Taman Topi Bogor, Dari Wihelmina Park ke Kebon Kembang

Wihelmina Park Stasion Buitenzorg
sumber foto dari internet

Bogor sepertinya memang sudah ditakdirkan menjadi sebuah miniatur taman. Sejak berabad-abad yang silam dimasa tilam keemasan kota ini, sebuah Hutan Samida sudah tercipta dari maha karya Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pajajaran. Hutan Samida itulah yang kelak menginsipirasi Thomas Stamford Raffles pendiri kota Singapura dan bekas penguasa penjajah di Hindia Belanda untuk menata dan mempercantiknya menjadi sebuah Kebun Raya Bogor yang indah seperti sekarang ini. Dalam mengubah Hutan Samida menjadi Botanical Garden tersebut Raffles sepenuhnya dibantu oleh sejawatnya Prof. Dr. C. G. C. Reindwart

Saking kagumnya Belanda pada Kota Bogor, memberinya nama kota ber-peradab-an ini dengan Buitenzorg atau Sans Souci yang berarti kota "tanpa kekhawatiran". Karena itu bukan tanpa alasan jika sejak tahun 1870 hingga 1942, Istana Bogor menjadi tempat kediaman resmi 38 Gubernur Jenderal Belanda dan satu orang Gubernur Jenderal Inggris. 

Sejak masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda itu pula, sejumlah taman kota dibangun, salah satunya adalah Taman Stasiun atau Wihelmina Stasiun Park yang dibuka dengan resmi bagi umum bersamaan dengan peresmian jalur kereta Api Buitenzorg  -  Batavia pada tahun 1882. Taman yang ditata indah itu konon memang sengaja dibuat untuk memanjakan mata para pelancong saat pertama kalinya menginjakan kaki mereka di kota Bogor ini saat telah turun dari kereta api. Konon luasnya taman ini hingga ke Plaza Dewi Sartika yang sekarang berada yang dahulunya sering dipakai sebagai tempat pasar malam dengan aneka sarana hiburan seperti komidi putar yang biasa disebut carousel atau korsel 


Bisa jadi warisan keindahan kota Bogor pada masa lalunya itulah tercipta sebuah lirik lagu kebanggan dan kelak kemudian menjadi lagu resmi kota ini. "Bogor kota indah sejuk nyaman, bagai bunga di dalam taman.............". 

Pada medio tahun 1960 sebuah perubahan besar dalam tata ruang taman kota dilakukan secara besar-besaran dengan merubah fungsi bekas Wihelmina Park Stasiun tersebut menjadi terminal kota dan perluasan pasar. Termasuk pengurukan dan penutupan kanal kota yang mengelilingi taman tersebut. Sebagian lahan eks taman  yang tersisa kemudian diberi nama Taman Kebon Kembang. Pengambilan nama Kebon Kembang itu dilatar belakangi kebiasaan warga pribumi Bogor sejak masa kolonial menyebutnya Wihelmina Park Stasion dengan kebon kembang, karena di taman itu banyak ditumbuhi pohon-pohon bunga yang tertata indah.

Bangkai Pesawat Helikopter
salah satu ikon wisata di Taman Ria Ade Irma Suryani Bogor (-+ Th)  1975

Pada tahun 1975, eks Taman Kebon Kembang yang tersisa dari lahan luas bekas Wihelmina Park Stasion kemudian dialih fungsikan menjadi Taman Ria Ade Irma Suryani, untuk mengabadikan nama puteri Jenderal AH Nasution yang menjadi korban salah sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Dalam perkembangannya kemudian bekas lahan terminal dialih fungsikan menjadi kegiatan ekonomi berbasis wisata Taman Topi ; Plaza Kapten Muslihat.

Taman Topi sumber foto Radar Bogor

Hari ini dapat dikatakan seluruh area eks taman Wihelmina Park Stasion di masa kolonial, Taman Kebon Kembang pasca kemerdekaan, Taman Ria Ade Irma Suryani dan Taman Topi, yang semuanya pernah menjadi kebanggaan warga kotanya dimasing-masing zaman, akan dan telah ditutup untuk sementara waktu oleh Pemerintah Kota Bogor dengan akan mengembalikan pada kerangka historisnya yaitu tetap menjadikannya sebagai taman hijau yang mampu menyegarkan pandangan mata warga kotanya. Harapan ini sudah tentu teruji dan bukanlah sekedar janji, karena pemerintah kota Bogor pada periode dikepemimpinan sekarang ini telah terbukti kreatif dan berhasil mewujukan taman-taman kotanya yang kembali indah.

Bukan saja sebuah taman, tapi arti penting bagi nama yang akan nanti diberikan pada taman itu, tentu saja akan menjadi sebuah kebanggaan khusus bagi warga Bogor, baik dalam kemudahan pengucapan dalam pengingatannya yang akrab di lidah masyarakat, familier dan mengedepankan aspek keseimbangan serta keadilan atas jasa warga kotanya yang tidak terhitung banyaknya nama yang telah terukir dengan tinta mas sebagai para pahlawan kusuma bangsa. Semua tokoh punya tempat dihati tapi kehatian-hatian agar ada perimbangan tetap perlu untuk dicermati oleh pemkot Bogor. 

Ada banyak pilihan nama, baik nama yang bersifat umum seperti Alun-alun Bogor, karena selama ini Bogor sebagai kota tertua dan ber-peradab-an nyaris tidak memiliki alun-alun Kota yang patut dapat dibanggakan sebagaimana topografi sebuah kota-kota di Jawa. Taman kota dan Aloen-Aloen adalah sebuah pilihan, kembalinya nama Kebon Kembang untuk kedua nama itu juga adalah pilihan, demikian juga pilihan nama lain dari cikal bakal peradaban itu bermula seperti nama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, nama kraton Pakwan atau Pakuan, Pajajaran maupun nama lain yang bersejarah dan punya makna demi rasa kedilan dan berimbang. 

Bogor, 23 Juni 2020, Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Taman Topi Bogor, Dari Wihelmina Park ke Kebon Kembang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel