Isu sesat mundurnya Surkati dari Al-Irsyad, dan sikap diamnya PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah terhadap upaya sebuah distorsi sejarah Al-Irsyad
Surkati pernah mengundurkan diri dari Al-Irsyad karena alasan kemelut dan kemudian berniaga menjadi pedagang "sarung" adalah sebuah kekeliruan sejarah yang sudah sejak dulu telah diluruskan. Sumber yang menjadi rujukan jelas dari sumber yang "mengada-ngada" dan berada diatas kepentingan pribadi untuk mengamankan aset yang bukan miliknya.
Menurut tokoh dan sejarawan Al-Irsyad Allahyarham Husein Bajerei, organisasi Al-Irsyad yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Surkati pada 6 September 1914, peresmian dan pembukaannya bukan seperti buka kios di pasar rumput. Sejarahnya bukan hanya menjadi sejarah oral yang "diolah" dari mulut ke mulut, seolah tanpa data dan literatur yang valid. Sebuah manuskrip lama tentang penulisan sejarah Al-Irsyad dan Surkati pernah resmi dibuat dan bahkan saat manuskrip itu ditulis, Surkati masih hidup.Tapi sayang manuskrip tersebut gagal untuk diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah karena ada bagian yang patut untuk diperbaiki, agar dikemudian hari tidak salah tafsir dan menjadi sebuah distorsi sejarah.
Lagi-lagi di era komunikasi dan informasi yang sudah berbasis tekhnologi dan digital, dimana penerbitan media cetak sudah di ambang sakaratul maut dan karenanya tidak sedikit media cetak yang sudah gulung tikar. Ada sebuah tulisan yang dimuat dalam kolom "Islam Digest" oleh Hasanul Rizqa (Republika 1/7/2018). Judul tulisan itu adalah "Dari Dagang Ke Pendidikan", memuat kisah tentang mundurnya Surkati dari Al-Irsyad dengan mendirikan sekolah barunya "Al-Irsyad Al-Islamiyyah" pada tahun 1923. Pendirian sekolah barunya itu disebut-sebut menandingi sekolah Al-Irsyad yang dirintisnya sejak 1914, serta Jamiatul Kher tempat dimana Ia pernah mengajar untuk pertama kalinya.
Setelah beberapa hari, sejak tulisan "asal nyablak" itu dimuat oleh koran republika, koran yang konon dirintis dan dikelola oleh kaum untelektual muslim Indonesia tersebut, saya menunggu dan ada harapan dari Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah membuat sebuah klarifikasi atas kekeliruan dari penulisan sejarah yang jelas-jelas sangat menyesatkan tersebut. Tapi karena tak kunjung muncul, maka saya mencoba membuat bantahan ini agar tidak terlanjur sesat dan menyesatkan. Jika dibiarkan, maka ada Al-Irsyad dua, Al-Irsyad yang didirikan 1914 dan Al-Irsyad yang dibentuk baru pada tahun 1923.
Isu mundurnya Surkati sebagai pengajar di sekolah yang dia dirikan sendiri itu memang pernah muncul, konon pemicunya adalah iklan jualan kain surkati yang dimuat dalam harian borobudur. Peristiwa itu sendiri dikaitkan dengan adanya penolakan "8 Pasal Usul Perbaikan Pengelolaan Pendidikan Al-Irsyad, baik di Jakarta maupun di cabang-cabangnya" yang diajukan oleh Surkati kepada Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat). Sebelum usulan Surkati di bahas dalam rapat, masalah yang dihadapi organisasi datang silih berganti, salah satunya adalah pengunduran beberapa orang pengajar setelah gedung sekolah Al-Irsyad bekas Hotel Ort yang di sewa oleh Syech Umar Yusuf Manggusy di dekat tepian kanal molenvliet diminta kembali oleh pemiliknya.
Tidak ada satupun rekam jejak tentang penolakan terhadap 8 Pasal yang diajukan oleh Surkati, dan tidak ada pula notulen rapat yang memuat akan penguatan rumor tersebut. Demikian juga rumor penguduran diri Surkati yang memiliki tanggal, terhitung sejak tanggal 1Juli 1919 pengunduran dirinya itu tidak terbukti diputuskan baik diterima ataupun ditolak. Berbeda dengan pengunduran diri para pengajar lainnya, atau juga para petugas administrasi (karyawan/tata usaha) dan permohonan kenaikan gaji, selalu diputuskan dalam rapat dan ada notulensinya. Al-Irsyad sejak lahir dan bukan lahir kemaren sore, jauh lebih tertib dari sekarang ini. Segala urusan dan persoalan organisasi dibicarakan dan diputuskan secara bersama-sama yang tercatat dalam notulen. Semuanya diatur dalam Statuta atau "Gonun" (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga). Terlebih sebagai sebuah organisasi yang telah diakui berbadan hukum, terikat kuat dalam aturan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Tempat dan tanggal rapat diatur oleh undang-undang, jumlah qourum rapat juga menentukan sebuah keputusan.
Pada tahun 1920, Syarekat Islam dilanda musibah pasca peristiwa "leles tahun 1919". Dari akibat peristiwa yang membuat murka pemerintah kolonial Belanda ini, tidak sedikit iklan di koran-koran harian yang memuat pernyataan pengunduran diri tokoh masyarakat dari keanggotaan Syarekat Islam, yang menurut pemerintah kolonial sebagai dalang dari peristiwa "Leles". Surkati tampil dengan mencomoti (picked up the bulk of these member) para saudagar arab Indonesia yang di duga menopang dana untuk syarekat Islam. Surkati berhasil menyelamatkan mereka kedalam naungan organisasi Al-Irsyad!!!. (sumber: Al-Irsyad mengisi sejarah bangsa-Husein Bajerei).
Dalam tahun 1920 itu pula Al-Irsyad Al-Islamiyyah dilanda konflik internalnya, beberapa pengurus inti termasuk beberapa orang pengurus yang duduk sejak jum'iyyah didirikan seperti Syech Muhammad bin Obeid Abud dan Syech Said bin Salim Masy'abi telah mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing. Konflik yang dianggap paling serius sepanjang sejarah Al-Irsyad ini adalah hingga adanya upaya dari sebagian pihak yang ingin membubarkan Al-Irsyad.
Tampilnya Syech Umar Yusuf Manggusy dengan dukungan dari tokoh-tokoh utama para pendiri Al-Irsyad, termasuk Syaikh Ahmad Surkati dan tokoh lainnya diluar Al-Irsyad yang sejak awal ikut membidani lahirnya Al-Irsyad, antaranya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Attas dan juga puteranya Sayyid Ismail bin Abdullah Al-Attas yang anggota volksraad, berhasil menggagalkan rencana sepihak yang akan membubarkan Al-Irsyad dengan berhasilnya menyelenggarakan Rapat Umum Anggota (R.U.A) yang dinilai bersejarah. Rapat yang sudah terjadwal dan nyaris batal ini berlangsung sukses pada 15 Febuari 1920 di Gedung Sekolah Al-Irsyad.
R.U.A bersejarah itu dihadiri tidak kurang dari 400 anggota dan empat perwakilan cabang Al-Irsyad yang sudah terbentuk yaitu Tegal, Pekalongan, Bumiayu dan Surabaya. R.U.A itu sendiri dipimpin oleh Syech Muhammad Balrayis bin Thalib, ketua cabang Al-Irsyad Surabaya sebagai Pimpinan Sidang dan Syech Hoesein Alyazidi, ketua Al-Irsyad cabang Bumiayu selaku sekretaris sidang.
Dengan gagal bubarnya Al-Irsyad dan suksesnya R.U.A (kongres/muktamar), seluruh potensi yang dimiliki oleh Al-Irsyad kembali bersatu. Tokoh-tokoh yang sempat mengundurkan diri dari jabatan hoofdbestuur (pimpinan pusat) kembali kepada jabatannya masing-masing, termasuk aktivitas mengajar dan kiprah Syaikh Ahmad Surkati yang tetap aktiv mewakili Al-Irsyad di pentas nasional. Salah satu diantaranya tahun 1922, Syaikh Ahmad Surkati tampil mewakili Al-Irsyad dalam kongres umat Islam di Cirebon didampingi oleh kedua muridnya, Ustadz Umar Sulaiman Nadji dan Ustadz Abdullah Agil Badjerei. Dalam acara pembukaan kongres umat Islam tersebut sebuah aksi toleransinya Syaikh Ahmad Surkati diperlihatkan, Ia berdiri saat bacaan kitab barjanji disenandungkan, karena baginya menghormati tuan rumah penyelenggara dan mayoritas penganut faham keagamaan di Jawa, jauh lebih penting untuk menjaga ukhuwah Islamiyyah dan demi upaya menggalang membangun kekuatan dan persatuan umat Islam Indonesia untuk melawan kolonialisme dan memperjuangkan kemerdekaan.
Tahun 1923 Syech Ahmad Surkati menerbitkan majalah Azzachiratoel Islamijjah. Majalah yang terbit dalam dua bahasa ini, arab dan melayu, selain mengupas tentang masalah-masalah agama atau masalah furu'iyyah, juga dimuat apresiasi dan penghargaan Syech Ahmad Surkati kepada para dermawan yang telah memberikan donasi dan kontribusinya kepada Al-Irsyad sejak didirikan di Jakarta pada 6 September 1914 dan pembukaan cabang Al-Irsyad Surabaya tahun 1919 (Azzachiratoel Islamijjah No.8 Tahun 1923, halaman 370). R
Kantor redaksi majalah Azzachiratoel Islamijjah berkedudukan di Mangga Besar 174 Batavia, di gedung sekolah Al-Irsyad dan tempat berlangsungnya R.U.A bersejarah yang menjadi saksi tetap eksisnya jum'iyyah Al Ishlaah wal Irsjaad al Islamijjah atau Al Irsyad yang terancam bubar pada tahun 1920.
Tahun 1922, dua cabang Al-Irsyad dibentuk. Tanggal 9 Juli 1922 atas bantuan dan dukungan para pemuka arab di Cilacap, dibuka madrasah Al-Irsyad dengan dikepalai oleh seoarang pribumi Abdul Ghani Al-Cianjuri. Pada 3 September 1922 pembukaan madrasah Al-Irsyad di Gebang, Ciledug-Cirebon yang juga di pimpin oleh seorang pribumi Bisri bin Haji Yusuf Al-Palembangi. Abdul Ghani dan Bisri adalah anak didik Surkati lulusan Madrasah Al-Irsyad yang dipimpinnya.
Tahun 1924 masih tercatat Syaikh Ahmad Surkati memimpin sekolah Al-Irsyad di jalan Mangga Besar No.174 Batavia (Jakarta). Sejak itulah, hingga pembentukan cabang-cabang Al-Irsyad di Cirebon, Bogor, Bondowoso dan di kota-kota lainnya, Syaikh Ahmad Surkati hadir dan memberikan pembinaan serta pengawasan, termasuk menyebar para alumnusnya dari angkatan pertama tahun 1914, untuk memimpin dan mengajar di sekolah-sekolah Al-Irsyad yang didirikan di cabang-cabangnya.
Isu kedua tentang pengunduran diri Surkati dari segala aktivitas mengajar di sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah dan berdakwah adalah dari adanya permintaan beberepa orang tokoh yang tengah melakukan rekonsoliasi terhadap golongan irsyadi dengan allawien.
Gagasan renkonsoliasi itu digagas oleh Syech Abdul Azis Arrasyid dari pihak Al-Irsyad dan Sayyid Abdurrahman Assegaff dari pihak allawien. Kedua tokoh ini meminta kepada Surkati untuk sementara waktu tidak melakukan aktivitas apapun selama di Batavia (Jakarta-pen) dan bahkan dimintanya pergi "pelesir" kesuatu tempat yang disukainya dalam suasana yang hening jauh dari hiruk pikuk, karena itu dipilihnya Lawang di dekat Malang Jawa Timur yang berudara sejuk dan sepi jauh dari hingar bingar. Di Lawang hasratnya untuk "rest" menyendiri mendapatkan penolakan dari bathin dan fikirannya. Surkati malah memanfaatkan keheningan lawang sebagai lokasi yang cocok untuk mendirikan sekolah elit yang diperuntukan bagi anak-anak para saudagar tajir di Jawa Timur. Pada awal tahun 1929, Surkati membuka sekolah dan dinamainya sekolahnya itu Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Para peminatnya bukan saja berasal dari jawa tapi dari luar jawa hingga sumatera. Diantaranya anak-anak para pengusaha rokok kretek, salah satunya anak Haji Muslih raja kretek dari kudus.Dari sumatera ada anak Haji Ibrahim bin Musa Parabek, ulama terkemuka dari ranah minang. Salah satu almunus yang kelak menjadi tokoh berpengaruh di Indonesia adalah Profesor DR KH Muhammad Rasyidi. Di sekolah ini pula namanya yang sebelumnya saridi, dirubah oleh gurunya Surkati menjadi rasyidi.
Di Lawang ini pula pada akhir tahun 1929, Surkati telah mempersiapkan estafeta kesinambungan kepemimpinan Al-Irsyad dengan menggagas pembentukan Pemuda Al-Irsyad. Kelak kader-kader dari Pemuda Al-Irsyad inilah yang menjadi para pemimpin Al-Irsyad dikemudian hari, melanjutkan perdjoangan Al-Irsyad hingga akhir hayatnya seperti Abdullah Badjerei, Umar Hubeis, Umar Nadji, Muhammad Munif, Ali Harharah, Ali Hubeis, Awab Albarqie, dan se abreg nama-nama lainnya, dari sederet panjang alumni Al-Irsyad sejak angkatan pertamanya tahun 1914 di Jakarta.
Tahun 1939, Surkati tampil ditempatkan secara terhormat dengan latar karangan bunga-bunga, menjadi tokoh central dalam sebuah singgasana khusus baginya dalam kongres sekaligus peringatan 25 Tahun atau Jubelium Al-Irsyad (1914-1939) yang berlangsung akbar dan meriah di kota Surabaya.
Tahun 1920 dan dari tampilnya Surkati pasca periatiwa "Leles" dan berlangsungnya open bare vergadering (rapat umum anggota/kongres/muktamar) yang bersejarah, gedung sekolah Al-Irsyad di Jalan Mangga Besar 174 dan terbitnya majalah Azzachiratoel Islamijjah, pembentukan cabang-cabang Al-Irsyad yang selalu dihadirinya, tampilnya surkati di panggung terhormat jubelium tahun 1939, kongres-kongres Al-Irsyad berikutnya di kota Pekalongan 1941, hingga pembukaan sekolah Al-Irsyad di Lawang dan lahirnya embrio Pemuda Al-Irsyad tahun 1930. Itu menunjukan bahwa, Surkati ada di Al-Irsyad dan berkiprah atas nama Al-Irsyad, dan hanya ada satu Al-Irsyad yang dirintis dan didirikannya sejak 6 September 1914, tempatnya bernaung dan berjuang hingga wafatnya 1943. Surkati adalah Al-Irsyad, dan Al-Irsyad adalah Surkati. Keteguhan dan komitmennya untuk tetap berada di Al-Irsyad juga berpengaruh kuat pada murid-muridnya. Al-Ustadz Solah Abdul Kadir Al-Bakry, muridnya seorang penulis produktif yang terkenal dengan karyanya pengarang Tarikh Hadramaut Asiyasi pernah menyatakan dalam penanya; "Selama matahari dan bulan masih terbit dari tempatnya masing-masing, saya tidak akan goyah dan keluar dari Al-Irsyad".
Jelas keliru dan sesat menyesatkan, sejarah asal nyablak tanpa data dan pembohongan sejarah bila dikatakan bahwa Surkati pernah mengundurkan diri dari Al-Irsyad pada tahun 1923 dan kemudian mendirikan madrasah barunya pada tahun yang sama. Sebagaimana yang ditulis dalam harian republika oleh saudara Hasanul Rizqa 1 Juli 2018.
Bogor 10 Juli 2018, Abdullah Abubakar Batarfie
1 komentar untuk "Isu sesat mundurnya Surkati dari Al-Irsyad, dan sikap diamnya PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah terhadap upaya sebuah distorsi sejarah Al-Irsyad"