Tradisi Lebaran dan Sholat Iedul Fitri di Kota Bogor



Iedul Fitri selalu menjadi hari bahagia yang dirayakan dengan suka cita oleh umat Islam Indonesia dalam ragam tradisi dan ekspresi. Budaya dimasing tempat menjadi ciri khas, termasuk toples-toples yang berderet diatas meja dan amben. Orang sunda punya nama sendiri untuk toples atau stoples, di priangan biasa menyebutnya keller. Kiranya stoples mapun keller terkesan berasal dari bahasa asing. Dalam toples kalau lebaran yang tidak pernah kelewat adalah kue nastar, kata orang lebaran tanpa kue nastar tidak afdhol. Nastar uda pasti berasal dari bahasa belanda, ananas adalah buah nenas dan taart artinya kue. 

Ucapan dan ungakapan hari raya saling sapa mengalir di berbagai grup whatsapp dalam segala bentuk ucapan yang tersusun rapi, puitis dan tidak sedikit ada juga yang diselipkan dengan kata-kata lucu mengundang tawa. Semua itu adalah bagian dari sebuah ekspresi akan rasa bahagia dari suka cita umat Islam menyambut Iedul Fitri. 

Selain perdebatan soal roe'jatoel  hilal yang sudah timbul sejak zaman dulu, bahkan seringkali menimbulkan perbedaan waktu penetapan lebaran, kapan bolehnya tutup-tutup toples diatas meja boleh dibuka. Dewasa ini ada juga yang cari perkara baru urusan tek-tek bengek soal ucapan minal aidzin wal faidzin yang konon katanya tidak nyunah (sunnah), karena bukan berasal dari perkataan sayyidina Muhammad rasulullah salallahu alaihi wassalam. 

Ba'da sholat shubuh pada hari lebaran ada yang khas dalam keluarga peranakan hadrami. Sajian kue lapis dan secangkir kopi menemani gelapnya pagi sebelum bersiap diri untuk berangkat menuju tempat sholat ied dengan iringan lantunan lagu Oum Kalthoum. Semenata di sudut-sudut kampung, di masjid dan mushola takbir dan tahmid terus dikumandangkan, bahkan ada yang sudah sejak semalam sebelum lebaran tiba lengkap dengan beduk-beduk yang ditabuh.Terkadang kita perlu juga minum obat tidur agar tidak terpengaruh oleh riuhnya suara takbiran yang membuat mata sepanjang malam sulit terpejam. 

Di kota Bogor, tempat penyelenggaraan sholat Iedul fitri tidak berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja sempat viral, lokasi untuk sholat ied di taman astrid dalam kebun raya akan ditiadakan.Konon karena alasan untuk keamanan Istana kepresidenan. Tapi akhirnya, pembatalan penutupanpun beredar luas kembali lewat washaaps dan bahkan shalat di taman astrid kali ini dihadiri oleh presiden beserta istri dan keluarganya. Biasanya sebagai simbol negara, para pendahulunya sejak era Bung Karno hingga SBY, seorang presiden selalu sholat iedul fitri bersama ribuan umat Islam di Masjid Istiqlal. 

Penanggung jawab penyelanggaraan shalat ied di taman astrid dari tahun ke tahun adalah DKM Kifayatul Abidin, nama kifayatul abidin sendiri konon pemberian dari pelukis senior Indonesia beraliran moi indie Oemar Basalmah, Ia merupakan pelukis peranakan arab yang ikut mendirikan masjid untuk pertama kalinya di dalam kebun raya Bogor. 

Di kota Bogor, sholat Iedul Fitri untuk pertama kalinya diselenggarakan sekitar tahun lima puluhan. Dahulu shalat lebaran di tanah lapang masih dianggap tidak biasa, bahkan seringkali di cemooh dengan segala rupa sorak sorai ejekan. Penyelenggaraan shalat ied saat itu berlangsung di lapangan sempur, imam sekaligus khatibnya adalah ustadz Atmawidjaja. Penggagasnya adalah Al-Irsyad cabang Bogor bekerjasama dengan ormas sehaluan Muhammadiyah dan PERSIS.

Pada masa revolusi akibat situasi politik yang ditakutkan berdampak pada kemamanan, tahun enam puluhan shalat ied dari lapangan sempur dipindahkan lokasinya ke halaman istana Bogor. Jumlah jamaahnya semakin membludak, tidak saja berasal dari warga tiga ormas Islam sehaluan yang populer dengan dengan sebutan trio tajdid. 

Entah sejak kapan dari istana kemudian di pindah ke halaman Institut Pertanian Bogor, tapi yang pasti sudah sejak awal shalat di lapangan terbuka menjadi sebuah "identitas" organisasi-organisasi tajdid, sekaligus pembeda dengan masyarakat tradisional termasuk NU yang memilih shalat di masjid-masjid. Tujuan shalat Ied di tanah lapang bagi ketiga trio tajdid tersebut adalah bagian dari gerakan dakwahnya untuk pemurnian ajaran Islam. 

Sejak kepindahan dari sempur ke kedoeng halang, tempat berdirinya gedung kampus IPB yang dibangun dan di arsiteki oleh F.Silaban dengan gaya indies pada tahun 1952. Shalat lebaran di halaman kampus IPB pada tahun tujuh puluhan hingga delapan puluhan imam dan khatibnya adalah ulama-ulama eks tokoh masyumi seperti KH Soleh Iskandar, KH Toebagoes Hassan Basri, KH S.Atmawidjaja dan lain-lain. Sudah tentu pesan khatib yang disampaikan selain nasihat untuk menjaga dan mempertahankan kualitas ibadah para alumni ramadhan, juga tiada jarang kritik pedas disampaikan kepada para penguasa. Sama halnya dengan lagu "Selamat Hari Lebaran" ciptaan Ismail Marzuki yang mengandung pesan moral untuk para pemimpin negeri.

Tengah KH Soleh Iskandar diapit oleh KH Nur Ali (kiri) dan KH M.Natsir (kanan)

Hingga pada tahun sembilan puluhan masyarakat yang antusias mengikuti shalat lebaran di halaman kampus IPB yang belakangan dikasi embel-embel baranangsiang, jumlah jamaahnya berlimpah ruah hingga ke jalan raya, bahkan memenuhi taman paling ujung kampus yang sekarang berdiri botani square di jalan raya pajajaran. Tugu kujang menjadi tempat pavorit remaja dan pemuda keturunan arab empang untuk berphoto bersama. Dari generasi ke generasi setiap tahun selalu momen bahagia itu mereka abadikan di depan tugu yang menjadi ikon kebanggaan warga kota Bogor

Kini penyelenggaraan shalat lebaran di tanah lapang semakin banyak, lokasinya ada dihampir pelosok dan bukan menjadi persoalan klasik yang menuai polemik. Para penyelenggaranya-pun bergam, dari kalangan ormas, komunitas, hingga ke tingkat erwe yang diadakan di lapangan badminton. Bahkan di Bogor kita jumpai dalam lokasi yang hampir berdekatan diantaranya di taman astrid, sempat di parkiran giant belakang botani square oleh Hizbu Tahrir (HTI) akibat beda penentuan 1 syawal, di lapangan sempur juga pernah sebelum ditata seperti sekarang yang rumputnya tidak boleh diinjek sembarang waktu. Yang terbaru di halaman Balaikota Bogor. Bertambahnya lokasi baru justru memecah jamaah yang dulu berlimpah ruah di halaman kampus IPB. Terlebih di taman astrid hadirnya sahrini artsi papan atas indonesia yang menjadi idola sebagian jamaah shalat iedul fitri di kebun raya, berebut salam dan berphoto ria. 

Jika dicermati animo sholat Ied di tanah lapang saat ini bisa saja bukan karena pengetahuan mereka akan sunahnya shalat di tanah lapang, tapi lebih kepada trend. Tengok saja di taman astrid, lokasinya ada di dalam dikelilingi oleh pohon-pohon besar koleksi kebun raya bogor bekas hutan samida yang dibuat oleh kerajaan pajajaran dan dikembangkan oleh raffles. Dari sekeliling jalan raya yang mengitari kebun raya hanya tampak spanduk informasi tentang adanya shalat ied di dalamnya, dan jamaah shalat Ied baik yang berjalan kaki maupun berkendara menuju masuk dari gerbang yang sudah ditentukan. Prosesi shalat Ied tidak terlihat sama sekali dan hilangnya syiar yang menjadi tujuan utama shalat di tanah lapang.Tidak ada bedanya shalat Ied di masjid dengan dalam kebun raya, yang membedakan hanyalah tanpa atap dan dinding seperti bangunan masjid. 

Kampus IPB Baranangsiang yang sudah tidak sepadat aktivitas perkuliahannya seperti dulu karena dipindah ke lokasi baru di Dramaga. Juga penyelenggaraan sholat Ied yang tidak berlimpah ruah seperti dahulu karena terpecah oleh banyaknya lokasi baru dimana-mana yang saling berdekatan, ada baiknya kegiatan shalat ied yang sekarang organizzing committenya adalah DKM Al-Gifari, patut untuk di evaluasi kembali pesan-pesan khotbahnya yang tidak memiliki greget, datar dan tidak termanfaatkan momentum yang datang setahun dua kali, iedul fitri dan adha. Bahkan pada tahun ini, 1439 hijriah bertepatan dengan tahun 2018 terkesan kurang bobot baik imam maupun khotibnya, bacaan khotib beberapa kali ucapannya pabaliut. Terlebih lagi durasi khotbahnya yang sepanjang tahun sejak sudah tidak berbobot lagi dirasakan sering panjang, ditambah dengan banyaknya laporan panitia yang justru mengurangi durasi bacaan takbir yang disunahkan. Tentu saja ini dapat berasumsi berkurangnya jumlah jamaah shalat Ied di halaman kampus IPB.

Wallahu'alam, Bogor 3 Syawal 1439 H
Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Tradisi Lebaran dan Sholat Iedul Fitri di Kota Bogor"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel