Kitab Pembimbing Ke Bahasa Al-Qur'an" dan "Assulam illa Lughoh Al-Qur'an" karya saudaranya Ismail Idris, serta "Tafsir HIBARNA" karya KH Soleh Iskandar Idris, serta beberapa kitab lainnya.

Dalam penulisan skripsinya yang berjudul "Kajian Terhadap Metodologi Penafsiran Al-Qur'an Tahun 2010", Ade Yuli Rukhpianti, seorang mahasiswi dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengungkapkan sebuah penafsiran yang langka dan menarik. Ia menyoroti metode penulisan tafsir HIBRANA karya KH Soleh Iskandar Idries, yang menjadi satu-satunya di Indonesia yang menganalisis Al-Qur'an berdasarkan konteks situasi zaman di mana Mufassir tersebut hidup. Penulisan tafsir ini tidak hanya mencerminkan pengaruh fisik dan psikis dari situasi zaman tersebut, tetapi juga diperkaya dengan peribahasa-peribahasa yang lazim digunakan pada masa itu, serta menyelipkan kosa kata dalam konteks peperangan dan bahasa asing (Belanda), mengingat masa pergolakan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda yang dihadapi oleh Mufassir. Kisah ini bahkan mengungkap bahwa Iskandar sendiri pernah memimpin pasukan gerilya di sekitar pegunungan Dieng saat agresi militer Belanda kedua. Dalam karya ini, tergambar betapa kuatnya pengaruh konteks sejarah pada interpretasi Al-Qur'an, dan bagaimana hal itu menciptakan sebuah tafsir yang unik dan berwarna.

Perjalanan Iskandar Idris dalam dunia militer dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Saat Jepang menjajah, langkahnya telah terukir dalam jejak perjuangan. Ia menjalani pendidikan militer di Pembela Tanah Air (PETA), di mana bakatnya menonjol hingga terpilih sebagai daidancho batalyon, memimpin dengan gagah dalam medan yang penuh tantangan.

Namun, ketika bayang-bayang penjajahan mulai memudar dan semangat merdeka merebak, Iskandar memilih tak lagi berdiam diri. Setelah gemuruh Proklamasi menggema, ia melangkah ke panggung yang lebih besar, memimpin sebagai pilar keamanan rakyat di Karesidenan Pekalongan, bersama tokoh tegar lainnya seperti Rochim Gondosuwito. Dalam buku Ensiklopedi Tokoh Pekalongan yang digarap oleh Dirhamsyah, M, diceritakan bahwa keterlibatannya dalam pembentukan Korem 071/Wijayakusuma merupakan salah satu bukti nyata dari dedikasinya dalam mengukir sejarah, mengabdi pada tanah air dengan setia dan penuh semangat yang membara.

Dari cerita yang mengalir dari satu sumber ke sumber lainnya, kita dihadapkan pada kisah tegang yang hampir merenggut nyawa Iskandar. Diceritakan bahwa ancaman eksekusi oleh gerombolan Tiga Daerah hampir saja menjadi kenyataan, namun keajaiban datang saat rencana keji tersebut terbongkar oleh sahabat setianya, KH. Siraj, seorang tokoh dari Tegal yang memiliki jiwa ksatria yang gagah berani.

Dengan cerdas, KH. Siraj menyampaikan kabar tersebut kepada adik Iskandar, Ismail Hasan Idris. Tanpa ragu, Ismail merancang sebuah tipu muslihat yang cemerlang: memancing para pemimpin gerombolan Tiga Daerah agar muncul di Kewedenan Kedungwuni dengan bujukan akan bergabung. Namun, yang sebenarnya terjadi adalah Ismail Hasan telah mempersiapkan pasukan untuk menyergap mereka dengan serentetan tembakan yang tajam.

Ketika berita penembakan mencapai telinga Pasukan Resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR), langkah cepat diambil untuk menangkap kelompok pemberontak tersebut. Para pemberontak Tiga Daerah segera dilumpuhkan oleh TKR di Hotel Merdeka. Sekitar lima puluh pengawal dari GBP3D ditangkap dan dipenjarakan di Pekalongan.

Namun, di tengah kekacauan tersebut, sinar harapan muncul ketika Pasukan TKR yang datang bersama Laskar Hizbullah, yang dipimpin oleh Ismail Hasan Idris, berhasil membebaskan Kolonel Iskandar Idries dari cengkeraman maut. Dalam gemuruh peperangan dan ketegangan, kekuatan persahabatan dan kesetiaan membawa cahaya di tengah gelapnya malam.

K.H. Ismail Idris


Iskandar Idries, seorang figur yang menorehkan jejak legendaris dalam dunia militer, pernah mengemban tugas mulia sebagai Komandan Brigade VII Pekalongan, yang mengawasi dengan gagah berani delapan batalyon di bawah komandonya. Di antara mereka, terdapat beberapa sosok yang kelak melambung tinggi dalam panggung sejarah Indonesia. Salah satunya adalah Suharto, yang kemudian hari dikenal sebagai Presiden Republik Indonesia. Tak ketinggalan pula Ahmad Yani, sosok pahlawan revolusi yang gugur meniadi korban kebiadaban G.30.S.PKI.

Namun, perjalanan panjangnya dalam dunia militer tak berhenti di sana. Iskandar menemukan panggilan lain yang tak kalah mulianya: sebagai ulama pembimbing rohani bagi angkatan darat. Dengan pangkat Letnan Kolonel, ia mengabdikan dirinya sebagai pencerahan spiritual bagi para prajurit yang menjaga kedaulatan negara. Dalam setiap langkahnya, Iskandar Idries tidak hanya menjadi teladan dalam bidang militer, tetapi juga dalam kebijaksanaan dan kearifan spiritual yang menginspirasi banyak orang.

Di usia senjanya, Iskandar memilih untuk kembali ke tanah kelahirannya di Bogor, di mana ia menghabiskan sisa-sisa kehidupannya hingga akhir napas terhembus. Dua dari anak-anaknya telah menorehkan prestasi yang membanggakan di tanah air. Salah satunya adalah Profesor Dr. Dadang Hawari, seorang psikolog terkemuka yang telah mengukir namanya dalam bidangnya. Tak ketinggalan pula Dr. Mun’im Idries, seorang ahli forensik yang kehadirannya turut menghiasi dunia pengetahuan dan keilmuan di Indonesia. Dengan karier cemerlang mereka, anak-anak Iskandar telah membawa kebanggaan bagi keluarga dan negara. 

Kolonel Iskandar Idris kedua dari kanan di barisan depan saat berlangsungnya reuni alumnus sekolah Al-Irsyad di Jalan Kemakmuran, Jakarta


Fuad, mewarisi jejak ayahnya, Iskandar Idris, menempuh pendidikan yang sama di sekolah Al-Irsyad Gang Solang, Jakarta. Lembaga yang dirintis dan didirikan oleh sosok ulama terkemuka Indonesia yang disapanya dengan penuh rasa hormat sebagai Mualim Ahmad. Dengan langkah mantapnya, Fuad mengikuti jejak yang telah diukir oleh sang ayah, menjadi bagian dari warisan keilmuan dan keberkahan yang telah dibangun dengan susah payah oleh para pendahulunya.

Tim Pusdok Al-Irsyad Bogor telah menjelajahi jejak sejarah yang menggugah di tanah kelahiran Iskandar Idries di Kedung Halang, Bogor, yang terletak di kawasan Semplak Kaum, tak jauh dari Lanud AU Atang Sandjaya. Dengan hati yang penuh penghormatan, tim tersebut juga meluangkan waktu untuk berziarah ke makamnya di lokasi yang sama. Di sana, terpahat dengan megah nama besar yang telah merajut kisah keberanian dan kebaikan: H. Kolonel Iskandar Idries, yang menyudahi perjalanannya di dunia ini pada tanggal 17 November 1982. Dalam diamnya, makam itu menjadi saksi bisu dari warisan kepahlawanan dan kebaikan yang terus bersinar dalam kenangan dan penghargaan kita semua.

Diperbaharui kembali pada 4 Maret 2024


Abdullah Abubakar Batarfie


2 Komentar untuk "Kolonel Iskandar Idries, Ulama dan Pejuang Kota Pekalongan"

  1. Subhanallah.
    Sampai saat ini banyak rakyat Pekalongan yang belum tahu eksistensi KH Letkol Iskandar Idris.
    Padahal jasa beliau dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan RI di wilayah Pekalongan dan sekitarnya sangat luar biasa.
    Perlu edukasi khusus bagi kaum muda....
    Selanjutnya Pemerintah Kabupaten dan Kota Pekalongan wajib mengabadikan nama besar Beliau untuk nama jalan atau gedung.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju dan semoga ada itikad baik dari pemerintah daerah sebagai bentuk penghargaan yang patut untuk almarhum

      Hapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel