Koloni Arab di Empang pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dan Agresi Belanda ke-2
11 Juni 2020
Tulis Komentar
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1887-1978) dapat dikatakan sebagai Gubernur Jenderal terkahir yang berkuasa penuh atas negeri jajahannya di Hindia Belanda yang memerintah dari tahun 1936 - 1942. Ia mengakhiri jabatan itu setelah berkuasanya pemerintah Jepang di Tanah Air yang telah berhasil menduduki Batavia dan Buitenzorg pada bulan Maret 1942. Semenjak pendudukan wilayah Hindia Belanda oleh Kekaisaran Jepang, praktis sejak saat itu pula Belanda sudah tidak lagi memiliki otoritas dalam menjalankan kekuasaannya, meski telah berusaha tetap menunjuk Johannes van Mook (1942 - 1948) sebagai penerus Tjarda van Starkenborgh.
Kekaisaran Jepang kemudian menunjuk Jenderal Hitoshi Imamura sebagai Gubernur Jenderal di Jawa untuk periode Maret - November 1942, Jenderal Kumashaki Harada (1942-1945) dan Jenderal Shigeichi Yamamoto (1945). Meski secara otomatis sistem wijken stelsel yang dibuat oleh Belanda sudah tidak berlaku lagi, tapi Jepang tetap melanjutkan sistem pengaturan kependudukan bagi orang-orang Arab di Bogor.
Kartu Identitas Orang Arab Zaman Jepang
Milik Sjaich Ahmad Batarfie
Jepang kemudian mendata seluruh warga eks koloni Arab di Bogor dan memberinya kartu identitas kependudukan yang terutama dibuat khusus bagi orang-orang Arab untuk golongan totok (wulaiti) dengan pengikatan pada sebuah ikrar "bersoempah kesetiaan pada tentara Nippon".
Jepang memahami situasi Indonesia yang mayoritas adalah umat Islam dan orang-orang Arab yang dinilainya memiliki pengaruh besar. Karena itu menurut H.J.Benda, Jepang kemudian menerapkan kebijakan pendekatan yang disebutnya sebagai Nippon’s Islamic Grass Root Policy. Tujuannya adalah memanfaatkan propaganda dan kekuatan Umat Islam demi mewujudkan ambisnya, untuk menjadikan negaranya sebagai satu-satunya pemimpin atau penguasa di Asia Timur Raya.
Sama halnya ketika membentuk Shumubu – semacam Kantor Urusan Agama pada akhir maret 1942 dengan bekerjasama dengan para ulama untuk menuai simpati umat Islam. Hal yang sama dilakukan pula oleh penguasa militer Jepang di Indonesia terhadap orang-orang Arab eks warga koloni. Jepang mengumpulkan tokoh-tokoh Arab berpengaruh dan melakukan perundingan dalam usahanya membentuk sebuah institusi yang dibawahinya, sebagai pengganti Hoofd der Arabieren warisan dari pemerintahan Hindia Belanda.
Sama halnya ketika membentuk Shumubu – semacam Kantor Urusan Agama pada akhir maret 1942 dengan bekerjasama dengan para ulama untuk menuai simpati umat Islam. Hal yang sama dilakukan pula oleh penguasa militer Jepang di Indonesia terhadap orang-orang Arab eks warga koloni. Jepang mengumpulkan tokoh-tokoh Arab berpengaruh dan melakukan perundingan dalam usahanya membentuk sebuah institusi yang dibawahinya, sebagai pengganti Hoofd der Arabieren warisan dari pemerintahan Hindia Belanda.
Dalam sebuah lembar dokumen/arsip Djawa Hookookai yaitu setingkat pada satuan militer Jepang di tingkat Provinsi atau Syuu. Pada tanggal 31 Maret 1945 bertempat di Bogor Syuutjookan atau yang sebelumnya adalah Karisidenan Bogor pada masa pemerintahan Hindia Belanda dikenal dengan istilah Karisidenan Priangan Barat meliputi Buitenzorg (Bogor), Soekaboemi dan Tjiandjoer yang dikepalai oleh seorang Residen. Jepang mengadakan perundingan dengan para pemuka Arab dari ketiga wilayah itu untuk mengambil keputusan membentuk kepanitiaan yang dinamakan "Soesoenan Panitia Arab Bogor Syuu" semacam sebuah formatur yang tugasnya adalah mengangkat orang-orang Arab yang ditugasi untuk mengurusi koloninya ditingkat daerah yang disebut dengan istilah Ken/Shi.
Panitia yang berhasil terbentuk itu diketuai oleh Abdoellah Salim yang berkedudukan di Soekaboemi. Dari perwakilan Bogor ditunjuk beberapa orang wakil ketua (Kanzi) terdiri dari Toean Oemar Geiran, Toean Ali Tolib, Toean Oemar Basalmah, Toean Abdoellah Djawas dan Toean Abdoellah Al-Hadad. Tercatat nama Toean Hasjim Mansjoer sebagai Kanzi mewakili wilayah Tjiandjoer.
Susunan ini juga dilengkapi dengan Badan Penasehat yang diketuai oleh Toean Moechsien TB yang berkedudukan di Bogor dan empat orang anggota badan penasehatnya terdiri dari Toean Said Alwi Al-Hadad, Toean Oemar Nadji (keduanya berkedudukan di Bogor), Toean Ali Marta (Tjiandjoer) dan Toean Sjaid Alatas (Soekaboemi).
Nama Toean Oemar Geiran yang tertulis dalam susunan naskah asli di atas itu adalah Umar Harran. Sedangkan Toean Moechsien TB yang tercantum itu ialah nama lain dari Muchsin Thebe, anak tertua dari Sjaich Galib bin Said Thebe tokoh yang pernah menduduki jabatan sebagai Luitenant Hoofd der Arabieren pertama di Buitenzorg. Dan Said yang dimaksudkan untuk nama Said Alwi Al-Hadad adalah karena kesalahan penulisan gelar Sayyid menjadi Said.
Nama Toean Oemar Geiran yang tertulis dalam susunan naskah asli di atas itu adalah Umar Harran. Sedangkan Toean Moechsien TB yang tercantum itu ialah nama lain dari Muchsin Thebe, anak tertua dari Sjaich Galib bin Said Thebe tokoh yang pernah menduduki jabatan sebagai Luitenant Hoofd der Arabieren pertama di Buitenzorg. Dan Said yang dimaksudkan untuk nama Said Alwi Al-Hadad adalah karena kesalahan penulisan gelar Sayyid menjadi Said.
Dalam dokumen itu disebutkan pula bahwa Djawa Hookookai meminta kepada panitia yang sudah terbentuk itu untuk membentuk pengurus ditingkat daerah Ken/Shi selambat-lambatnya sebelum tanggal 6 April 1945 agar mendapatkan pengesahan dari Paduka Toean Syuutjookan.
Telah diagendakan pula bahwa apabila seluruh susunan yang sudah terbentuk dari tingkat Syuu dan Ken/Shi itu nantinya akan diundang bertemu secara resmi pada tanggal 10 April 2606 (1945) pukul 10.30 dengan Padoeka Toean Syuutjookan Shigeichi Yamamoto yang berkedudukan di Istana Bogor sekarang. Besar kemungkinan pertemuan resmi ini adalah acara pelantikan yang dilangsungkan secara bersamaan.
Telah diagendakan pula bahwa apabila seluruh susunan yang sudah terbentuk dari tingkat Syuu dan Ken/Shi itu nantinya akan diundang bertemu secara resmi pada tanggal 10 April 2606 (1945) pukul 10.30 dengan Padoeka Toean Syuutjookan Shigeichi Yamamoto yang berkedudukan di Istana Bogor sekarang. Besar kemungkinan pertemuan resmi ini adalah acara pelantikan yang dilangsungkan secara bersamaan.
Notulensi Pembentukan
Soesoenan Panitia Arab Bogor Syuu
Apakah kepengurusan ditingkat Ken/Shi itu telah berhasil terbentuk dan disahkan hingga pada pelantikan, belum ada dokumen pendukung yang dapat dijadikan referensi oleh penulis. Mengingat pula di tahun yang sama pada tanggal 6 s.d 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dan Hiroshima Jepang hancur luluh lantah setelah di bom selama tiga hari berturut-turut oleh tentara Amerika Serikat dan sekutunya. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri Perang Dunia II dan Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu pada 16 Agustus 1945. Indonesia kemudian menjadi negara pertama yang langsung memanfaatkan situasi itu dengan memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Meski secara de fakto Kemerdekaan Indonesia sudah di proklamasikan. Tapi jalan panjang perjuangan Indonesia masih harus tetap ditempuh untuk pengakuan secara de juro sebagai syarat dari dunia internasional. Sementara propaganda pasukan sekutu yang tiba di Indonesia pada pertengahan bulan september 1945 yang kedatangannya memang diboncengi oleh pasukan NICA itu, terkesan lebih memihak kepada pemerintah Belanda.
Rumah Bersejarah
Peninggalan Sjaich Ahmad bin Said Bajened
Foto ini ketika proses PENGHANCURAN untuk Pembangunan RS UMMI
Ditengah perjuangan misi diplomatik kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh H.Agus Salim yang salah satu anggota misinya itu terdapat seorang peranakan Arab AR Baswedan serta telah berhasil mendapatkan pengakuan pertamanya dari negara-negara Arab, Mesir (10/6/47), Suriah (2/7/47), Irak (16/7/47), Afganistan (23/9/47), dan Arab Saudi (21/10/47). Pada 19 Desember 1948 Belanda kembali menyerang Indonesia atau yang disebut sebagai Agresi Belanda Ke-II, Disusul kemudian dengan penangkapan Sukarno, Hatta, Sjahrir dan para pemimpin lainnya.
Jatuhnya ibu kota negara dan tertawannya para pemimpim republik inilah yang dijadikan dalih oleh Belanda bahwa Indonesia menjadi negara tidak bertuan. Tapi dalihnya itu-pun akhirnya kemudian terbantahkan dengan telah terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra yang dipimpin oleh politisi Muslim Sjafruddin Prawiranegara. Maka dalam pandangan dunia Internasional melalui propganda dan dukungan dari negara-negara Arab/Islam yang memberikan pengakuan pertamanya atas kemerdekaan tersebut itulah, lahirnya PDRI menjadi alat bukti yang kuat dihadapan dunia Internasional bahwa Indonesia masih dinyatakan berdaulat.
Sejak 1946 s.d akhir 1948 Indonesia mengalami masa-masa perjuangan yang berat, baik fisik maupun diplomasi yang selalu di blokade oleh Belanda. Disituasi sulit dan kacau itu, Belanda yang berambisi dirinya kembali berkuasa berusaha menata ulang kebijakan yang pernah dibuatnya, termasuk pemberlakuan pengaturan sistem kependudukan bagi orang-orang Arab sebagaimana yang dahulu pernah dilakukannya. Tapi upayanya itu menjadi sia-sia, karena tidak hanya di Empang, disemua eks koloni Arab termasuk para penguasa feodal Islam yang berdarah Arab Hadrami seperti kesultanan Siak dibawah kekuasaan Sultan Sjarif Kasim II dan kesultanan lainnya di tanah Melayu, justru menyatakan dukungan penuhnya terhadap kemerdekaan Indonesia dan menolak mentah-mentah bentuk kerjasama apapun dengan pihak Belanda.
Orang-orang Arab yang berada diseluruh wilayah Indonesia dan masih terkonsentrasi dalam sebuah koloni sebagai warisan kolonial yang dinamakan dengan kampung Arab termasuk di Empang, secara bersama-sama dalam gelombang perjuangan rakyat Indonesia turut mempertahankan kemerdekaan dengan ikut bergabung dalam laskar-laskar yang dibentuk oleh rakyat, termasuk memberikan sumbangsih finansial terutama kepada Laskar Hizbullah bentukan Majelis Syuro Muslimin Indonesia sejak tahun 1944.
Pertemuan Tokoh Al-Irsyad
Umar Nadji dan Muhammad Munif
Dengan Bapak Kasman Singodimedjo
Tokoh Masyumi dan Eks Daidancho PETA
Laskar Hizbullah bentukan Masyumi itulah yang kelak kemudian terlatih di Tjibarusah untuk direkrut oleh ulama dari kalangan santri dan kader-kader kepanduan Islam sebagai Tentara Pembela Tanah Air sebagai cikal bakal lahirnya Tentara Nasional Indonesia.
Di Empang para pemuka Arab yang progresif baik dari kalangan wulaiti (arab totok) maupun muwalad (peranakan) banyak yang bergabung dalam kesatuan Laskar Hizbullah tersebut dan Laskar-Laskar republik lainnya, salah satunya adalah Ali Said Balbeid yang mendapatkan otoritas sebagai polisi Arab meliputi wilayah Bogor Raya. Sedangkan Umar Nadji, Muhammad Abdorrab Thalib dan Jafar Abdorrab Thalib sebagai pentolan dari Laskar Hizbullah menjadi penanggung jawab keamanan eks anggota koloni Arab di Empang yang dimasa revolusi disebut sebagai wilayah selatan. Tokoh lain yang juga merupakan anggota inti Laskar Hizbullah ini antaranya adalah Siddiq Atmawidjaja, Abdullah Karamah dan lain-lain.
Orang-orang Pakistan eks Hindustani muslim (belakangan disebut Pakistan) yang menjadi bagian dari warga koloni Arab di Empang, berusaha meyakinkan tentara british muslim asal India yang tergabung dalam pasukan sekutu untuk membelot kepada Tentara Indonesia. Hasilnya tidak ada saling serang karena gema takbir dalam perjuangan fisik menjadi pertanda bahwa keduanya adalah bersaudara, bahkan tidak sedikit diantaranya yang kemudian membelot dan bergabung menjadi tentara republik indonesia dengan ikut memanggul senjata menghantam balik pasukan sekutu yang diboncengi oleh Belanda.
Para pemuda keturunan Arab yang memiliki kemampuan ketangkasan semi militer sejak mendapatkan pembinaan dalam kepanduan Al-Irsyad atau Hizbul Irsyad Padvinderij, tertempa dan terlatih dalam kesiapan mental serta fisik ketika menghadapi agresor Belanda. Tiga tokoh utama yang namanya disebut sebagai penanggung jawab wilayah di selatan itulah diantaranya. Di masa itu pula Kepanduan Al-Irsyad di bawah kepemimpinan Ali Azzan Abdat dengan pasukan corps musiknya atau dikenal sebagai pasukan seruling (Drum Band) telah menggabungkan seluruh kepanduan di kota Bogor kedalam Kepanduan Bangsa Indonesia (K.B.I) bersama-sama dengan Padvinderij Organisasi Pasundan dan Pandu Rakyat Indonesia pimpinan Ali Azzan Abdat.
Para Pemuda Arab
Yang Tergabung dan Terlatih di Kepanduan
Al-Irsyad Buitenzorg Padvenderij
Demikian pula dengan para aktivis Pemuda Arab yang sejak awal sudah menyatakan tekadnya secara formal dalam kebulatan tekad kedalam wadah Persatuan Arab Indonesia telah bersatu padu dalam arus gelombang perjuangan di masa revolusi menghadapi pasukan sekutu dan agresor Belanda. Semua golongan Arab dari kalangan tua (wulaiti) dan muda (muwalad) sama-sama turut berjuang dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Di kediaman Sjaich Ahmad bin Said Bajened, eks Hoofd der Arabieren di Buitenzorg dan salah satu dari tokoh inti lahirnya Sjarekat Dagang Islamijjah (1909), dibagian belakang rumahnya di Empang yang pernah dipakai sebagai pabrik tenun. Beberapa pemuda ahli kimia dari Balai Penyelidikan Kimia Bogor, sdr Itja dan Marpaung mempunyai inisiatip membuat granat tangan untuk digunakan dalam perjuangan. Granat tersebut berupa granat tarik yang daya ledaknya dapat mematikan oleh pecahan besi coran dalam radius kurang lebih 10 meter. (Sumber; Peristiwa Peristiwa Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Daerah Bogor. (Berdasarkan kesaksian para pelaku perjuangan) ; oleh Taufik Hassunna)
Pemuda Arab Empang
Pada Apel Siaga Yang Tergabung Dalam Kesatuan Laskar Rakyat
Demikian pula dari golongan konservatif yang diperankan oleh tokohnya Sayyid Alwi Al-Hadad yang selalu tegas menolak segala bentuk kompromi dengan kaum penjajah. Bahkan guru utamanya yang dikenal sebagai wali qutub di Empang, Sayyid Abdullah bin Muchsin Al-Attas sudah pernah mendekam dalam penjara Belanda sejak lebih dari pertengahan abad sebelumnya.
Kekhawatiran Belanda dengan memberlakukan kebijakan sistem kependudukan Wijken Stelsel yang pernah dibuat dimasa lalunya, pada akhirnya memang telah menjadi sebuah kenyataan bahwa kesadaran akan terbukanya jalan fikiran pribumi sebagai bangsa yang diperbudak dan terjajah diantaranya bersumber dari kampung-kampung Arab sebagai social influence. Terutama pengaruh yang datang dari luar, khususnya Pan Islamisme yang disebarkan dalam paham pergerakan, pendidikan dan propaganda lewat penyebarluasan media massa.
Secara sadar dan nyata lahirnya organisasi pergerakan di awal abad ke-19 dicetuskan oleh orang-orang Arab dan bahkan muncul di sejumlah Kampung Arab. Antaranya adalah Jamiatul Kher (1901), Sjarikat Dagang Islamijjah (1909), Al-Irsyad Al-Islamiyyah (1914) dan Persatuan Arab Indonesia (1934).
Mayor Polisi Ali bin Said Balobaid
Pejuang Revolusi Kemerdekaan Indonesia
Kepala Orang-Orang Arab Terakhir
Non Struktural
Sesudah berakhirnya masa revolusi kemerdekaan, tokoh-tokoh di antara orang-orang Arab di Bogor yang memiliki peran sejak penghapusan penunjukan posisi kepala koloni, ialah Ali bin Said Balbeid dan Muchsin Ghalib Tebe. Kedua tokoh ini tidak lagi bersifat struktural tapi fungsional, yang berkaitan dengan keterlibatan mereka pada urusan internal sosial kemasyarakatan dan mobilisasi.
Setelah berakhirnya masa penjajahan dan Indonesia merdeka secara berdaulat. Maka secara otomatis berakhir pula starta sosial pembagian etnis dan kebijakan wijken stelsel yang sengaja dibuat oleh Pemerintah kolonial Belanda sebagai bagian dari sistem politik etis mereka. Orang-orang Arab sejak awal kedatangannya di Nusantara ini baik yang datang untuk berdakwah, berniaga dan berdakwah dan berniaga murni sekalipun, bukanlah ber-imigrasi tapi ber-hijrah. Konsepsi hijrah adalah perpindahan secara totalitas, yaitu jiwa dan ruhnya. Karena itu orang-orang Arab menamakan negeri barunya itu sebagai almahjar. Mereka datang tanpa membawa istri atau saudara wanita dan menikahi wanita pribumi. Karena itulah keturunan Arab menyebut pribumi dengan istilah ahwal, yang artinya adalah saudara ibu. Sebab memang semua keturunan Arab yang lahir dari generasi pertamanya itu ibunya adalah pribumi. Asas kewarganegaraan yang dianutnya ialah : ius soli ; di mana saya lahir, di situlah tanah airku.
Kampung Arab sebagai bagian dari kebijakan sistem kependudukan yang dahulu dibuat oleh Belanda kini sekedar menjadi warisan budaya serta pusaka bangsa. Dilestarikan karena disitu ada nilai-nilai sejarah serta terciptanya akulturasi yang telah memberi warna serta corak dalam keragaman khazanah budaya Nusantara.
Bogor 20 Syawal 1441 Hijriyyah atau bertepatan dengan tanggal 11 Juni 2020, Abdullah Abubakar Batarfie
Setelah berakhirnya masa penjajahan dan Indonesia merdeka secara berdaulat. Maka secara otomatis berakhir pula starta sosial pembagian etnis dan kebijakan wijken stelsel yang sengaja dibuat oleh Pemerintah kolonial Belanda sebagai bagian dari sistem politik etis mereka. Orang-orang Arab sejak awal kedatangannya di Nusantara ini baik yang datang untuk berdakwah, berniaga dan berdakwah dan berniaga murni sekalipun, bukanlah ber-imigrasi tapi ber-hijrah. Konsepsi hijrah adalah perpindahan secara totalitas, yaitu jiwa dan ruhnya. Karena itu orang-orang Arab menamakan negeri barunya itu sebagai almahjar. Mereka datang tanpa membawa istri atau saudara wanita dan menikahi wanita pribumi. Karena itulah keturunan Arab menyebut pribumi dengan istilah ahwal, yang artinya adalah saudara ibu. Sebab memang semua keturunan Arab yang lahir dari generasi pertamanya itu ibunya adalah pribumi. Asas kewarganegaraan yang dianutnya ialah : ius soli ; di mana saya lahir, di situlah tanah airku.
Kampung Arab sebagai bagian dari kebijakan sistem kependudukan yang dahulu dibuat oleh Belanda kini sekedar menjadi warisan budaya serta pusaka bangsa. Dilestarikan karena disitu ada nilai-nilai sejarah serta terciptanya akulturasi yang telah memberi warna serta corak dalam keragaman khazanah budaya Nusantara.
Bogor 20 Syawal 1441 Hijriyyah atau bertepatan dengan tanggal 11 Juni 2020, Abdullah Abubakar Batarfie
Belum ada Komentar untuk "Koloni Arab di Empang pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) dan Agresi Belanda ke-2 "
Posting Komentar