Ijazah Palsu dan gagalnya ketauladanan

sumber ilustrasi gambar komeringonline.com

Fenomena penggunaan ijazah Palsu bukan sesuatu yang baru di tanah air, bahkan tidak sedikit dari pelakunya yang terjerat oleh hukum. Motif penggunaannya pun berbeda-beda sesuai kepentingan individu bersangkutan yang berasal dari berbagai kalangan. Diantaranya tokoh masyarakat yang selama ini berkiprah pada bidang keagamaan, pendidikan maupun dalam organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.

Biasanya terbongkarnya kebohongan penggunaan ijazah palsu ditemukan, manakala salah seorang politisi saat akan memasuki tahapan verifikasi berkas untuk suatu tujuan, misalnya dalam konteks pilkada maupun pileg. Tahapan verifikasi berkas inilah yang bakal menjadi momen paling menakutkan yang lambat tapi pasti, akan menghabisi karirnya. Namun demikian, gelar sarjana dari ijazah Palsu tersebut ada juga yang tetap dipaksakan disandangnya demi nama baik dan popularitasnya, semisal Sarjana Tekhnik (S.E) dan gelar-gelar lainnya.

Selain bermasalah secara hukum dan menjadi ganjalan karir seseorang sebagai sebuah persyaratan yang tidak dapat terpenuhi, secara moral kasus seseorang yang menggunakan ijazah Palsu dengan cara membeli atau menggunakan cara apapun, menunjukan pelakunya telah melakukan suatu perbuatan yang tidak terpuji, cacat moral dengan menciderai nilai-nilai dan ajaran yang berakhlaqul karimah. terlebih bila orang tersebut berada dibawah naungan sebuah organisasi kemasyarakatan Islam.

Ketidak jujuran akademik inilah yang apabila ada dalam diri setiap orang, unsur penipuan atau kebohongan publik tersebut sudah dapat dijadikan dasar agar orang itu sudah sepantasnya untuk tidak dipercayai oleh masyarakat. Syukur-syukur ada kesadaran dalam diri pelakunya untuk enggan menduduki jabatan apapun, terutama dalam menahkodai umat. Orang seperti ini karena perbuatannya telah gagal menunjukan kepribadiannya sebagai suri tauladan dengan menjadi publik figur.

Kasus serupa bila pemalsuan ijazah palsu itu semisal dilakukan oleh seseorang yang mengurusi kegiatan bidang pendidikan, ini tentu akan lebih memalukan lagi, bahkan dipandang dapat berbahaya bagi kelangsungan dunia kependidikan yang sedang digelutinya. Bagaimana tidak, ijazah palsu tersebut dapat disuburkan benihnya untuk mendongkrak prestasi palsu, dengan menghalalkan segala cara guna mendulang pujian dari khalayak.

Semoga saja adanya kebohongan publik melalui cara-cara yang tidak halal, adanya kepemilikan ijazah palsu yang disandang oleh para pegiat pendidikan, tidak akan terjadi dalam lingkungan yang selama ini menjunjung tinggi nilai dan ajaran Islam. "Lebih baik jujur tidak berijazah daripada berijazah tetapi tidak jujur". Benih kebohongan akan menjadi budaya yang dinggap biasa dan diberlakukan pada praktek-praktek lainnya, karena bohong dianggap seuatu yang lumrah demi meraih ambisi, ego dan kekuasaan. Maka orang seperti ini dapat dikategorikan sebagai figur mardud

Belum ada Komentar untuk "Ijazah Palsu dan gagalnya ketauladanan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel