Pertemuan Bung Karno dan Ali Martak di Empang, dan kisah F.Silaban yang merancang Gedung SD Al-Irsyad Bogor
Gd.SD Al-Irsyad karya arsitek F.Silaban
Ali putera laki-laki Faradj Martak adalah penerus usaha MARBA milik ayahnya yang terkenal dan memiliki kedekatan dengan Bung Karno. Ali beristrikan Seha Badar Tebe cucu Ghalib bin Said Tebe salah seorang tokoh Al Irsyad yang dihormati dan pernah memimpin (hoofdbestur) Al-Irsyad Al-Islamiyyah disituasi genting pada tahun 1920-1921, saat dimana al-irsyad dilanda kisruh internalnya. Ghalib bin Said Tebe ini juga merupakan seorang bekas kapten arab di Batavia (Jakarta) dan Bogor yang ikut mendirikan Sjarekat Dagang Islamijjah (SDI) bersama Raden Mas Tirto Adhi Soerjo di Buitenzorg (Bogor) bersama para saudagar arab dan tokoh-tokoh Bumiputra lainnya.
Faradj ayah Ali yang kelahiran Hadramaut, juga dikenal dekat dengan Bung Karno. Ia merupakan saudagar Arab yang dikenal banyak memiliki properti dan diantaranya sudah menjadi bagian dari warisan cagar budaya Indonesia seperti Hotel Garuda yang terkenal di Yogyakarta dan gedung Marba di kota lama Semarang. Faradj kian dikenal dan sosoknya menjadi seorang nasionalis Indonesia sejati setelah mendonasikan hartanya untuk membeli rumah-rumah bersejarah di Jakarta antaranya rumah di Jalan Pegangsaan Timur No.56. Rumah itu pernah dihuni oleh Presiden pertama R.I Ir.Sukarno bersama Ibu Fatmawati dan anak-anaknya. Di rumah itulah yang kini didirikan Tugu Proklamasi untuk pertama kalinya kemerdekaan Indonesia di Proklamirkan oleh Bung Karno bersama Bung Hatta bersama para pemimpin bangsa lainnya pada 17 Agustus 1945.
Faradj Martak juga disebut sebagai salah seorang yang ikut mendirikan masjid Al-Azhar Kebayoran Baru dan pendiri Yayasan Pendidikan Islam yang menaunginya. Masjid Al-Azhar dengan figur centralnya Allahyarham Buya Hamka adalah icon kebanggaan umat Islam Indonesia, khususnya di Jakarta sebelum berdirinya Masjid Istiqlal.
Menurut Hamid Al-Anshary dalam sebuah diktat sejarah singkat perjuangan Al-Irsyad Bogor 1928-1983, Presiden Sukarno bersama istrinya Ibu Hartini pernah berkunjung ke kediaman Ali Martak di jalan Sedane Bogor. Selain untuk bersilaturahmi, Presiden R.I pertama Sukarno yang kedatangannya itu ditemani oleh rombongan dari Palang Merah Indonesia (P.M.I) datang menemui Ali sekaligus untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas donasi yang diberikannya kepada P.M.I.
Kediaman Ali Marta yang saat itu di jalan sedane berada persis di depan sekolah Al-Irsyad yang ketika kunjungan Bung Karno ke rumahnya sedang dalam perencanaan pembangunan. Sukarno sangat antusias memperhatikan keberadaan sekolah Al-Irsyad dan mempertanyakan posisi Ali dalam organisasi yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Surkati sebagai seorang tokoh yang sangat dihormatinya.
"Apakah anda Al-Irsyad?" Ali Martak menjawab bahwa hampir semua keturunan Arab non alawi adalah simpatisan Al-Irsyad termasuk saya. Bung Karno mengatakan bahwa "saudara harus membantu dan menyumbang Al-Irsyad karena saham dan jasa-jasanya yang besar terhadap bangsa dan kemerdekaan Indonesia". Benar saja keesokan harinya Ali memberikan sejumlah donasi untuk pembangunan gedung sekolah Al-Irsyad dan Bung Karno mengirim arsitek terkenal F.Silaban yang menetap di Bogor untuk memberikan bantuan rancangan gedungnya. Bangunan sekolah Al-Irsyad Bogor yang rampung pada tahun 1964 tersebut adalah hasil rancangan f.silaban. Di Gedung itu pula pernah dipakai untuk pembukaan dan persidangan Muktamar Al-Irsyad ke-30 Tahun 1970 yang pembukaannya dihadiri oleh M.Natsir dan Mr.Moehammad Roem.
F.Silaban adalah arsitek terkenal Indonesia kebanggaan Bung Karno. Gedung-gedung monumental di Jakarta adalah hasil rancangannya salah satunya adalah Masjid Istiqlal. Meski F.Silaban seorang katholik, tapi banyak kejadian yang membuatnya tidak pernah mendiskriminasikan orang lain berdasarkan latar belakangannya. Pada usia 10 tahun kala dia seorang diri merantau ke Jakarta, setibanya di Pelabuhan Tanjung Priok dia menangis tersedu-sedu karena bekal uang di saku jaketnya raib dicopet orang. Melihat kondisi itu seorang Arab menghampiri dan memberinya segepok uang.
“Mungkin karena pengalaman itu, Papi begitu respek sama orang-orang Arab. Mereka adalah malaikan buat Papi,” tutur Panogu salah seorang putera F.Silaban yang diungkap dalam buku 'Rumah Silaban-Silaban House, tahun 2008.
Antusiasme Bung Karno terhadap proyek pembangunan gedung sekolah Al-Irsyad di Bogor dikarenakan hubungannya yang begitu dengan Surkati pendiri Al-Irsyad dan juga sebagai bentuk pengakuannya bahwa Al-Irsyad telah ikut andil dalam mengisi sejarah bangsa. Bung Karno menyebutkan dalam bukunya “Di Bawah Bendera Revolusi” bahwa Syech Ahmad Surkati adalah salah satu ulama yang telah turut mendorong bangsa Indonesia menuju kemerdekaan melalui pandangan-pandangan ke-islaman yang inspiratif. Ulama ini jugalah kata Bung Karno yang menjadi inspirasi pada pertemuan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 untuk memberikan keistimewaan khusus bagi delegasi Sudan dengan memisahkan mereka dari delegasi Mesir. Dari sinilah cikal-bakal deklarasi kemerdekaan Sudan yang diproklamirkan pada tahun 1956 untuk bebas dari protekrotat Inggris dan Mesir. (Ensiklopedia Keislaman Bung Karno karya Rahmat Sahid)
Seperti diketahui Syech Ahmad Surkati adalah warga negara Sudan yang lahir di Desa Udfu yang berada di provinsi Dongola pada tahun 1874. Banyak muridnya dan yang terinspirasi oleh pemikiran-pemikirannya kelak kemudian menjadi tokoh masyarakat dan pejuang bangsa salah satunya adalah Bung Karno. Tokoh lain yang disebut murid Syekh Surkati sekalipun tidak pernah duduk pada bangku madrasahnya adalah A. Hassan pendiri organisasi PERSIS. Demikian pula dengan para pemuka Muhammadiyah KH. Mas Mansyur dan H. Fachruddin, bahkan bekas Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah K.H Yunus Anis adalah murid resmi disekolahnya. KH. Abdul Halim pemuka Persyarikatan Ulama juga memberikan pengakuan yang sama. Syekh Ahmad Surkati juga menjadi guru spritual Jong Islamieten Bond (JIB), di mana para aktifisnya seperti Muhammad Natsir (mantan perdana menteri RI), Kasman Singodimedjo dan kawan kawan sering belajar padanya.
Tidak heran saat Surkati meninggal, Bung Karno bersama murid-muridnya yang lain ikut melayat ke rumahnya dan mengantarkan jenazahnya dengan berjalan kaki ke pemakaman. Bahkan Bung Karno memberikan kesaksiannya bahwa Surkati telah ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia.
Kunjungan Bung Karno dan Ibu Hartini ke kediaman Arsitek F.Silaban di Jalan Gedong Sawah yang sekarang berubah menjadi jalan Arsitek F.Silaban. Ayahanda penulis Alm Abubakar Batarfie memiliki hubungan yang sangat dekat dan penulis pernah berkesempatan diajak bertandang ke rumahnya yang juga dibuat dan dirancang sendiri oleh pemiliknya F.Silaban
Posting Komentar untuk "Pertemuan Bung Karno dan Ali Martak di Empang, dan kisah F.Silaban yang merancang Gedung SD Al-Irsyad Bogor "
Posting Komentar