KAUM dari Penegak Agama hingga ke jejak Bung Karno di Empang

Masjid Agung Empang menjadi pusat kegiatan ibadah dan keagamaan resmi Pemerintah Bogor sejak kepemimpinan Demang Wiranata

Seperti umumnya kota-kota di jawa, khususnya dalam tata pemerintahan feodal di bawah kepemimpinan para Bupati. Kauman dikenal daerah tua yang letaknya berada di sebelah barat Alun-Alun Kota. Satu komplek dengan Masjid Agung. 

Di kota Bogor ada beberapa tempat yang dinamakan dengan Kaum dimana lokasinya pun sama yaitu berada dilingkungan Masjid Agung setempat. Diantaranya adalah Sukaraja Kaum, Ciwaringin Kaum, Bantarjati Kaum, Jero Kuta Kaum dan yang pertama dan tertua yaitu Kaum Empang.

Masjid Agung Empang tahun 1900

Di Empang keberadaan Kaum ini terkait erat sejak kepindahan pusat pemerintahan kota Bogor yang semula di Tanah Baru. di Sukaraja setelah Jacob Mossel, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mengabulkan permohonan sewa tanah kepada Demang Raden Wiranata pada tahun 1770. Dimana tanah sewaannya itu kemudian dinamakan Kampong Soekaati.

Masjid Agung Empang pada tahun 20an

Sejak kedudukan Demang Wiranata di Kampong Soekaati, susana lingkungan itu kemudian berubah menjadi kawasan yang  sangat ramai. Bukan saja karena banyaknya warga pribumi yang akan berurusan dengan Demang, juga seiring dengan telah ditetapkannya kawasan tersebut sebagai zona pemukiman warga Arab oleh Pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai akibat kebijakan tentang pemberlakuan sistem pemukiman etnis yang disebut dengan Passen Stelsel dan Wijken Stelsel. Lambat laun nama Empang menggeser nama Soekaati, setelah nama itu disebut sebagai sebuah district dalam peta kolonial Hindia Belanda.

Sejak saat itulah Kaum dapat dikatakan memiliki ikatan yang lebih kuat dengan sejarah kehidupan dan pergerakan orang-orang Arab (dibaca;Hadharim) dan menguatnya dakwah Islam di kota Bogor. 

Di Jawa nama Kauman ini bahkan diyakini sebagai kepanjangan dari Kaum Iman, panggilan masyarakat lokal kepada kelompok Hadharim yang menyebarkan Islam di dalam dinding pemerintahan kota. Kaum itu sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu Qaum yang berarti dan bermakna Pejabat Keagamaan dari asal kata Qoumuddin yang memiliki arti Penegak Agama.  Demikian haknya Kaum di Empang menjadi daerah yang dihuni oleh para mubaligh (tokoh urusan keagamaan), Imam Masjid, Muazzin dan Merbot.

Di Kaum Empang dahulu ada kantor untuk urusan Keagamaan Bumiputera dan dikepalai oleh seorang HofdPenghoeloe yang diangkat oleh Pemerintah kolonial Hindia Belanda. Selain untuk bumiputra, Belanda juga mengangkat seorang HoofdPengoeloe Arab atau penghoeloe khusus untuk orang-orang Arab yang secara struktural berada dibawah Hofd Kapitein der Arabieren. Salah satu Penghulu Arab dengan masa jabatan terlama nya adalah Sjaich Abdullah bin Ali Bahanan atau akrab disapa Mualim Bahanan.

Dilokasi yang sama di Kaum Empang, dahulu pernah ada studio radio Bilal yang dikelola oleh para pemuda warga peranakan Arab, siaran radio ini mengudara hingga keseluruh pelosok kota Bogor. Lagu khas pembukaannya adalah instrumen Bint Shalabiyyah dari sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Fairuz penyanyi terkenal asal Libanon. 

Kaum di Empang masa lalu dan sekarang kini memang sudah berbeda, tapi kita masih bisa menjumpai jejak masa lalunya. Selain keluarga dari qabilah (fam/marga) Al Makarim yang sudah bermukim di Kaum Empang sejak awal para pendatang Hadrami berimigrasi ke Buitenzorg, juga ada jejak resto yang sudah terkenal sebelum kemerdekaan. Resto yang menyajikan menu khas yang tak pernah berubah hingga kini, sate, sop dan gule kambing Pak Rebing. Konon nama Rebing merujuk pada bentuk telinga/kuping pemilik restoran yang dahulunya sering dikunjungi oleh tokoh-tokoh penting dan terkenal termasuk Bung Karno.

Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie

Belum ada Komentar untuk "KAUM dari Penegak Agama hingga ke jejak Bung Karno di Empang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel