A. Hamid S. Attamimi : Bapak Perundang-Undangan Indonesia


A.Hamid S. Attamimi (sumber tempo)

Sejak Al-Irsyad Al-Islamiyyah didirikan 6 September 1914, setiap pembukaan cabangnya-cabangnya hingga pada akhir tahun 20-an, secara yuridis administratif diatur oleh Notaris Hendrik Carpontier Alting di Batavia. Demikian pula saat pembukaan cabangnya di kota Cirebon pada 31 Oktober 1918.

Sebagai cabang yang ke-4, Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Cirebon pertama kali diketuai oleh Ali Awadh Baharmuz. Sedangkan madrasahnya dipimpin oleh Awadh Albarqy, murid angkatan pertama pendiri Al-Irsyad Syaikh Ahmad Surkati, yang sebelumnya adalah guru Madrasah Al-Irsyad di Molenvliet West - Batavia. Sumber; Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, oleh H.Hussein Badjerei, penerbit Presto Prima Utama - Oktober 1996.

Diantara sederet panjang jebolan sekolah Al-Irsyad di Cirebon itu, terdapat nama Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H, yang lahir di Panjunan - Cirebon pada tahun 1928. Panjunan di masa Hindia Belanda, merupakan sebuah kawasan zona pemukiman yang diperuntukan bagi orang-orang Arab di kota itu.

Adanya zona pemukiman bagi orang-orang Arab di Panjunan, terkait erat sejak berlakunya sistem kependudukan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap pembatasan serta pengawasan yang ketat kepada semua penduduk di negeri jajahannya, berdasarkan pengelompokan etnis. Kebijakan yang oleh Belanda disebut sebagai "wijken stelsel" itu berlaku di semua daerah dengan sebutan koloni.

Menurut keterangan Hamid Abud Attamimi, aktivis senior Al-Irsyad dan mantan ketua Pimpinan Cabang Al-Irsyad Cirebon yang sekarang duduk sebagai ketua Yayasan di cabang itu, dirinya pernah dimintakan keterangan oleh H. Hussein Badjerei lewat petunjuk salah seorang tokoh terkemuka Al-Irsyad, Ustadz Isa Attamimi, tentang siapa saja orang-orang dalam photo tua yang terpampang di depan gedung sekolah Al-Irsyad di Panjunan - Cirebon. Darinya kemudian diperoleh keterangan bahwa, salah seorangnya adalah photo ayahanda Ustadz Isa Attamimi, Saleh bin Salim Attamimi, yang juga ayah dari Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H.

Dari photo tua itulah menandakan, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H, terlahir menjadi seorang irsyadi secara kultural. Demikian pun saudaranya (kakak), ustadz Isa Attamimi, yang bahkan telah tampil menjadi salah seorang ulama dan tokoh terkemuka di Al-Irsyad. Ustadz Isa Attamimi selain pernah mengajar di almamaternya, madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah asuhan gurunya Syaikh Ahmad Surkati di Batavia, juga merupakan guru sekolah Al-Irsyad yang sempat ditugaskan mengajar di beberapa cabang Al-Irsyad seperti Bogor dan di kota lainnya. Terakhir hingga wafatnya, menjadi guru, tokoh dan ulama di kota kelahirannya, di Al-Irsyad cabang Cirebon.

Rogayah binti Ali Baharmuz, ibu kandung Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H, pun merupakan puteri dari Ali bin Awadh Baharmuz, tokoh yang dipercaya memimpin cabang Al-Irsyad Al-Islamiyyah di kota Cirebon, sejak pertama kalinya cabang itu dibentuk.

Ibu Rogayah Ali Baharmus dan Bapak Saleh Attamimi, orang tua Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H

Dari keterangan Hamid Abud Attamimi pula, berdasarkan penuturan Ibu Fathiyah Saleh Attamimi yang akrab disapa Ibu Yun, saudari Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, S.H, bahwa saat kunjungan Syaikh Ahmad Surkati ke Cirebon, kedatangannya dijemput langsung oleh kakeknya Ali Awadh Baharmus. 

Ibu Yun adalah ibunda Prof. DR. Ing Misri Gozan, M.Tech, IPM, aktivis dan salah seorang fungsionaris PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, yang kini sebagai dosen di Tekhnik Kimia Universitas Indonesia.

Pada akhir masa kekuasaan Belanda dan menjelang masuknya tentara Jepang Ke Indonesia tahun 1942. Dampak yang ditimbulkan adalah kekacauan dan penderitaan bagi rakyat Indonesia, termasuk di kota Cirebon. Dalam masa peralihan dari penguasaan penjajah Belanda kepada Jepang itulah, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi menyelesaikan pendidikan yang ditempuhnya di madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, setingkat sekolah dasar yang saat itu masih dikenal dengan istilah Sekolah Rakjat (SR).

Masih di kota kelahirannya Cirebon, selepas sekolah rakjat, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan berikutnya, baik SMP maupun SMA. Di kedua jenjang itu, beliau pun masih mengalami dua situasi, yaitu kemerdekaan Indonesia berikut dinamika seputar kemerdekaan yang pernah terjadi di kota Cirebon. Dan situasi keduanya adalah masa revolusi perjuangan yang saat itu masih berkecamuk untuk mempertahankan kemerdekaan, karena selepas proklamasi Indonesia Merdeka, 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tengah dihadapkan oleh agresor Belanda yang ingin merebut kembali tanah jajahannya.

Di masa kuliah, saat setelah menjadi mahasiswa, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi tinggal di Jakarta. Selama di Jakarta pada era tahun 50-an, beliau pernah aktif menjadi salah seorang redaktur Gema Pemuda Al-Irsyad dan juga pembuat disain pada cover majalah tersebut. Media yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Pemuda Al-Irsyad di Jakarta, yang nomor pertamanya mulai terbit 10 April 1954 ini, dilengkapi dengan supplement berbahasa Arab "Mimbar Asy-syabaab.

Hussein Badjerei, pemimpin Gema Pemuda Al-Irsyad memiliki hubungan yang sangat erat dengan Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, bahkan keduanya terjalin hubungan kasih sayang layaknya seperti dua bersaudara, antara seorang kakak kepada adiknya. Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi lah yang selalu memberinya bimbingan dan memotivasi kepada Hussein Badjerei untuk menjadi penulis produktif. Darinya pula ia mendapatkan buah kenangan yang masih disimpan hingga sekarang oleh keluarga Hussein Badjerei, yaitu sebuah karikatur yang dibuatnya sendiri dan dituliskan kalimat pujian yang amat tinggi, nukilan dari syair "As-Samaw'al". (Dikutip dari otobiografi, Hussein Badjerei, Anak Krukut Menjelajah Mimpi, diterbitkan oleh LSIP th.2003)

MERAIH GELAR DOKTOR DAN BAPAK PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi meraih gelar doktoralnya pada studi pasca sarjana di Universitas Indonesia tahun 1990. Ia berhasil mempertahankan disertasinya tentang; "Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara – Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita V".

Setelah puluhan tahun, yang sebelumnya menjadi dosen dalam Bidang Studi Hukum Administrasi Negara Fakuktas Hukum Universitas Indonesia. Desertasinya itu sekaligus menghantarkannya menjadi seorang Guru Besar pertama dalam ilmu perundang-undangan dan merupakan perintis yang mengantarkan ilmu perundang-undangan menjadi salah satu cabang dan bidang studi ilmu hukum yang terintegrasi dalam sistem kurikulum di Fakultas Hukum. ilmu pengetahuan perundang- undangan itu sudah diperkenalkan olehnya sejak tahun 1975.

Sejumlah pengamat ilmu pengetahuan dan akademisi menilai, setiap mempelajari ilmu peraturan perundang-undangan, tak luput dari peran besar Profesor Dr. A.Hamid S. Attamimi yang kemudian terciptanya mata kuliah ilmu perundang-undangan di Fakultas Hukum yang hingga kini dipelajari oleh mahasiswa hukum di seluruh Indonesia. "Pemikirannya tetap hidup dan terus bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara".

Bersamaan sebagai seorang akedemisi, Profesor. Dr. A.Hamid S. Attamimi juga sempat menjadi seorang birokrat negara. Beliau pernah menduduki jabatan Wakil Sekretaris Kabinet Republik Indonesia untuk periode 1983 - 1993. Diantara tugas dan fungsinya adalah memberikan dukungan staf dan administrasi sehari‑hari kepada Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan Pemerintahan Negara, terutama di bidang peraturan perundang‑undangan.

Profesor Dr. A.Hamid S. Attamimi merasa sangat kecewa ketika terbit PP No. 20 Tahun 1994 tentang Kepemilikan 90% saham dalam perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Menurutnya aturan tersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Sejak itulah beliau menanggalkan jabatannya dari Setneg, setelah sebelumnya berusaha memberikan penjelasan dan pengertian kepada Presiden atas keberatanya tersebut dalam tiga surat yang dilayangkan hingga tiga kali, dengan bahasa yang sangat halus namun argumentatif.

Profesor Dr. A.Hamid S. Attamimi, wafat di Jakarta, hari Jum'at, 7 Oktober 1994. Karena atas jasa-jasanya kepada negara, jenazahnya kemudian oleh pemerintah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata. 



Pada 26 Juli 2021, dalam sebuah kegiatan untuk mengenang dan menyelami pemikirannya, yang diselenggarakan oleh Bidang Studi Hukum Administrasi Negara FH UI, berkerjasama dengan Indonesian Center for Legislative Drafting (ICLD), telah memberikan pengakuan dan pengukuhan kepada Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, sebagai Bapak Perundang-undangan Indonesia. Sejumlah kalangan menyebut, pemikirannya telah menjadi fondasi bagi akademisi, birokrasi, politisi dalam persoalan ilmu perundang-undangan yang ada di Indonesia

Pemikirannya-pemikirannya tersebut tertulis dalam berbagai jurnal yang kini sudah dikompilasi dalam sebuah buku yang berjudul; Kumpulan Tulisan A. Hamid S. Attamimi: "Gesetzgebungwissenschaft  Sebagai Salah Satu Upaya Menanggulangi Hutan Belantara Peraturan Perundang-undangan” yang dihimpun oleh Maria Farida Indarti.

Kajian dari hasil pemikirannya itu, oleh sejumlah kalangan menilai bahwa, dalam pandangannya hukum tidak boleh dibenturkan dengan kebijakan. Keduanya, harus dipisahkan antara hukum dan kebijakan, kemudian harus mendahulukan hukum daripada kebijakan. “Kalau sekarang kebijakan yang didahulukan daripada prinsip hukum". Karena itu, beliau sudah menjaga integritas dirinya. Bagi Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, untuk membuat setiap perundang-undangan terlebih dahulu harus dirancang dalam sebuah perencanaan sesuai dengan prinsip hukum dan bukan mendahulukan proses politiknya.

Dimata sejawat dan koleganya, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi alumnus madrasah Al-Irsyad dari kota cirebon ini, dikenang sebagai seorang yang teguh pendirian dalam menjaga integritasnya. Pribadinya halus, tetapi tegas dan berprinsip. Dan juga sosok yang selalu berpenampilan sederhana serta bersahaja. Baginya yang terpenting adalah hati dan ketulusan, sebagaimana makna hati yang terlukis dalam logo Al-Irsyad.

Beliau selalu berpesan, "jika kita ada di kedudukan yang tinggi, kita tidak boleh lupa kepada orang yang berada di bawah. Beliau berpesan kita tidak perlu takut dengan kebenaran yang sebenarnya, harus disampaikan walau dicaci maki”

Belum ada Komentar untuk "A. Hamid S. Attamimi : Bapak Perundang-Undangan Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel