Kolonel Iskandar Idries, Ulama dan Pejuang Kota Pekalongan
24 Agustus 2019
2 Komentar
H.Kolonel Iskandar Idries
Perjalanan napak tilas Pusdok Al Irsyad Bogor ke kota Pekalongan (1/4/18) berhasil menemui 2 orang nara sumber untuk menelusuri jejak perjuangan dua bersaudara yang pernah dididik langsung oleh Syech Ahmad Surkati yaitu almarhum Ismail Idries dan K.H (Kolonel) Iskandar Idries. Penelusuran ini berkat bantuan dan usaha Bapak Awod Maretan yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk sehingga memudahkan kami dapat menemui 2 orang nara sumber tersebut di kampung pekajangan yang berada di sebelah selatan, berjarak sekitar 10 km dari pusat kota Pekalongan.
Dua nara sumber napak tilas adalah kakak beradik Ibu Muslihah dan Bapak Gozi Agus Gunung. Keduanya putera dan puteri dari 11 bersaudara anak pasangan Ustadz Ismail Idries dan Ibu Juhariyah bt Ma'ruf. Selain kisah hidup dan perjuangan kedua tokoh diatas, tim napak tilas juga berhasil mengunjungi bekas rumah KH Soleh Iskandar Idries yang dulu pernah ditempati bersama istrinya Siti Rauchah. kini rumah itu dipergunakan sebagai kantor sekretariat PD Muhammadiyah Pekajangan tanpa merubah keaslian bentuknya yang dibangun sejak tahun 1925.
Iskandar Idries lahir pada 17 Februari 1901 di Kelurahan Semplak, Buitenzorg (sekarang Bogor). Ayahnya Idris adalah priyayi Jawa asal rembang yang pernah menjadi mahasiswa Stovia di Batavia. Sedangkan ibunya wanita totok Belanda yang telah berganti agama menjadi muslimah setelah menikah dengan ayahnya dan diberinya nama baru Siti Marfuah.
Iskandar Idries memperoleh pendidikannya di sekolah Jamiyat Kheir dan Al Irsyad. Pada tahun 1921, Iskandar datang ke Pekalongan untuk menjadi guru agama di sekolah Al-Irsyad. Dan disekolah Al-Irsyad Pekalongan ini pula Ia memberikan kesaksian atas terciptanya logo Al-Irsyad yang monumental oleh Ustadz Muhammad Munif yang dirangkai dari hasil kreasi murid-muridnya. Di Al-Irsyad, Ia pernah menduduki jabatan sebagai wakil ketua Pengurus Besar dan pernah beberapa kali memimpin persidangan Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Iskandar pernah dua kali menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan yaitu tahun 1923 – 1931 dan menjabat lagi tahun 1938 serta berperan mendirikan suatu perkumpulan dagang yang mengajarkan anggotanya pengetahuan atau manajemen dagang. Iskandar juga pernah mengajar DIS Muhammadiyah Tegal tahun 1931 – 1936. Tahun 1936 Iskandar Idries juga pernah bekerja di Perusahaan Asuransi Bumi Putra. Pada masa itu, Iskandar menerbitkan buku tafsir Al-Quran dan sejumlah buku agama Islam baik dalam bahasa Melayu Jawa.
Selain foto dan dokumen penting, tim napak tilas berhasil mengumpulkan kembali buku-buku karangannya yang ditulis dalam bahasa arab, melayu dan jawa antaranya Kitab Pembimbing Ke Bahasa Al-Qur'an dan Assulam illa Lughoh Al-Qur'an karangan Ismail Idris dan kitab tafsir HIBARNA. karangan KH Soleh Iskandar Idris, dan juga kitab-kitab lainnya.
Ade Yuli Rukhpianti mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam Skripsinya (KAJIAN TERHADAP METODOLOGI PENAFSIRAN AL QUR'AN TAHUN 2010) menulis bahwa, metode penulisan tafsir HIBRANA karya KH Soleh Iskandar Idries terbilang langka dan bahkan satu-satunya di Indonesia yang menggunakan metode penafsiran analisis berdasarkan situasi dimana Mufassir hidup pada zamannya. Corak dalam penulisan tafsir inipun tidak terlepas dari pengaruh tersebut baik fisik maupun secara psikis. Tafsir ini diperkaya dengan peribahasa-peribahasa yang lazim beredar di masa itu dengan menyelipkan kosa kata dalam istilah peperangan dan bahasa asing (Belanda) karena Mufassir hidup pada masa pergolakan (peperangan) merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Ia turut di dalamnya. Iskandar pernah memimpin pasukan gerilya di sekitar pegunungan Dieng pada agresi militer Belanda ke 2.
Kiprahnya di militer dimulainya sejak masa penjajahan Jepang. Ia mengikuti pendidikan militer Pembela Tanah Air (PETA) dan terpilih sebagai daidancho batalyon. Setelah Proklamasi diumumkan, Iskandar menjabat pimpinan Badan Keamanan Rakyat Karesidenan Pekalongan bersama Rochim Gondosuwito. Dari sumber buku Ensiklipedi Tokoh Pekalongan yang disusun oleh Dirhamsyah, M, disebutkan bahwa, Ia bersama tokoh lainnya tercatat ikut terlibat dalam kelahiran Korem 071/Wijayakusuma.
Dari salah satu sumber menyebutkan, Iskandar hampir di eksekusi mati oleh gerombolan Tiga Daerah tetapi rencana eksekusi bocor ke tangan sahabatnya KH. Siraj yang asli dari Tegal. KH. Siraj kemudian memberitahu adiknya Ismail Hasan Idris yang kemudian menyusun rencana memancing pimpinan gerombolan Tiga Daerah agar berkunjungan ke Kewedenan Kedungwuni yang akan menggabungkan diri mendukung gerombolan Tiga Daerah. Namun, sebenarnya Ismail Hasan telah bersiap akan menyergap kedatangan gerombolan Tiga Daerah itu dengan rentetan tembakan. Kemudian Pasukan Resimen TKR mendengar berita penembakan itu dan segera mengambil tindakan untuk menangkap GBP3D. Para pemberontak Tiga Daerah itu segera dilucuti oleh TKR di Hotel Merdeka. Tentara menagkap sekita 50 pengawal GBP3D dan menahannya di penjara Pekalongan. Kolonel Iskandar Idries pun berhasil dibebaskan oleh Pasukan TKR yang datang bersama Laskar Hizbullah pimpinan Ismail Hasan Idries.
Iskandar Idries pernah diangkat sebagai Komandan Brigade VII Pekalongan yang membawahi 8 batalyon, beberapa orang pimpinan batalyon dibawahnya adalah Suharto yang kelak menjadi Presiden Republik Indonesia ke 2 dan Ahmad Yani (pahlawan revolusi). Jabatannya di Militer yang terakhir adalah sebagai ulama pembimbing rohani angkatan darat dengan pangkat Letnan Colonel.
Dimasa tuanya ia memilih kembali ketempat kelahirannya di Bogor hingga akhir hayatnya. Dua diantara anaknya cukup dikenal di tanah air yaitu Profesor Dr. Dadang Hawari (Psikolog terkenal) dan Dr. Mun’im Idries (ahli forensik).
Tim Pusdok Al-Irsyad Bogor sempat melakukan penelusuran ketempat kelahirannya di Kedung Halang Bogor yang berada di kawasan Semplak Kaum, lokasinya berada tidak jauh dari Lanud AU Atang Sandjaya. Tim Pusdok juga menyempatkan diri berziarah ke makamnya di alamat yang sama. Dinisannya tertulis namanya H.Kolonel Iskandar Idries, wafat pada tanggal 17 November 1982.
Subhanallah.
BalasHapusSampai saat ini banyak rakyat Pekalongan yang belum tahu eksistensi KH Letkol Iskandar Idris.
Padahal jasa beliau dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan RI di wilayah Pekalongan dan sekitarnya sangat luar biasa.
Perlu edukasi khusus bagi kaum muda....
Selanjutnya Pemerintah Kabupaten dan Kota Pekalongan wajib mengabadikan nama besar Beliau untuk nama jalan atau gedung.....
Setuju dan semoga ada itikad baik dari pemerintah daerah sebagai bentuk penghargaan yang patut untuk almarhum
Hapus