Muludan, Haul dan Ngarak Habib di Empang


Masjid An Noer Al-Attas 
foto tahun 1910

Alunan sholawat Nabi mengalun syahdu dari suara serak parau kaum sadah diiringi dengan pukulan rebana. Beberapa lelaki tua satu demi satu keluar dari pintu rumah tua bertangga batu, beberapa diantaranya duduk ditandu diatas kursi oleh sejumlah pengiring mengikuti langkah demi langkah kaki yang berjalan perlahan menuju sebuah Qubah tua. Sepanjang jalan ribuan muhibbien menyambut rombongan habib di arak, demikian orang-orang menyebutnya. 

Prosesi Ngarak Habib menjadi penanda berakhirnya serangkaian peringatan muludan atau maulid Nabi Muhammad Salallahu'alaihi'wassalam yang disebut dengan Hool (Haul) yang berlangsung di Keramat Empang.

Haul di Empang yang diadakan pada setiap bulan mulud adalah prosesi ziarah kepada seorang ulama yang disebut sebagai Wali Qutub. Makamnya berada dalam sebuah bangunan berkubah hijau dan berada persis di dalam komplek Masjid An-Nur Al-Attas. Karena itulah area pemakamannya dinamakan dengan Qubah Al-Attas, tapi warga Empang melafalkannya dengan ucapan Gubah. Sedangkan masjidnya dinamakan Masjid Noer Al-Attas. Ziarah yang mentradisi ini dimulai sejak wafatnya sang Wali Qutub yang diselenggarakan satu tahun sekali pada setiap hari rabu ketiga di bulan mulud. 

Adalah Sayyid Abdullah bin Muchsin Al- Attas seorang ulama dan penyebar dakwah Islam di Bogor yang digelari sebagai Wali Qutub. Ia merupakan ulama kelahiran dari desa Huraidhoh di Hadramaut yang menetap di Empang setelah menikahi wanita pribumi setempat, puteri seorang ningrat keturunan dari Dalem Sepuh yang berkedudukan sebagai Demang di Kampong Soekaati sejak kepindahannya dari Tanah Baru di Soekaradja. Dalem Sepuh wafat di Tanah Suci Mekkah pada tahun 1847.

Ulama yang digelari Wali Qutub itu memiliki banyak murid yang hampir tersebar diberbagai pelosok Tanah Air, bahkan di luar negeri. Tapi salah satu murid utama dan kesayangannya adalah Sayyid Alwi bin Muhammad bin Thahir Al-Haddad yang oleh murid-murid dan pengikutnya dipanggilnya Habib Alwi yang dilahirkan di kota Geidun Hadramaut. Tahun pertama sejak kematian gurunya, Ia keluar dari kediamannya menuju makamnya, dan dari itulah disebut-sebut sebagai Haul yang pertama bagi gurunya yang wafat pada 29 Zulhijjah 1351 Hijriah.

Habib Alwi dikenal sebagai salah seorang ahli hadits, kediamannya dulu berada di jalan sedane yang sekarang sudah beralih fungsi menjadi area parkir di halaman belakang rumah sakit Ummi. Sedangkan kediamannya yang lain ada di Gang Kurupuk. Kedua kediamannya memiliki bentuk dan luas yang hampir sama persis karena masing-masing dihuni oleh istri pertama dan keduanya. Dari kediamannya yang di jalan sedane itulah prosesi Haul yang dipimpinnya dimulai. Ia keluar menuju makam guru kesayangannya tersebut dengan iringan senandung Sholawat Nabi. Ada diantaranya karena uzur mereka pun di tandu, iring-iringan para penziarah dalam prosesi Haul Sayyid Abdullah bin Muchsin Al-Attas inilah yang kelak kemudian memunculkan istilah ngarak Habib atau Habib di arak.

Habib Alwi wafat di Bogor pada tahun 1373 Hijriyah dan dimakamkan berada satu komplek dengan makam gurunya di Qubah Al-Attas. Para penerusnya tetap mempertahankan tradisi Haul yang diwarisnya itu termasuk iring-iringan kaum sadah yang keluar dari kediamannya di Jalan Sedane menuju Gubah, berikut senandung Sholawat Nabi dan rebana yang ditabuh.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk melihat tradisi  muludan atau maulid dalam pandangan syariat dan pandangan Taqlid buta kaum agamawan di Empang. Akan tetapi tradisi itu dilihat sebagai bagian dari kultur masyarakat tradisional muslim yang ada di Nusantara, khususnya bagi golongan muhibbien yang bertumpah ruah di Empang Bogor setiap hari besar keagamaan dilangsungkan di Kermat Empang. Muhibbien kata itu untuk menunjukan kepada pengikut atau para pecinta yang mereka sebut sebagai Habib. 

Muludan di Empang itu sendiri adalah tradisi rutin yang merujuk kepada acara Maulid atau perayaan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Salallahu'alaihi wassalam. Masyarakat Sunda pada umumnya menyebutnya muludan yang dalam almanak hijriyah jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tapi orang sunda menyebut bulan itu dengan sebutan sasih mulud dan bulan sesudahnya disebutnya sebagai silih mulud.

Di rumah kediaman Syd Alwi di Jl Sedane

Entah sejak kapan Haul dan Muludan ini dilangsungkan secara bersamaan, tetapi tradisi ini masih terus berlangsung hingga kini. Hanya saja sekarang tempat dimulainya Habib di arak sudah tidak lagi dibekas kediaman Habib Alwi, karena rumah tua dan antik itu sudah hilang terjual dan berubah fungsi menjadi halaman parkir dan pengolahan limbah rumah sakit. Demikian pula sekarang ini sudah tidak ada lagi Habib yang di tandu.

Lokasi tempat berkumpulnya prosesi Arak-Arakan Habib yang dimulai pada pagi hari sejak pukul delapan, dimulai dari Majelis Ta'lim Ar-Ridho asuhan Sayyid Muhammad Al-Haddad. Lokasinya berada dekat dengan rumah bekas peninggalan Habib Alwi Al-Haddad di Gang Krupuk. Iring-iringan dan rutenya tidak berubah dan tetap seperti ratusan tahun yang silam, melalui jalan yang kini dinamakan Gang Al-Irsyad dan berakhir di Gubah. Lantunan Sholawat Nabi, syair-syair pujian kepada Nabi dan para pendahulu tetap dikumandangkan yang disaksikan oleh para muhibbin disepanjang perjalanan arak-arakan.

  

Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "Muludan, Haul dan Ngarak Habib di Empang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel