IBU SHOLEHA BAWAZIER TOKOH SENIOR WANITA AL-IRSYAD MENYAMBANGI PUSDOK AL-IRSYAD BOGOR


 

Dokumentasi penting, Buku dan Foto-foto bernilai sejarah Al-Irsyad dari sejak berdirinya tahun 1914 berikut dinamika perjuangannya dari masa ke masa yang ada di Pusat Dokumentasi & Kajian Al-Irsyad Bogor, tidak saja harus dilestarikan, tapi juga membutuhkan perhatian dari semua pihak dan sudah sepantasnya dapat menjadi kebanggaan Irsyadi secara nasional, sebagai satu-satunya pusat literasi sejarah Al-Irsyad yang dimilikinya saat ini di Indonesia.

“Bagi saya apa yang dilakukan oleh Pusdok Al-Irsyad Bogor ini luar biasa. Bahkan saya juga melihat banyak sekali orang menyelesaikan skripsi dan thesisnya dari sini,” ucap mantan Ketua Umum Wanita Al-Irsyad, Ibu Dra.Sholeha Bawazier, saat mengunjungi Pusdok Al-Irsyad Bogor pada hari ini, senin 20 Maret 2023.

Tokoh wanita Al-Irsyad yang mulai berkiprah sebagai ketua Wanita Al-Irsyad saat masih berstatus Majelis ini, boleh dibilang telah tumbuh menjadi irsyadiat sejak lahir. Ayahnya Abdullah Saleh Bawazir adalah alumnus Madrasah A-Irsyad di Lawang, asuhan dan didikan langsung dari pendiri Al-Irsyad, Syaikh Ahmad Surkati. Semasa di Lawang itulah, ayahnya teman satu satu sekolah dan satu bangku dengan Mohammad Rasyidi yang kelak dikenal sebagai Prof.Dr.HM Rasyidi, menteri Agama pertama Republik Indonesia.

Ayahnya Abdullah Saleh Bawazier bisa jadi murid Surkati yang terbilang unik, ketertarikannya untuk belajar di Madrasah Al-Irsyad tersebut justru saat Ia masih berstatus sebagai murid di salah satu Madrasah yang ada di kota Tarim, Hadramaut. Dari negeri kelahirannya itulah saat usianya masih 19 tahun, Abdullah muda kemudian hijrah ke Indonesia untuk menjadi murid Surkati, setelah tersiar kabar tentang kepindahan Surkati dari Batavia dan membuka madrasah barunya di Lawang.

Allahyarham Abdullah Saleh Bawazier
Ayah dari Ibu Sholeha Bawazir


Tampaknya pembukaan madrasah Al-Irsyad oleh Surkati di kota Lawang yang dikenal sebagai kota peristirahatan sejak zaman penjajahan Belanda ini banyak diberitakan oleh berbagai media, baik dari dalam maupun di luar negeri. Termasuk berita yang dimuat pada koran-koran yang terbit di Hindia Belanda dan dibaca oleh Saridi, anak tokoh Muhammadiyah dari Kota Gede di Yogyakarta yang kemudian juga tertarik untuk menjadi murid pada Madrasah Al-Irsyad di Lawang, bahkan dari sanalah awal perubahan jalan hidup dan karirnya bermula, termasuk namanya yang kemudian dirubah oleh gurunya Surkati dari Saridi menjadi Mohammad Rasyidi, nama yang dipakainya dan melekat hingga di akhir hayatnya, teman satu alumni Abdullah Saleh Bawazir ayahanda Ibu Sholeha Bawazier.



Tokoh senior wanita Al-Irsyad kelahiran kota Tegal, Jawa Tengah pada 20 April 1950 ini adalah anak kesembilan dari lima belas bersaudara dari pasangan Abdullah Saleh Bawazier dan Fatmah Abdullah Barkaat Bawazier. Sholehah dibesarkan di tengah-tengah keluarga Al-Irsyad 24 karat. Ayahnya adalah guru dan aktivis Al-Irsyad. Sedangkan kakek dari pihak ibunya, Syaikh Abdullah Barkaat Bawazier disebut-sebut sebagai Saudagar kaya yang ikut berkontribusi menjadi penyandang dana Al-Irsyad cabang Tegal. Bahkan salah satu gedung sekolah yang kini berdiri dengan megah di kota itu merupakan salah satu dari peninggalannya, yang telah diwakafkan oleh para ahli warisnya untuk Al-Irsyad cabang Tegal.

Pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah dasarnya, Sholeha selesaikan di sekolah Al-Irsyad di kota kelahirannya. Selepas lulus SMP SMA Negeri di kota yang sama, ia kuliah dengan mengambil jurusan pada Departemen Publisistik yang berada di bawah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan lulus pada tahun 1979. Sempat berkeinginan untuk melanjutkan S2 nya di Universitas Brimingham, London, namun sayangnya gagal dan hanya fokus untuk mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya selama Ia menetap di ibu kota Britania, London selama delapan bulan lamanya.

Sekembalinya ke tanah air dari Inggris, Sholeha kemudian bekerja sebagai Pagawai Negeri Sipil pada Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Ilmu yang dia peroleh sebagai mahasiswi pada Departemen Publisistik UGM menjadi modal dasar pengabdiannya dengan menjadi Humas di Direktorat Jendral Bina Marga yang saat sekarang ini berada di bawah Kementerian PUPR.

Selama pengabdiannya itulah, pembentukan jati dirinya sebagai satu-satunya wanita yang ikut blususkan ke berbagai pedalaman dan hutan belantara, menjadikan seorang Sholehah kian terbentuk menjadi sosok wanita yang tangguh, tegas, ambisius dan bertekad untuk mengubah paradigma dalam kalangan wanita keturunan Arab, bahwa meski sebagai wanita tetap bisa berkontribusi pada pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia, dari sabang sampai merauke.

Sebagai seorang wanita, Sholeha Bawazier dapat membuktikan kepada kaumnya, bahwa optimalisasi peran perempuan dalam pembangunan dapat diwujudkan. Perempuan pun bisa mengambil peran dan aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera.

Pengalaman dan pengabdiannya sebagai sosok wanita yang berkepribadian tangguh itulah, sebagai Irsyadiyat yang dalam tubuhnya telah mengalir darah Al-Irsyad sejak lahir, tawaran untuk menduduki jabatan sebagai ketua Majelis Wanita saat Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah di nahkodai oleh H.Geys Amar, tidak kemudian ditampiknya tapi langsung diterimanya sebagai sebuah panggilan perjuangan. Bahkan saat itu organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah tengah menghadapi problematikanya yang begitu rumit dan terancam eksistensinya akibat kemelut internal. Segala cobaan dan godaan yang dihadapi sebagai Ketua Majelis Wanita dengan tegas dan istiqomah mengajak kaum Irsyadiyat untuk tetap berada di barisan yang lurus, turut andil dalam menyelamatkan Al-Irsyad dari rongrongan dan infiltrasi yang akan membelokan arah dan perjuangannya sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri dan pendahulunya.

Selama masa kepemimpinannya, selain organ penting yang menjadi media resmi internal Wanita Al-Irsyad, majalah Khasanah yang berhasil beliau terbitkan sebanyak dua nomor ini, gagasan untuk mengembalikan otonomi Wanita Al-Irsyad berhasil pula beliau realisasikannya dalam masa periode kepemimpinannya, karena itu dapat dikatakan akan perannya tersebut sebagai tokoh inisiator lahirnya Badan Otonom Wanita Al-Irsyad pada periode keduanya, sejak ditenggelamkan secara paksa selama lebih kurang 27 tahun, pasca Muktamar Al-Irsyad yang berlangsung di kota Tegal tahun 1985.

Sebagai seorang aktivis Wanita Al-Irsyad yang tetap percaya diri untuk tetap melangkah menggerakan roda organiasi ditengah-tengah dominasi kaum pria, slogannya yang sering dilontarkan tatkala menghadapi cibiran dan tantangan yang adakalanya dianggap sebagai tabu, ia sering berujar; "Patahkan dulu sayap pada logo Al-Irsyad jika Wanita selalu dipandang sebelah mata akan perannya untuk tetap berkhidmat bagi umat dan bangsa".

Ibu Sholeha Bawazier yang bersuamikan Ahmad Abdurrahman Faqih dan ibu dari dua orang puteri itu, kini menduduki jabatan sebagai salah seorang Dewan Pengawas Wanita Al-Irsyad dalam periode  Pengurus Besar Wanita Al-Irsyad yang diketuai oleh Ibu Fahimah Abdul Kadir Askar 2022-2027. Aktivitasnya diluar Al-Irsyad sebagai pengabdi umat dan berdakwah tetap dilakoninya dengan menjadi pengasuh dan pengelola Majelis Taklim Wanita Muslimah yang jamaahnya dari kalangan dhua'fa dibilangan Slipi-Jakarta Barat.

Ibu Sholeha Bawazier yang selalu memegang teguh pesan ayahnya; "capailah pendidikan wanita setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya" ini, diakhir kunjungannya mengajak kepada semua orang untuk tidak melupakan sejarah, karena itu harapannya adalah kita harus turut merawat sejarah salah satunya adalah memberikan perhatian dan mendukung kelangsungan Pusdok Al-Irsyad, sebab disinilah adanya sejarah masa lalu dan idiologi Al-Irsyad yang harus terjaga dan penting untuk masa depan generasi Irsyadi dan Irsyadiyat.

Dalam ajaran agama Islam, terkait menghormati para pendahulu diajarkan sedemikian jelas. Dalam kitab suci al Qur'an banyak nama-nama para nabi dan rasul disebutkan sejarahnya. Umat Islam tidak saja mengetahui nama Rasulnya, tetapi juga sejumlah nabi lainnya, misalnya Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya. Demikian pula dalam pelaksanaan ibadah shalat, setelah menyebut nama Muhammad saw., segera juga menyebut nama Ibrahim. Hal demikian itu menjadi pelajaran tentang betapa agama mengajarkan pentingnya mengingat sejarah para pendahulu.


2 Komentar untuk "IBU SHOLEHA BAWAZIER TOKOH SENIOR WANITA AL-IRSYAD MENYAMBANGI PUSDOK AL-IRSYAD BOGOR"

  1. Masyaa Allah.. ulasan yang luar biasa tentang tokoh wanita Al-Irsyad ini, hanya ada yang perlu dikoreksi, Muktamar Al-Irsyad tahun 1985 bukan di Semarang, tapi di Tegal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih koreksinya, jazakallah khair. Segera diperbaiki

      Hapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel